tirto.id - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio telah menyampaikan pandangannya mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Menurut Tito, penerapan dari Perppu tersebut di pasar modal baiknya hanya dilakukan kepada investor asing. Sementara bagi investor lokal, dapat dilakukan berdasarkan permintaan.
“Definisi daripada keterbukaan adalah untuk foreign. Kenapa peraturan ini berlaku untuk semua ya? Karena buat saya, lakukan buat foreign aja dong. Apalagi kita masih ada tax amnesty juga yang belum kering (implementasinya). Itu yang jadi pertanyaan saya,” ujar Tito sebelum rapat di Gedung Parlemen, Jakarta pada Selasa (18/7/2017) sore.
Lebih lanjut, Tito sempat mempertanyakan kriteria yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap pasar modal. “Kalau perbankan laporin (berdasarkan minimum), kalau pasar modal semua. Padahal kita ada sejuta investor lebih, ada yang cuma Rp 100 ribu-an (menabung sahamnya). Apa harus dilaporin juga?” ucap Tito.
“Kalaupun harus dilaporkan, pakai harga apa? Kalau amnesti kan pakai harga beli. Terus kalau berubah bagaimana?” tambah Tito.
Adapun Tito juga menyoroti soal pihak-pihak mana saja yang memiliki kewenangan untuk membuka data nasabah di sektor pasar modal. “UU Pasar Modal (Nomor 8 Tahun 1995) Pasal 47-49 mengatakan hanya boleh Kapolda sama Kejaksaan Tinggi, kalau bisa yang setingkat Dirjen. Tapi ini hal teknis saja,” kata Tito lagi.
Kendati demikian, Tito mengatakan pemerintah tetap harus menjalankan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 karena sudah terikat komitmen AEOI (Automatic Exchange of Information) dengan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development). “Kita sudah tandatangani (perjanjiannya) pada 2015, dan akan memulainya pada September 2018,” ujar Tito.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Friderica Widyasari Dewi yang juga hadir dalam rapat tersebut turut memberikan pandangannya. Menurut Friderica, DJP perlu menjelaskan secara rinci terkait teknis penyerahan data nasabah pasar modal.
Friderica pun lantas mencontohkan KSEI yang tidak memiliki seluruh data sebagaimana telah diatur dalam Perppu. “Karena kami tidak ada Know Your Customer (KYC). Poin-poin yang diminta, seperti data penghasilan itu kami juga tidak punya,” ungkap Friderica.
“Sehingga jangan sampai laporannya menjadi tumpang tindih. Kalau perusahaan efek sudah lapor, lantas perusahaan manajer investasi juga lapor, akan jadi tumpang tindih,” kata Friderica lagi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri