tirto.id - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto mendapat giliran pertama menyampaikan visi-misinya dalam debat capres ke-4 yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam (30/3/2019). Dalam paparannya, Prabowo menyinggung soal pertahanan dan keamanan di era pemerintahan Jokowi-JK yang lemah.
“Di bidang pertahanan keamanan kita terlalu lemah, anggaran kita terlalu kecil. Ini akan kita perbaiki,” kata Prabowo menyinggung Jokowi sebagai calon petahana.
Karena itu, Prabowo menegaskan jika dirinya terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2019 yang akan digelar pada 17 April nanti, maka ia akan menaikkan anggaran pertahanan dan keamanan ini.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran pertahanan sebenarnya mengalami kenaikan setiap tahunnya. Misalnya, pada 2014, realisasi anggaran pertahanan tercatat Rp86,11 triliun, naik menjadi Rp105,91 triliun pada 2015.
Pada 2016, realisasi anggaran pertahanan memang turun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu Rp98,07 triliun. Namun, anggaran ini kembali naik pada 2017 menjadi Rp117,51 triliun. Sementara anggaran pertahanan pada 2018 mencapai Rp107,58 triliun (berdasarkan data outlook Kemenkeu).
Berbeda dengan Jokowi. Capres petahana ini justru lebih menyoroti soal peningkatan sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, pengembangan kualitas SDM TNI sangat diperlukan di era teknologi informasi ini.
“Terutama dalam hal penguasaan teknologi persenjataan dan cyber. Karena ke depan perangnya adalah perang teknologi. Oleh sebab itu, pembangunan alutsista sangat diperlukan,” kata Jokowi menegaskan.
Jokowi menambahkan “kalau kita belum mampu, kita bisa melakukan join produksi dengan negara-negara lain,” kata Jokowi menegaskan.
Debat ke-4 Capres 2019 ini mengangkat tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta politik luar negeri. Debat ini dipandu Zulfikar Naghi dan Retno Pinasti sebagai moderator.
Sementara panelis dalam debat kali ini antara lain: Prof DR Zakiyuddin, M.Ag (Direktur Pascasarjana IAIN Salatiga), Dr Erwan Agus Purwanto M Si (Dekan Fisip Universitas Gadjah Mada), Dr J Haryatmoko SJ (akademisi/ pengajar fakultas teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), dan Dr Valina Singka Subekti M Si (akademisi/ pengajar Departemen Ilmu Politik, Fisip UI).
Panelis lainnya adalah Dadang Tri Sasongko (Sekjen Transparency International Indonesia), Al Araf (Direktur Eksekutif Imparsial), Drs I Basis Eko Soesilo MA (akademisi/ pengajar HI Fisip Unair dan Direktur Centre for Strategic and Global Studies/CSGS), Dr Ir Apolo Safanpo ST MT (Rektor Universitas Cenderawasih), dan Dr Kusnanto Anggoro (akademisi/ pengajar Fisip UI).
Editor: Abdul Aziz