tirto.id - Sejumlah nasabah Jouska Finansial Indonesia kini sedang resah. Alih-alih memanen keuntungan setelah menggunakan jasa Jouska, mereka malah merugi. Ketidakpahaman mereka tentang investasi dijadikan celah.
Para klien tersebut awalnya menghubungi Jouska untuk mendapatkan pencerahan tentang investasi. Mereka tergiur dengan apiknya Jouska mengemas pengetahuan tentang investasi di media sosial: gaul, mudah dipahami, dan sangat milenial.
Inilah yang dialami L, seorang klien yang awalnya terpikat karena konten-konten di media sosial Jouska. “Postingan mereka sangat relevan,” kata L kepada reporter Tirto.
Harapannya, mereka dibimbing oleh Jouska sehingga bisa pandai mengelola investasinya. Sayangnya, harapan itu tidak berbuah manis. Oleh Jouska, klien-klien tersebut dirujuk ke manajer investasi yang masih terafiliasi yakni PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta investa Indonesia. Menurut penuturan korban-korban Jouska kepada reporter Tirto, mereka tidak pernah melakukan transaksi langsung atas portofolionya.
“Jadi dia (Jouska) eksekusi investasi, tapi konsekuensi ada pada kami,” kata L.
Kasus nasabah Jouska ini memberi pelajaran tentang pentingnya memilah peran seorang perencana keuangan dan manajer investasi. Juga tentang pentingnya memeriksa keabsahan sertifikat perencana keuangan dan juga legalitas manajer investasi.
Para perencana keuangan Jouska diketahui tidak lagi memiliki sertifikat yang legal dari dua lembaga yang menaungi para perencana keuangan: IAFRC Indonesia dan FPSB Indonesia. Pimpinan IAFRC dan FPSB sama-sama menegaskan bahwa dalam pangkalan data mereka tidak ada nama-nama konsultan dari Jouska. Ada yang sempat mendapatkan sertifikat, tetapi sudah kedaluwarsa dan belum diperpanjang.
Memilih Perencana Keuangan
Budi Hikmat, Chief Economist & Director for Investment Strategy Bahana TCW Investment, mengatakan financial planner (FP) sangat dibutuhkan dalam pengelolaan investasi. Namun, dalam penggunaan FP, harus diperhatikan masalah kecakapan, mekanik, kontrol, dan juga legalitasnya.
“FP itu sangat dibutuhkan: untuk mencegah tuwir (tua) sebelum tajir (kaya),” kata Budi Hikmat kepada reporter Tirto.
Sementara Chairman dan President IARFC Indonesia Aidil Akbar Madjid menyarankan agar tidak memilih sembarang FP, tapi yang sudah memiliki rekam jejak baik dan berpengalaman.
“Orang keuangan yang punya track record panjang cenderung akan menjaga nama baik mereka karena membangun track record panjang itu sulit dan butuh kepercayaan lama dari nasabah, dan juga dipercaya oleh media,” jelas Aidil.
Kalaupun menggunakan perencana keuangan yang baru, Aidil menyarankan agar diperiksa terlebih dahulu legalitas sertifikasinya. “Cross check ke asosiasi seperti IARFC untuk memastikan apakah benar orang ini bersertifikat dan masih aktif,” ujarnya.
Di Indonesia, sertifikasi FP dikeluarkan oleh LSP FPSB Indonesia dan IAFRC Indonesia. LSP FPSB atau Lembaga Sertifikasi Profesi FPSB Indonesia merupakan penyelenggara program sertifikasi “Certified Financial Planner [CFP]” dan “Registered Financial Planner (RFP)”. Sementara IAFRC Indonesia memberikan sertifikasi “Registered Financial Associate (RFA)”, Registered Financial Consultant (RFC)”, dan Registered Islamic Financial Associate (RIFA)”.
Ketua Financial Planning Standards Board FPSB Tri Djoko Santoso mengatakan para perencana keuangan yang mengantongi sertifikat pasti ada di database lembaganya. Sebelum mendapatkan sertifikat itu, seorang perencana keuangan harus terlebih dulu lulus dari ujian kompetensi. Sebelumnya, mereka harus mengikuti pendidikannya terlebih dulu. Dalam praktiknya, perencana keuangan itu juga harus memenuhi standar praktik dan etika.
”Sama seperti dokter, juga ada standar praktik perencanaan keuangan,” katanya kepada reporter Tirto.
Sayangnya, belum ada regulator resmi yang menaungi profesi perencana keuangan hingga saat ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mengatur profesi perencana keuangan. Dalam kasus Jouska, Satgas Waspada Investasi (SWI) bergerak setelah adanya laporan terkait pelanggaran investasi, bukan karena pelanggaran profesi perencana keuangan itu sendiri.
SWI meminta kegiatan Jouska yang menyerupai manajer investasi dihentikan. OJK juga masih memberi kesempatan Jouska untuk tetap hidup, asalkan mengurus izin sesuai dengan kegiatan perusahaan.
Beda Peran Manajer Investasi
Peran seorang perencana keuangan jelas berbeda dengan seorang manajer investasi. Jika perencana keuangan belum memiliki payung hukum, tidak demikian dengan manajer investasi dan penasihat investasi. Profesi ini diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Dalam pasal 1 UU 8/95 disebutkan bahwa Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara Penasihat Investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Seperti diketahui, untuk bisa berinvestasi saham maupun obligasi di pasar modal, harus melalui perantara Perusahaan Efek. Perusahaan Efek adalah pihak yang telah mendapatkan izin dari OJK untuk melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek, dan Manajer Investasi.
Perusahaan Efek di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yakni Perusahaan Sekuritas dan Manajer Investasi. Khusus untuk Manajer Investasi, lingkup kegiatan usahanya adalah mengelola portofolio efek nasabah tertentu berdasarkan perjanjian pengelolaan dana yang bersifat bilateral dan individual yang disusun sesuai peraturan Pengawas Pasar Modal. Kedua, melakukan pengelolaan portofolio investasi kolektif untuk kepentingan sekelompok nasabah melalui wadah produk-produk yang diatur dalam peraturan Pengawas Pasar Modal. Ketiga, kegiatan lainnya yang sesuai dengan ketentuan Pengawas Pasar Modal.
Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan yang mengelola dana harus memeriksa izinnya. “Apakah dia punya izin manajer investasi, itu perlu perhatian masyarakat,” jelasnya. Tongam menegaskan, sebuah lembaga yang mengeksekusi, mengelola dana nasabah, harus mendapatkan izin OJK.
Masyarakat bisa mengecek legalitas sebuah manajer investasi di sini. Tanpa legalitas dari OJK, maka disebut kegiatannya adalah pengumpulan dana masyarakat ilegal. OJK juga sudah membuat daftar-daftar investasi ilegal, bisa dicek di sini.
Cerdas Berinvestasi
Memeriksa legalitas dari manajer investasi yang akan digunakan adalah hal yang mutlak. Setelah mempelajari legalitas, maka yang harus dilakukan seseorang yang akan memulai investasi adalah mempelajari terlebih apa dan bagaimana investasi, termasuk tujuan dari investasi.
Dari tujuan investasi itulah kita kemudian bisa menentukan apa saja instrumen investasi yang tepat. Seperti diketahui, instrumen investasi di pasar modal banyak ragamnya seperti obligasi, saham, reksa dana. Reksa Dana dikelola oleh manajer investasi, dan dijual oleh bank juga. Sementara saham ditransaksikan di sekuritas. Untuk investor pemula, reksa dana atau obligasi ritel merupakan pilihan terbaik.
Setelah menetapkan instrumen investasi, jangan lupa untuk selalu memeriksa portofolio secara berkala. Kenali dengan baik investasi-investasi kita. Jangan malas untuk mengecek pergerakan investasi kita. Ini penting untuk mencegah kerugian yang terlalu dalam, seperti kasus jatuhnya harga saham LUCK milik klien Jouska.
Budi Hikmat mengatakan, saat pertama kali berinvestasi, seharusnya jangan hanya keuntungan yang dipikirkan. “Bukan return on capital, tapi return of capital. [Dana] pokoknya balik, cuan (untung) nyaman, likuid,” sarannya.
Selain tidak boleh kehilangan dana pokok, Budi juga mengingatkan agar tidak terlalu percaya dengan iming-iming imbal hasil tinggi. “Never trust too good to be true return,” jelasnya.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti