tirto.id - Perang Rusia dan Ukraina sudah berlangsung selama 233 hari. Menurut berita terbaru, Rusia akan mengevakuasi penduduk dari Kherson setelah muncul kekhawatiran kota itu akan menjadi garis depan dalam perang.
The Guardian memberitakan, tentara Ukraina mengaku mendapat keuntungan teritorial di dekat kota Kherson setelah sekutu NATO, termasuk Inggris, mengirim bantuan sistem pertahanan udara ke Ukraina.
Di sisi lain, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrel mengancam Rusia dengan mengatakan: pasukannya akan "dimusnahkan" militer barat kalau Presiden Vladimir Putin memakai senjata nuklir untuk melawan Ukraina.
Situasi Perang Rusia dan Ukraina
Rusia kembali meluncurkan serangan rudal di Kota Mykolaiv, yang letaknya sekitar 60 mil dari Kherson. Serangan itu terjadi di blok apartemen lima lantai yang menewaskan seorang pria berusia 31 tahun dan seorang wanita berusia 80 tahun.
Lima orang lagi di antaranya dilaporkan masih berada di bawah reruntuhan. Gubernur regional Mykolaiv, Vitaliy Kim, mengatakan seorang bocah lelaki berusia 11 tahun ditarik dari puing-puing setelah enam jam dan tim penyelamat sedang mencari tujuh orang lagi.
Seperti disiarkan kantor berita Rusia, TASS, Duta Besar Rusia untuk Austria Dmitry Lyubinsky mengkhawatirkan, bantuan senjata dari Barat untuk Ukraina bisa berakhir di tangan teroris melalui pasar gelap.
"Senjata yang ditujukan untuk Ukraina memasuki pasar gelap secara massal dengan persetujuan negara. Senjata itu bisa berakhir di tangan teroris dan penjahat di berbagai belahan dunia," kata Lyubinsky.
"Ada banyak laporan masuk, termasuk dari Austria, tentang polisi yang menyita senjata ilegal 'asal Ukraina.' Ada risiko terulangnya perang Yugoslavia, ketika seluruh Eropa dibanjiri senjata api yang berasal dari Barat, " kata diplomat tinggi itu.
Lyubinsky mengatakan, Uni Eropa menggunakan setiap kesempatan untuk mendorong permusuhan di kawasan itu. Dalam konteks ini, dia menyebutkan niat Brussel untuk membuat misi pelatihan UE dengan tentara Ukraina.
"Jika upaya ini terwujud, UE akan sepenuhnya terlibat dalam konflik," kata Lubinsky. "Jika akal sehat tidak kembali ke politik Eropa, konsekuensinya tidak dapat diubah," kata duta besar.
Editor: Iswara N Raditya