tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham mencegah Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming ke luar negeri.
"Benar KPK telah mengajukan permohonan cegah ke pihak imigrasi," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (20/6/2022).
Namun demikian, hingga saat ini KPK belum dapat menyampaikan perkara yang membuat politikus PDIP itu dicegah bepergian ke luar negeri. KPK hanya memastikan terus mengebut pengusutan kasus yang menyeret Mardani Maming tersebut. Namun, KPK juga belum mengumumkan secara resmi status Mardani Maming apakah sudah menjadi tersangka atau belum.
"Kami masih terus mengumpulkan dan melengkapi alat bukti dalam kegiatan penyidikan dimaksud," kata Ali Fikri.
Selain Mardani Maming, KPK juga meminta Ditjen Imigrasi mencegah adik Mardani, Rois Sunandar. Pencegahan ke luar negeri terhadap keduanya berlaku selama enam bulan hingga Desember 2022.
Diketahui, Mardani Maming pernah diperiksa tim penyelidik selama sekitar 12 jam pada Kamis (2/6/2022). Pemeriksaan tersebut diduga kasus tersebut terkait dengan dugaan kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Mardani mengaku memberikan informasi terkait permasalahannya dengan pengusaha Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam.
"Saya hadir di sini sebagai pemeriksaan pemberi informasi penyelidikan, tetapi intinya saya hadir di sini, ini permasalahan saya dengan Haji Syamsuddin atau Haji Isam pemilik Jhonlin Group," kata Mardani dilansir dari Antara.
Nama Mardani Maming sempat disebut dalam perkara dugaan korupsi peralihan izin usaha pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang menjerat mantan kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dwidjono kini berstatus sebagai terdakwa dan perkara tersebut masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin.
Mardani membantah dirinya terlibat dalam perkara tersebut saat dia menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Kuasa hukum Mardani, Irfan Adham, dalam keterangannya Senin (11/4), mengatakan pemberitaan sejumlah media yang menyebut kliennya terlibat dalam kasus yang terjadi 10 tahun lalu itu tidak benar dan tidak berdasarkan pada fakta hukum.
"Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono, selaku terdakwa in casu adalah hubungan struktural bupati dan kepala dinas, sehingga bahasa 'memerintahkan' yang dikutip media dari kuasa hukum Bapak Dwidjono harus dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat, termasuk pula permohonan atas IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)," jelas Irfan.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto