tirto.id - Hingga pekan terakhir Oktober 2016, sebanyak Rp157 triliun dana asing masuk ke pasar modal dan obligasi di dalam negeri (capital inflow). Dana itu tak termasuk penanaman modal asing. Di kuartal IV 2016, potensi dana luar negeri masuk akan semakin besar. Salah satu peyebabnya adalah realisasi dari repatriasi dana program amnesti pajak yang selama ini mengendap di luar negeri.
"Sampai minggu lalu sebesar Rp157 triliun dalam bentuk portfolio, itu tidak termasuk penanaman modal asing. Saham sekitar Rp37 triliun sisanya obligasi pemerintah," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Perkiraan Perry, hingga akhir Desember 2016, dana repatriasi akan menambah Rp100 triliun ke total capital inflow. Perkiraaan angka tersebut dari catatan dana repatriasi di periode pertama amnesti pajak sebesar Rp143 triliun, yang akan disalurkan dengan jangka waktu hingga akhir Desember 2016. "Dari Rp143 triliun yang sudah masuk baru sekitar Rp 40 triliun. Sisanya Rp 100 triliun itu akan masuk dan kami antisipasi di Desember ini," imbuhnya.
Namun, Perry mengakui, gejolak di pasar keuangan global masih membayangi. Jika tidak hati-hati, alih-alih dana masuk, sebaliknya bisa saja dana keluar terjadi. Beberapa potensi gejolak itu antara lain bersumber dari Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat pada 8 November 2016 mendatang dan rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserva.
"Pilpres kami antisipasi tetapi sejauh ini dampaknya terhadap Indonesia, itu tidak besar bahkan sama sekali tidak ada. Itu dalam arti portfolio masih masuk masih masuk, kurs relatif stabil dan cukup baik," katanya sebagaimana dikutip Antara.
Invesment Grade Jadi Perhatian Investor Asing
Sementara itu Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan peringkat layak investasi atau "invesment grade" dari lembaga pemeringkat Standard & Poors (S&P) masih menjadi perhatian investor baik lokal maupun asing. "Saat ini, peringkat invesment grade dari S&P merupakan hal yang critical bagi industri pasar modal domestik. Peringkat investment grade akan mendorong asing masuk ke Indonesia," jelas Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Menurut Tito Sulistio, belum dinaikkannya peringkat Indonesia masih menjadi salah satu penahan bagi beberapa perusahaan manajer investasi dunia untuk masuk ke Indonesia, khususnya saham. "Sebenarnya, sudah tidak ada alasan lagi bagi S&P untuk tidak menyematkan invesment grade, sebab tata kelola fiskal sudah baik, tren defisit anggaran sudah turun dan cadangan devisa mengalami tren kenaikan," imbuhnya.
Tito menambahkan bahwa harapan investor di industri pasar modal terhadap penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-Day Repo Rate) serta perbaikan pengelolaan fiskal Indonesia juga sudah tercapai, sehingga dampaknya akan positif bagi kinerja pasar modal ke depannya.
"Saat ini jarak antara inflasi dan BI 7-Day Repo Rate hanya sekitar satu persen, cukup baik dibandingkan waktu lalu yang jaraknya cukup lebar hingga empat persen. Jarak itu menjadi penting bagi pasar modal," ujarnya.
Tito Sulistio juga mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan beberapa perusahaan tercatat atau emiten di BEI mengunjungi pasar modal Amerika Serikat (AS) guna memperkenalkan pasar modal ke investor global sekaligus mendorong untuk melakukan pencatatan saham ganda (dual listing).
"Dana yang beredar di AS cukup besar, namun hanya sedikit yang masuk ke pasar modal Indonesia. Harus diakui, peringkat kita belum triple B, mungkin itu yang menjadi salah satu alasannya," pungkasnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan