tirto.id - Raden Saleh dikenal sebagai Bapak Seni Rupa Modern di Indonesia. Beliau merupakan pionir seni rupa modern Indonesia yang keberadaannya merepresentasikan banyak hal. Mulai dari teknik melukis yang khas hingga kisah dan lukisannya yang kerap mengangkat tema nasionalisme.
Sampai saat ini, sudah banyak karya, kisah dan momen beliau yang menginspirasi. Bahkan, nama Raden Saleh diabadikan menjadi nama jalan di daerah bekas rumahnya di Jakarta.
Kehidupan Raden Saleh
Raden Saleh lahir dengan nama Raden Saleh Syarif Bustaman, di Terbaya, Semarang, Jawa Tengah. Beliau lahir pada Mei 1811. Raden Saleh merupakan keturunan keluarga Jawa ningrat. Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesenyang merupakan putri dari dari Sayyid Abdoellah Boestaman. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.
Pada 1867, Raden Saleh menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Yogyakarta bernama Raden Ayu Danudirja dan bertempat tinggal di Bogor. Semasa hidupnya, Raden Saleh banyak melakukan perjalanan ke Eropa untuk belajar sekaligus menjadi pelukis Kerajaan Belanda.
Karya-karya Raden Saleh
Pada masa kejayaannya, Raden Saleh membawa aliran romantisisme. Tersirat dalam setiap lukisan-lukisannya yang bergaya naturalisme. Baik lukisan potret, momen, maupun lanskap, Ia lukiskan dengan sangat detail dan disiplin teknik yang tinggi.
Raden Saleh belajar dari gurunya bernama A. J. Payen dan J. Th. Bik., yang merupakan seorang mahaguru Akademi Senirupa Doomik. Dan dari mahaguru itu pula Raden Saleh dapat masukan untuk mendalami seni lukis dengan belajar ke Eropa.
Dari hasil menimba ilmunya di Eropa, Raden Saleh telah menghasilkan banyak karya yang menjadi inspirasi seni rupa modern di Indonesia. Setelah kembali dari Eropa, sekitar tahun 1851, Raden Saleh terus melahirkan lukisan yang berupa potret, pemandangan, dan momen langka.
Beberapa karya Raden Saleh yang terkenal antara lain:
- Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857)
- Penyerahan Diri Diponegoro (1835)
- Pemandangan Jawa, dengan Harimau yang Mendengarkan Suara Pengembara (1849)
- Enam Pengendara Kuda Mengejar Rusa (1860)
- Perburuan Rusa (1846)
- Sebuah Banjir di Jawa (1865-1875)
- Stasiun Pos Jawa (1876)
- Pemandangan Musim Dingin, 1830
- Kapal Dilanda Badai, 1837
- Forest and Native House (1860)
Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" (1857) merupakan salah satu karya Raden Saleh yang dianggap merepresentasikan semangat proto-nasionalisme. Karya itu adalah rekonstruksi ulang atas lukisan peristiwa yang sama karya J.W. Pieneman.
Dalam lukisan tersebut, Raden Saleh mengguratkan keberpihakan dan simpatinya kepada pihak yang kalah, yaitu Diponegoro. Sikap keberpihakan ini menjadi tengara umum karya-karya seni lukis yang didaku nasionalis dan menjadi identitas bagi lukisan “Indonesia”.
Selain itu, dunia seni lukis di Nusantara kian ramai dengan kedatangan pelukis-pelukis barat ke Hindia Belanda, seperti Adolf, Locatelli, Dezentje, Jan Frank, R. Bonnet, Walter Spies, dan Le Mayeur. Namun, bagi mereka makna Hindia Belanda hanya sekadar entitas geografis belaka. Karya semacam yang punya semangat, seperti "Penangkapan Pangeran Diponegoro" tidak pernah muncul kembali. Antitesis yang baru atas tanah air, baru diwujudkan oleh pelukis-pelukis segenerasi Sudjojono pada dekade 1930-an, yaitu pada masa semangat pergerakan nasional tengah menghebat.
Raden Salah meninggal di hari Minggu, 25 April 1880. Akan tetapi, lukisannya terus memberi inspirasi bagi para pelukis, khususnya bumiputera, seperti Abdullah Suriosubroto, Mas Pirngadi, dan Wakidi.
Editor: Iswara N Raditya