tirto.id - Terkait dicabutnya izin edar suplemen makanan Viostin DS dan Enzyplex, peredaran Viostin DS di beberapa apotek di Yogyakarta dan sekitarnya sudah dihentikan. Namun Enzyplex masih bisa ditemukan di beberapa apotek dan toko obat.
Menurut Rosi, karyawan Apotek Kimia Farma di Jalan Raya Tajem, Maguwoharjo menjelaskan Viostin DS sudah tidak dijual sejak sebulan lalu. Alasan Viostin DS dicabut dari peredaran karena mengandung DNA babi.
“Viostin DS sudah ditarik. Sekitar satu bulan, sejak awal tahun ini,” ujar Rosi saat dihubungi Tirto, Rabu (31/1/2018).
Soal penarikan izin edar Viostin DS ini juga dibenarkan oleh salah satu karyawan Apotek K24 Ambarrukmo yang enggan disebut namanya.
“Viostin DS sudah ditarik semua jadi sudah nggak ada, karena memang sudah ada instruksi untuk dicabut. Kalau dicabutnya sih baru sebulanan ini, alasannya karena mengandung bahan yang dilarang, meski nggak tahu itu info benar apa nggak,” ujar perempuan berusia 30-an saat dihubungi Tirto.
Sedangkan Enzyplex, menurut Rosi, masih beredar dan dijual di apotek sekitar Jalan Raya Tajem, Maguwoharjo ini. “Kalau Enzyplex hanya beberapa bets sebab dalam satu kota ada beberapa jenis Enzyplex. Yang kami tarik hanya yang mengandung bahan yang dilarang oleh BPOM. Enzyplex lainnya masih kami jual,” jelas Rosi.
Hal itu dibenarkan oleh karyawan Apotek K24. “Kalau Enzyplex belum dicabut,” tambahnya saat dihubungi Tirto.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menarik peredaran Viostin DS dan Enzyplex di pasaran sekaligus menghentikan produksi kedua produk tersebut. Hal ini menyusul hasil pengujian sampel uji rujuk dua produk itu yang terbukti positif mengandung DNA babi.
Viostin DS sejenis suplemen kesehatan tulang produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar SD051523771. Obat khusus ini ditujukan untuk orang yang memiliki masalah pada tulang terutama karena adanya pengeroposan tulang dan daerah persendian.
Sementara suplemen lambung Enzyplex diproduksi oleh Medifarma Laboratories dengan nomor DBL7214704016A1. Izin kedua produk sejak 2016 itu akhirnya dicabut.
"Badan POM RI telah menginstruksikan PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan/atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut," terang Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, Rabu (31/1/2018).
BPOM menyatakan, berdasarkan hasil pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran dan pengujian terhadap sampel obat, ditemukan bahwa kedua produk terbukti positif mengandung DNA babi.
Menurut aturan Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal seharusnya pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang mengandung unsur haram menurut syariat. Namun kedua produk ini tidak mencantumkan kandungan DNA babi dalam komposisi produknya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri