Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Vaksin Sinovac Hanya untuk Uji Klinik?

Vaksin Sinovac telah mendapat persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) pertama untuk vaksin COVID-19.

Benarkah Vaksin Sinovac Hanya untuk Uji Klinik?
Header Periksa Fakta IFCN. tirto.id/Quita

tirto.id - Tim periksa fakta Tirto menemukan beberapa unggahan di media sosial yang mengklaim bahwa vaksin CoronaVac, yang diproduksi Sinovac Biotech, perusahaan biofarmasi asal Tiongkok, hanya digunakan untuk “clinical trials” atau hanya untuk uji klinik. Artinya, unggahan ini mengklaim bahwa penggunaan dari vaksin buatan Sinovac selama ini hanyalah untuk tujuan percobaan.

Beberapa unggahan tersebut tersebar di Facebook (tautan), dan Twitter (tautan, tautan). Unggahan di media sosial Facebook misalnya, yang tersebar sejak 11 Maret 2021, merupakan tangkapan layar dari pesan yang sudah tersebar di platform berkirim pesan, WhatsApp, disertai dengan foto dari vaksin buatan Sinovac.

Narasi dari tangkapan layar tersebut menyebutkan bahwa di dalam kemasan luar vaksin buatan Sinovac, ada tulisan "only for clinical trial", sehingga disimpulkan bahwa vaksin tersebut ditujukan untuk "kelinci percobaan". Selain itu, narasi yang beredar juga menyebut bahwa di bagian komposisi dan deskripsi, vaksin itu berasal dari vero cell, atau jaringan kera hijau Afrika yang tidak halal, serta mengandung virus hidup.

Periksa Fakta Klaim Clinical Trial dan Vero Cell

Periksa Fakta Klaim Tidak Tepat 'Clinical Trial' dan 'Vero Cell' Vaksin Sinovac. (Screenshot/Twitter/@farmasiina)

Lantas, benarkah klaim-klaim yang disampaikan? Bagaimana asal-usul dari foto yang tersebar melalui unggahan-unggahan di atas?

Penelusuran Fakta

Kami menelusuri foto vaksin Sinovac dengan kemasan ‘Clinical Trial’, yang disebut pada unggahan tersebut, melalui alat penelusuran gambar TinEye. Alat ini dapat membantu kita untuk mencari kapan pertama kali sebuah foto disebarkan di internet.

Pengecekan melalui TinEye membawa kami pada artikel opini di Washington Post pada 5 Agustus 2020. Setidaknya itulah awal mula foto vaksin Sinovac versi uji klinik tersebar di internet. Artikel Washington Post itu berjudul “FDA commissioner: No matter what, only a safe, effective vaccine will get our approval” yang ditulis oleh Stephen M. Hahn, dokter dan komisaris Badan Pengawas Makanan dan Obat-Obatan (FDA) Amerika Serikat.

Stephen menulis, "Melalui FDA dan lembaga induk kami, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, kami menyadari pentingnya pengembangan vaksin. Kerangka kerja di Amerika Serikat untuk mendukung vaksin COVID-19 sekarang sudah ada. Pengujian sedang berlangsung dan kapasitas produksi berkembang pesat. Tapi mari kita perjelas: upaya pengembangan vaksin harus mematuhi standar yang akan memastikan keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19."

Kemudian, ia melanjutkan di artikel opini tersebut bahwa uji klinik skala besar saat itu sudah dimulai untuk beberapa kandidat vaksin. Data dari uji coba ini, katanya, akan memungkinkan para ilmuwan di FDA untuk menentukan kandidat mana yang memiliki potensi terbesar untuk memberikan perlindungan dari virus, apa kemungkinan efek sampingnya dan berapa lama kekebalan tubuh akibat vaksin akan bertahan.

Sementara itu, foto vaksin Coronavac, atau biasa disebut vaksin Sinovac, yang kembali ramai dibagikan ini merupakan hasil foto jurnalis Associated Press, Eraldo Peres. Menurut keterangan foto Associated Press yang juga ditayangkan di artikel opini Washington Post, foto tersebut menunjukkan tangan Dr. Gustavo Romero, dari University Hospital of Brasilia’s Nucleus of Tropical Medicine, yang memamerkan vaksin eksperimental Sinovac Biotech asal Tiongkok kepada awak media sebelum vaksin itu diberikan kepada sukarelawan di Brazil.

Foto tersebut dipublikasikan AP melalui situs mereka pada 5 Agustus 2020. Sebagai tambahan keterangan, menurut pernyataan dari University Hospital of Brasilia’s Nucleus of Tropical Medicine, 850 sukarelawan, termasuk petugas kesehatan profesional, akan menerima injeksi untuk mempelajari apakah vaksin eksperimental ini berfungsi dengan baik.

Selain itu, juru bicara perusahaan farmasi Bio Farma, yang memproduksi vaksin Sinovac di Indonesia, juga mengonfirmasi pada AFP di artikel tertanggal 24 November 2021, bahwa vaksin Sinovac dengan kemasan dengan tulisan "hanya untuk uji klinik" hanya digunakan dalam uji klinik pada bulan Agustus 2020.

"Adapun pada kemasan vaksin yang sekarang digunakan untuk vaksinasi, sudah tidak terdapat tulisan itu lagi," kata Iwan Setiawan, kepala komunikasi Bio Farma.

Lebih lanjut, vaksin Sinovac telah mendapat persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) pertama untuk vaksin COVID-19. Langkah ini diambil oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 11 Januari 2021. Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyampaikan bahwa penerapan EUA ini dilakukan oleh otoritas regulator obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi COVID-19 ini.

Otorisasi penggunaan ini juga didasarkan pada hasil uji klinik vaksin buatan Sinovac di Indonesia, Brazil, dan Turki. Uji klinik di Bandung saat itu menunjukkan bahwa efikasi CoronaVac mencapai 65,3 persen, sementara di Turki 91 persen dan Brazil 78 persen. Penemuan ini artinya menunjukkan bahwa Sinovac memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk bisa mendapatkan izin EUA, dengan tingkat efikasi minimal 50 persen.

Indonesia sendiri memulai program vaksinasi untuk COVID-19 pada tanggal 13 Januari 2021 dengan menggunakan vaksin buatan Sinovac, yang permulaannya ditandai dengan pemberian vaksinasi pada Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, klaim selanjutnya bahwa vaksin Sinovac berasal dari vero cell, yang berasal dari jaringan kera hijau Afrika, juga kurang tepat. Hal ini sebab vero cell, atau sel vero, hanya digunakan sebagai media kultur untuk media kembang dan tumbuh virus, menurut pernyataan resmi Juru Bicara Vaksin COVID-19 Bio Farma Bambang Herianto pada 3 Januari 2021, yang dimuat di situs Kementerian Kesehatan.

Bambang menambahkan, media kultur hanya digunakan untuk proses perbanyakan virus sebagai bahan baku vaksin. Jika tidak mempergunakan media kultur, maka virus akan mati sehingga tidak dapat digunakan untuk pembuatan vaksin.

Setelah mendapatkan jumlah virus yang cukup, virus akan dipisahkan dari media pertumbuhan, sehingga sel vero tidak akan ikut terbawa ke proses akhir pembuatan vaksin.

“Dengan demikian, pada produk akhir vaksin, sudah dapat dipastikan tidak akan lagi mengandung sel vero tersebut,” jelas Bambang.

Vaksin COVID-19 buatan Sinovac yang digunakan untuk publik mengandung virus yang sudah dimatikan (atau inactivated virus) dan tidak mengandung sama sekali virus hidup atau yang dilemahkan. Ini merupakan metode paling umum dalam pembuatan vaksin.

Lebih lanjut terkait bahan baku vaksin Sinovac dapat dilihat melalui situs WHO berikut ini.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa klaim bahwa vaksin Sinovac yang digunakan untuk program vaksinasi publik ditujukan untuk uji klinik dan berasal dari jaringan kera hijau Afrika bersifat tidak tepat (false & misleading). Vaksin Sinovac yang memiliki tanda "clinical trial" hanya digunakan pada uji klinik bulan Agustus 2020, sementara sel vero hanya digunakan sebagai media kultur untuk media kembang dan tumbuh virus dan tidak terbawa ke proses akhir pembuatan vaksin.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Farida Susanty