tirto.id - Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto menyebut bahwa pihaknya belum memberikan rekomendasi dana hibah sebesar Rp367 miliar untuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DKI Jakarta. Padahal, hibah ratusan miliar tersebut telah disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018.
Kendati demikian, kata dia, proposalnya telah diajukan PGRI sebelum penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yakni tanggal 24 Februari 2017.
"Proposal sudah, tapi [soal rekomendasi] kepastian calon penerima harus pasti dan jelas melalui verifikasi," ujar Bowo saat dihubungi Tirto, Senin (4/12/2017).
Jika mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2013 tentang Tata Cara atau Mekanisme Pengusulan Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan; hal tersebut jelas menyalahi aturan.
Sebab, setelah proposal hibah diserahkan, Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait – dalam hal ini Dinas Pendidikan – harus melakukan pengecekan kesesuaian usul dengan fakta di lapangan.
Organisasi yang mengajukan usulan hibah juga harus menyertakan paling sedikit latar belakang, maksud dan tujuan, rincian rencana kegiatan, dan rincian rencana penggunaan hibah dalam proposalnya.
Jika sesuai, barulah usulan hibah tersebut yang direkomendasikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk masuk ke dalam APBD.
Selain Pergub, ada pula pasal 4 ayat 1 (a) dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa salah satu syarat pemberian hibah harus memenuhi kriteria dan peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan.
Bowo sendiri mengaku tak mengerti bagaimana anggaran itu bisa ada dalam RKPD 2018. Menurutnya, yang baru dilakukan Dinas Pendidikan hanyalah mengurangi jumlah besaran hibah yang diajukan oleh PGRI.
Dalam proposal yang diajukan, awalnya PGRI memohonkan dana hibah untuk insentif dan biaya operasional guru swasta se-Jakarta yang diperkirakan berjumlah 61.216 guru. Rinciannya, uang insentif untuk satu orang guru sebesar Rp1 juta per bulan, sementara uang operasional sebesar Rp10 ribu untuk satu tahun.
Namun, hibah untuk operasional guru dicoret oleh Dinas Pendidikan dan uang insentif dikurangi dari Rp1 juta menjadi Rp500 ribu. Alasan pengurangan tersebut, kata Bowo, "karena kemampuan anggaran daerah."
Data yang Tidak Jelas
Jika dilihat dari proses pengajuan serta jumlahnya yang melesat tajam dari tahun 2017, yakni hanya Rp27,9 miliar, alokasi hibah PGRI itu termasuk mata anggaran yang ganjil.
Pasalnya, jumlah 61.216 guru yang menjadi penerima hanya merupakan perkiraan dan tidak didasari oleh data yang jelas.
Jika dibandingkan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dimiliki Dinas Pendidikan Jakarta, jumlah guru yang diajukan PGRI lebih sedikit yakni 64.412 guru (tidak termasuk guru TK).
Ketika dikonfirmasi, Sekertaris PGRI DKI Jakarta Adi Dasmin mengakui bahwa data yang diajukan dalam proposal pengajuan hibah hanyalah perkiraan yang berdasarkan jumlah guru swasta di Dapodik Dinas Pendidikan Jakarta dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Karena itu lah, sebut dia, PGRI tidak memuat rincian nama guru yang akan menerima intensif dari hibah.
Menurut Bowo Irianto, jumlah penerima itu akan diverifikasi kembali sambil menunggu kelengkapan data penerima dari PGRI.
"Jumlah calon penerima akan diverifikasi. Tentu di luar guru bantu yang sudah lulus [sertifikasi]. Kan guru bantu yang sudah lulus, sudah diangkat CPNS," ujarnya.
Jika dari hasil verifikasi ternyata anggaran hibah yang telah ada kelebihan, "ya dikembalikan ke kas daerah," kata Bowo.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari