tirto.id - Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia membebaskan narapidana dan anak sekitar 30.000 orang. Tujuannya, untuk mengantisipasi penularan virus COVID-19 pada warga binaan.
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan hal tersebut guna mengurangi kapasitas lapas yang berlebihan.
"Ini masih kewenangan Menteri. Dengan jumlah 271.000 lebih napi dan tahanan, berkurang 30.000-an masih overkapasitas," ujarnya saat dihubungi, Rabu (1/4/2020).
Yasonna mendaku sedang mencari cara untuk mengatasi kondisi lapas yang kelebihan kapasitas tersebut.
"Kami sedang mengkaji perubahan PP, untuk menambah jumlah yang memperoleh Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan assimilasi. Sedang kami simulasi dan hitung," ujarnya.
Untuk diketahui, Keputusan membebaskan para narapidana dan anak tertuang dalam Kepmen Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.
Dalam kepmen yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Senin (30/3/2020), diterangkan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan diterbitkannya kebijakan tersebut.
Salah satunya, lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), dan rumah tahanan negara merupakan institusi tertutup dengan tingkat hunian tinggi dan rentan terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.
Dengan telah ditetapkannya COVID-19 sebagai bencana nasional nonalam, dinilai perlu untuk melakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan dengan cara pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi.
Langkah asimilasi dan integrasi narapidana dan napi anak ini akan diberlakukan di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara dari penyebaran COVID-19, sebagaimana tertulis dan kepmen tersebut.
Ada sejumlah ketentuan dan syarat bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020.
Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider dan bukan warga negara asing. Selanjutnya, asimilasi dilaksanakan di rumah, serta surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.
Ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas), yakni narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidana, serta anak yang telah menjalani setengah masa pidana. Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Untuk bimbingan dan pengawasan asimilasi dan integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan. Selain itu, laporan bimbingan dan pengawasan dilakukan secara daring.
Dalam kepmen itu juga disebutkan bahwa Kepala lapas, kepala LPKA, kepala rutan, dan kepala bapas menyampaikan laporan pelaksanaan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak kepada Dirjen Pemasyarakatan melalui kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
Kepala divisi pemasyarakatan melakukan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan keputusan menteri ini dan melaporkannya kepada Dirjen Pemasyarakatan.
Kepmen ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan dilakukan perbaikan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri