tirto.id - Program pemberian vaksin COVID-19 kepada sebanyak 170 masyarakat di Indonesia perlu mendapat pengawalan yang baik, sejak uji klinis fase 3, produksi hingga distribusi dari Bio Farma, mulai tingkat provinsi sampai puskesmas, termasuk tenaga kesehatan yang memberikan vaksin COVID-19.
Pemerintah sendiri memang telah menetapkan pengadaan Vaksin COVID-19 untuk Indonesia, yakni sebanyak 170 juta jiwa, atau sekitar 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang artinya, Indonesia memerlukan vaksin COVID-19 sebanyak 340 juta dosis dalam kurun waktu setahun.
“Oleh karenanya, program vaksinasi COVID-19 ini harus dikawal sebaik mungkin dari seluruh stakeholder," ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (18/10/2020).
Menurut Honesti, hal itu bertujuan agar program yang sedang dilakukan dapat berjalan sesuai prosedur, dan juga dieksekusi.
"Sehingga nanti masyarakat yakin bahwa vaksin COVID-19 yang akan diberikan kepada masyarakat, sudah sesuai dengan peraturan dari Badan POM yang pada akhirnya bisa menghentikan penyebaran virus Covid-19”, ujarnya saat kegiatan kunjungan Inspeksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) pada hari Jum’at 16 Oktober 2020 ke beberapa site uji klinis fase 3 di Bandung.
Direktur Registrasi Obat Badan POM Riska Andalusia mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada tim peneliti uji klinis fase 3 dan tim Bio Farma, yang sudah menjalankan uji klinis fase 3 sesuai dengan rencana dan time line yang ketat.
“Badan POM sebagai regulator memiliki fungsi tidak hanya melakukan fungsi pengawasan saja, tetapi kami juga berupaya untuk melakukan pendampingan. Kami berharap juga, agar kegiatan uji klinis fase 3 ini, dilaksanakan sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB) dan validitas data dapat dipertanggung jawabkan”, ujar Riska.
Sampai dengan hari ini, kata Riska, tidak ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat atau serius di antara relawan–relawan vaksin COVID-19.
Hasil dari uji klinis ini, dapat menjadi data pendukung bagi Badan POM saat mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 yang akan diajukan oleh Bio Farma pada saat uji klinis fase 3 sudah berakhir.
Nantinya, hasil dari uji klinis fase 3 yang ada di Bandung ini, akan digabungkan dengan hasil uji klinis fase 3 yang ada di negara lain seperti Brazil, Chille, Turki dan Bangladesh.
“Uji klinis fase 3 ini dilakukan multi center study atau dilakukan di banyak tempat. Hal ini berarti uji klinis tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, tetapi juga di empat negara lainnya yaitu Brazil, Chille,Turki dan Bangladesh. Dan hasil dari setiap uji klinis di lima negara tersebut, akan digabungkan dan dijadikan dasar sebagai pemberian izin untuk memproduksi vaksin COVID-19 di kemudian hari”, jelas Riska.
Setelah uji klinis fase 3 selesai, vaksin Covid-19 ini akan diproduksi oleh Bio Farma, dan tentunya dalam proses produksi ini harus memenuhi aspek mutu / kualitas, dan Bio Farma pun tetap akan berada di bawah pengawasan Badan POM untuk pemenuhan perarturan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
“Tiga aspek tadi, Khasiat, kemanan dan mutu, harus dipenuhi oleh Bio Farma, sebagai pendaftar vaksin COVID-19 untuk nanti dinyatakan layak atau tidak oleh Badan POM untuk diproduksi hingga distribusi”, ungkap Riska.
Sementara untuk menjaga dan menjamin kualitas vaksin COVID-19 mulai dari bahan baku dan lainnya, BPOM akan terbang ke Sinovac Cina untuk visit audit proses pengembangan dan produksi vaksin corona di fasilitas Sinovac di Beijing, Cina, termasuk LP POM MUI untuk melaksanakan audit halal.
BPOM juga akan memastikan fasilitas dan proses produksi Vaksin COVID-19 di Bio Farma memenuhi standar CPOB/GMP. Saat ini, uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 masih berjalan di minggu kedua Bulan Oktober 2020 ini.
-----------------------------------
Artikel ini terbit atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB).
Editor: Agung DH