Menuju konten utama

Berkumpul Demi Melawan Malas Berlari

Menemukan komunitas lari kini tak sulit lagi. Coba buka gawai Anda, dan segala informasi soal perkumpulan lari banyak tersaji. Geliat komunitas lari makin pesat beberapa tahun terakhir. Pegiatnya lintas usia dan profesi. Perkembangann aplikasi juga makin memudahkan dan mendorong orang tak malas untuk berolahraga lari.

Berkumpul Demi Melawan Malas Berlari
Peserta melakukan start kelas 10K saat berlangsung lomba lari Borobudur 10K & Half Marathon 2015 di komplek candi Borobudur, Magelang, Jateng, Minggu (15/11). ANTARA FOTO/Anis Efizudin.

tirto.id - "Lari, olahraga yang murah meriah. Tidak pakai sepatu pun bisa lari," kata Agus Harimurti Yudhoyono yang membentuk komunitas lari Garuda Finishers tiga tahun lalu seperti dilansir dari Antara.

Putra sulung SBY itu merupakan salah satu pegiat olahraga lari. Selain Agus, masih banyak orang yang menggagas munculnya komunitas lari. Jumlah yang tertarik olahraga makin banyak dari hari ke hari. Tentu saja ini merupakan hal yang positif mengingat secara biologis, manusia terlahir sebagai biangnya malas.

Dalam sebuah studi Simon Fraser University di Kanada 2015 lalu, terungkap data tentang kemalasan manusia ini. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan, sistem saraf bawah sadar manusia cenderung bekerja mengeluarkan energi seirit mungkin, termasuk untuk aktivitas yang menguras tenaga seperti berlari. Ada sembilan orang sukarelawan yang kedua kakinya masing-masing dipasangkan alat penyanggah khusus, dan melangkah beberapa menit. Hasilnya cukup meyakinkan.

“Dari penelitian ini kami punya dasar secara fisiologis basis dari kemalasan, dengan menunjukkan bahwa saat gerakan seperti berjalan, sistem saraf bawah sadar memonitor pemakaian energi dan secara terus-terusan mengoptimalkan pola gerakan secara konstan dengan energi seirit mungkin,” kata salah satu peneliti, Max Donelan dikutip dari BBC.

Berlari bagi sebagian orang jadi aktivitas yang dihindari karena kemalasan tadi. Padahal lari salah satu olahraga yang bermanfaat bagi kesehatan. Bagaimana caranya agar tak malas lari?

Komunitas Lari

Berkumpul dengan komunitas jadi solusi ampuh bagi Anda yang malas berlari. Ini persis yang digambarkan Agi, anggota komunitas lari Depok Running Buddy (Derby) dan Indo Runners Depok yang mengungkapkan alasannya bergabung dengan komunitas lari. “Sebenarnya kurang lebih alasannya sama. Supaya ada teman lari, kerena kebanyakan orang kalau lari sendiri itu malas,” kata Agi kepada tirto.id, Sabtu (3/9/2016)

Agi termasuk yang beruntung. Selain bisa mengalahkan rasa malasnya lewat komunitas lari, ia termasuk berprestasi. Pengalaman bisa mengelilingi Mount Blanc sambil berlari di ajang bergengsi The Ultra-Trail du Mont Blanc (UTMB) di Perancis beberapa tahun lalu, tak pernah terlupakan dalam hidupnya. Lewat komunitas lah, segala urusan dana bisa digalang, ia hanya tinggal melenggang tanpa keluar biaya.

Punya komunitas lari bisa membantu membunuh rasa kemalasan. Namun, belum menjawab apa yang sebenarnya mendorong seseorang bisa tergila-gila dengan lari. Jawaban menyehatkan badan sudah pasti klise. Bagi sebagian pegiat hobi ini, lari juga sebagai pembuktian diri bisa melakukan hal yang tak semua orang umum bisa lakukan. Jangankan lari marathon 42 km, bagi orang yang tak biasa, berlari 100 meter pun jadi pekerjaan yang menyiksa.

Bagi Reza Puspo dari Indo Runners, sang pendiri komunitas lari terbesar yang sudah ada sejak 2009 ini, berlari jadi obat dari sumpeknya Kota Jakarta seperti kemacetan. Ini lah yang membuat mereka menggelar lari rutin yang bertema Thursday Night Run, setiap Kamis mulai pukul 19.30 malam yang dimulai di FX, Senayan. Ada juga Sunday Morning, setiap hari minggu pada pukul 06.00 pagi.

“Lari juga sebagai salah satu cara saya untuk menghindari kejenuhan terhadap Kota Jakarta yang saya temui setiap hari. Lari bisa memberikan semangat dan kebebasan yang berbeda,” kata Reza Puspo dikutip dari situs indorunners.com.

Selain ragam motivasi, kegiatan lari juga mencakup lintas profesi, tak terkecuali eksekutif perusahaan maupun pengusaha. Pengusaha Sandiaga Uno misalnya, sejak 2007 punya program “Berlari untuk Berbagi”. Sebuah kegiatan yang didedikasikan untuk kegiatan amal. Sandiaga yang juga politisi Gerindra ini sering mengikuti marathon tingkat internasional. April lalu, calon gubernur DKI Jakarta ini juga menggelar "Jakarta Berlari Bersama Sandi Uno" yang diikuti komunitas lari Extraordinary Jakarta Runner (EJR) dan Indo Runners

“Setiap kilometer kita berlari akan memberi manfaat bagi orang banyak. Lebih dari 50 Yayasan terberdayakan dalam 15 lomba marathon kelas dunia,” kata Sandiaga kepada tirto.id.

Lain cerita dengan Feby, sejak tahun lalu bersama rekannya medeklarasikan komunitas “We are Runner” wadah sejawat sesama wartawan. Berkomunitas memang mendorong seseorang bisa termotivasi melawan malas. Namun, selain malas, manusia juga punya sifat jenuh. Komunitas We are Runner yang beranggotakan 10 orang mulai vakum. Kalau sudah begini, perkembangan teknologi bisa jadi solusi.

Aplikasi Lari

Purwanto, seorang pegawai swasta yang bermukim di Depok, harus menghadapi kemacetan parah di kawasan WTC Mangga Dua, Jakarta, saat jam pulang kantor. Keputusannya “membunuh waktu” dengan berlari di kawasan Ancol bersama rekan-rekan kerja jadi solusi.

Rasa malas dan keterbatasan waktu sempat menghinggapinya. Di sisi lain Purwanto tak mau terikat dengan padatnya kegiatan sebuah komunitas lari. Namun, berbagai kegiatan lari dan lomba ia juga ikuti dari yang gratis sampai berbayar. Beberapa bulan lalu Purwanto juga membentuk grup di sebuah aplikasi lari.

Kemunculan aplikasi lari bisa jadi solusi melawan kejenuhan dan keterbatasan berkumpul dengan rekan. Aplikasi seperti Nike+ Running, Google Fit, Get Running, Adidas Train and Run, Couch to 5K by RunDouble, Endomondo, Run with Map My Run, Runkeeper, Runtastic, Strava dan lainnya bertebaran.

Pengguna aplikasi Nike+ Running misalnya, bisa mengintip catatan lari rekan satu grup tanpa perlu kopi darat. Aplikasi semacam ini bisa memotivasi bagi mereka yang mulai malas berlari, karena terpacu dari rekan lain yang mengumpulkan rekor lari lebih tinggi dalam periode tertentu. Teknologi bisa menjawab banyak hal termasuk untuk urusan olahraga lari.

Lari hanyalah satu opsi untuk mengolah raga ini agar tetap fit sebagai mesin yang dipakai setiap hari. Olahraga lari juga jadi cara mengangkat motivasi dan mental agar tak mudah menyerah. Lari memang kegiatan yang mudah, tapi tak semudah bagi Anda yang masih “lari” dari kenyataan dan didikte kemalasan.

Malas berlari? Mulailah menemukan dunia baru di luar sana dengan komunitas lari, atau “berkumpul” via aplikasi yang bisa kapan saja diunduh di gadget Anda. Selamat berlari!

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti