tirto.id - Teman saya, sebut saja namanya Nur, pernah menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya sekira lima tahun lalu. Saat itu, menjelang hari-hari terakhir berpuasa, ibunya yang menderita leukimia membutuhkan donor darah AB. Sayangnya, stok darah rumah sakit kosong. Nur kelimpungan mencari donor saat Jakarta sepi ditinggalkan para pemudik.
Beragam upaya dilakukan Nur, dari mengirim pesan terusan kepada setiap teman dan kolega yang memungkinkan menyumbangkan darah, hingga menghubungi organisasi sosial seperti Blood For Life dan mendatangi langsung Palang Merah Indonesia maupun Unit Transfusi Darah.
“Waktu itu cuma mikir, 'Gimana caranya dapat donor.' Jadi segala macam usaha saya lakukan,” ujar Nur, yang sudah putus asa dan kebingungan.
Singkat cerita, Nur didekati oleh seorang pria dan ditawari donor darah. Si pria mengaku memiliki golongan darah yang sama dengan yang ibu Nur butuhkan.
Tapi, pertolongan donor darah itu tak gratis. Nur harus membayar sekitar Rp700.000-an kepada si pria. Itu pun harus dibayarkan di muka. “Buat ganti ongkos,” katanya.
Tanpa pikir panjang, Nur langsung mengambil dompet dari dalam tasnya dan menyerahkan sejumlah uang yang diminta si pria.
Loka Widjaya, humas Unit Transfusi Darah PMI Pusat, kepada saya membenarkan persediaan darah yang merosot drastis saat dua hari menjelang pekan Lebaran kemarin. Sebabnya, saat bulan puasa, banyak pendonor yang akhirnya absen memberikan donor darah.
“Orang takut batal atau lemas, berkurangnya pendonor bisa sampai 50%. Ini yang sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum, terlebih perorangan,” katanya.
Biasanya, sebelum bulan puasa, PMI gencar menyetok persediaan darah. Namun, persediaan darah akan menipis pada minggu kedua bulan puasa. Selain karena berkurangnya pendonor, sel darah merah juga tak bisa disimpan terlalu lama, maksimal hanya 21 hari.
Selama bulan puasa kemarin, PMI mendapat darah dari operasi mobil unit. Namun, mobil ini hanya beroperasi di tempat-tempat tertentu, dan tidak melakukan kegiatan donor darah di kawasan mayoritas penduduk muslim seperti di kampus-kampus Islam.
Alhasil, tumpuan pendonor PMI mengandalkan dari kawasan pemukiman nonmuslim atau tempat peribadatan seperti gereja maupun kelenteng.
“Biasannya satu tempat bisa 75 kantong," ujar Widjaya. "Ini hanya berkisar 30-40 kantong. Kebutuhan 1.000 kantong darah tidak terpenuhi.”
Modus Operandi Calo Pendonor Darah
Menjelang pekan Lebaran seperti kemarin, rata-rata PMI dipenuhi keluarga pasien yang butuh darah. Memasuki seminggu sebelum lebaran, permintaan darah semakin menggila dan bisa jadi nol. Keadaan ini akan berlangsung sampai sepekan setelah Lebaran.
Widjaya mengisahkan bahwa ia pernah punya pengalaman memergoki calo darah pada tahun 2012. Saat itu ia menangkap seorang pria yang hampir saja menipu seorang wanita paruh baya yang mencari persediaan darah AB untuk anak semata wayangnya.
Persediaan darah yang diminta sedang kosong. Sementara wanita itu tidak memiliki sanak saudara dekat. Melihat kondisi si ibu yang kebingungan, sang calo beraksi menawarkan donor dan berkata ia memiliki kawan dan saudara yang bergolongan darah AB.
Sekantong darah dihargai Rp500 ribu dan harus dibayar di muka. Si ibu paruh baya itu tak punya uang sebanyak itu. Akhirnya, ia meminta tolong kepada petugas PMI yang sedang berjaga. Dari cerita itulah si calo tersebut bisa dilaporkan.
“Untungnya ibu itu ngomong ke kita. Kita tidak mau gegabah. Ketika ada bukti, tangkap, baru ke polisi. Calo darah itu macam calo SIM di kepolisianlah,” ujar Widjaya.
Widjaya berkata, pembayaran di muka termasuk modus operandi si calo pendonor darah sebagai salah satu taktik meloloskan diri. Sebab, saat di tempat donor darah, hanya pendonor yang boleh masuk. Ketika proses pengetesan gagal, mungkin akibat hemoglobinnya tidak normal atau ada penyakit lain, si calo bisa meloloskan diri. (Hemoglobin/Hb adalah protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh)
Bila hal belakangan itu terjadi, keluarga pasien pun merugi. Ibarat kata: sudah jatuh, tertimpa tangga pula; darah tak dapat, uang pun melayang.
Untuk itu, Widjaya mengimbau agar keluarga pasien yang membutuhkan darah tidak tergiur iming-iming si calo pendonor darah.
Di PMI, jika ada pembayaran, semua dilakukan secara resmi di loket PMI. Jika ada oknum yang melakukan penarikan uang di luar loket, bisa dipastikan oknum tersebut bukanlah petugas resmi PMI, ujar Widjaya.
“Karena belum tentu setiap orang bisa diambil darahnya. Makanya mereka minta di muka. Jadi ketika gagal tes hemoglobin, orangnya kabur, tinggal keluarganya saja yang nangis.”
Rhesus Negatif
Keluarga pasien patut curiga terhadap pendonor yang minta uang sebelum ia mendonorkan darahnya, dan mudah mengklaim bahwa ia memilki golongan darah yang sama dengan kebutuhan pasien. Terlebih jika orang ini gampang mengaku bahwa ia punya golongan darah langka atau sangat langka. Misalnya, punya rhesus negatif. Sebab, mayoritas penduduk di Asia memiliki golongan darah rhesus positif.
Rhesus adalah protein (antigen) pada permukaan sel darah merah. Rhesus negatif artinya sel darah kita tidak punya faktor protein.
Populasi rhesus negatif di Indonesia hanya sekitar 0,13 persen. Jumlah anggota rhesus negatif Indonesia tercatat hanya 1.296 orang, dengan komposisi 567 laki-laki dan 729 perempuan.
Berdasarkan golongan jenis darah, kelompok A rhesus negatif berjumlah 316 orang. Golongan B rhesus negatif berjumlah 345 orang, golongan O rhesus negatif berjumlah 475 orang, dan golongan AB rhesus negatif hanya berjumlah 160 orang.
Loka Widjaya mengatakan, PMI sejauh ini telah memiliki data lengkap para anggota rhesus negatif. Sehingga, jika salah satu anggota kelompok rhesus negatif membutuhkan darah, PMI akan langsung menghubungi anggota lainnya.
“Mereka seperti jaringan. Mana yang paling dekat dengan PMI atau UTD penerima donor, itu yang kami minta mendonor. Jadi, jangan percaya oknum-oknum yang mudah klaim punya darah langka,” ujarnya.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fahri Salam