Menuju konten utama
BI Rate

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,75 Persen

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Mei 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75 persen. Bank Indonesia juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap sebesar 5,5%.

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,75 Persen
Gubernur BI Agus Martowardojo menyampaikan hasil rapat dewan gubernur di Jakarta. Antara Foto/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 6,75 persen. Sementara itu, BI 7-day (Reverse) Repo Rate, yang merupakan suku bunga acuan pengganti BI Rate mulai Agustus nanti, juga dipertahankan pada tingkat 5,5 persen.

"Bank Indonesia memandang bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga, tercermin dari inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran 4 persen + 1 persen, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif stabil," sebut Gubernur BI Agus DW Martowardojo pada hari Kamis (19/5/2016), setelah RDG yang berlangsung selama dua hari sejak Rabu.

Ia menekankan bahwa ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter yang selama ini terbuka akan dapat dimanfaatkan lebih awal apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga.

Keputusan BI tersebut, menurut Agus, didasarkan pada kondisi ekonomi global yang diperkirakan tumbuh lambat pada tahun 2016.

Ia lebih lanjut mengatakan, BI memprediksikan bank sentral Amerika Serikat, The Fed, akan berhati-hati dalam melakukan penyesuaian suku bunga mereka Fed Fund Rate (FFR). Hal tersebut karena BI masih melihat pemulihan ekonomi Amerika Serikat belum solid, yang diindikasikan oleh melemahnya konsumsi dan beberapa indikator ketenagakerjaan, serta masih rendahnya inflasi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa juga masih terbatas dan dibayangi isu Brexit (wacana Inggris untuk keluar dari Uni Eropa), dan perekonomian Jepang juga masih tertekan.

Kondisi tersebut, kata Agus, akan mendorong berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju, termasuk melalui penerapan suku bunga negatif.

"Di sisi lain, ekonomi Cina mulai membaik, meskipun masih berisiko, ditopang oleh sektor konstruksi dan real estate," tambahnya.

Selain itu, kata Agus, BI melihat bahwa harga komoditas ekspor Indonesia, seperti CPO, timah, dan karet, mulai membaik, namun harga minyak dunia diperkirakan tetap rendah karena masih tingginya jumlah pasokan dan permintaan yang lemah.

Agus mengatakan, pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I 2016 lebih rendah dari perkiraan, namun diprediksi membaik pada triwulan-triwulan berikutnya.

Sebagai catatan, pertumbuhan pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 4,92 persen (y-o-y), yang disebabkan oleh terbatasnya pertumbuhan konsumsi Pemerintah dan investasi swasta, di tengah akselerasi pengeluaran belanja modal Pemerintah.

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara