Menuju konten utama

BI Tidak Kaget dengan Pelemahan Rupiah Usai Lebaran 2018

“Jadi tidak usah kaget, karena kami terus berkomitmen untuk melakukan langkah stabilisasi dan BI pun akan selalu berada di pasar.”

BI Tidak Kaget dengan Pelemahan Rupiah Usai Lebaran 2018
Petugas menunjukkan uang dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung di Jakarta, Selasa (24/4/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Nilai tukar mata uang rupiah cenderung mengalami pelemahan setelah libur Lebaran 2018. Pada Jumat (22/6/2018) pagi tadi saja, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta tercatat kembali melemah 6 poin (0,04 persen) menjadi Rp14.108 per dolar AS dibandingkan pada posisi sebelumnya, yakni Rp14.102 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan perkembangan nilai tukar tersebut turut dipengaruhi oleh libur panjang yang ditetapkan pemerintah. Selama periode libur tersebut, Perry mengklaim tekanan global sempat naik sehingga mengakibatkan dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang.

“Jadi tidak usah kaget, karena kami terus berkomitmen untuk melakukan langkah stabilisasi dan BI pun akan selalu berada di pasar,” kata Perry seusai halal bihalal di kantornya, Jakarta pada Jumat (22/6/2018).

Lebih lanjut, Perry mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah yang tercatat melemah 2,3 persen secara year-to-date masih bisa dimaklumi. Perry pun menyebutkan bahwa pelemahan yang dialami rupiah tingkatnya masih lebih baik apabila dibandingkan dengan yang dialami negara-negara berkembang (emerging market) lainnya.

Kendati nilai tukar rupiah masih belum sepenuhnya stabil, Perry meyakini bahwa mayoritas indikator perekonomian Indonesia masih baik. Untuk inflasi misalnya, Perry mengungkapkan tingkat inflasi sampai akhir tahun diprediksi tetap berkisar di angka 3,5-3,6 persen.

“Risiko yang terjadi di pasar keuangan memang masih tinggi. Di RDG (Rapat Dewan Gubernur) mendatang, BI siap melakukan langkah preventif, bisa berupa menaikkan suku bunga dan bisa dalam bentuk relaksasi kebijakan makroprudensial,” jelas Perry.

Sejumlah faktor ditengarai memengaruhi tekanan pada perekonomian global belakangan ini. Beberapa faktor di antaranya seperti kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), rencana penghentian surat utang oleh Bank Sentral Eropa (ECB), perbaikan data ekonomi AS, serta ancaman perang dagang antara AS dengan Cina.

Di tengah gempuran berbagai faktor tersebut, Perry mengaku tetap optimistis apabila nilai mata uang rupiah akan berangsur stabil. “Langkah kebijakan BI akan tetap menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi tetap akan naik, serta dapat memberikan kepercayaan terhadap investor dari dalam dan luar negeri,” ujar Perry.

BI sendiri telah memprediksi dolar AS akan terus menguat hingga akhir 2018. Untuk mengantisipasi hal tersebut, setidaknya sudah ada empat hal yang disiapkan BI.

Keempat hal itu ialah fokus pada kebijakan jangka pendek, menempuh kebijakan lanjutan yang antisipatif, melanjutkan kebijakan intervensi ganda di pasar surat berharga negara (SBN) dan valas, serta mempererat koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah.

Baca juga artikel terkait RUPIAH MELEMAH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yulaika Ramadhani