tirto.id - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menilai, opsi diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) merupakan jalan keluar tercepat untuk mengatasi masalah membludaknya jumlah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada Pemilu 2019.
Menurut Bagja, sah-sah saja bila seorang presiden mengeluarkan Perppu dengan melihat situasi dan kondisi negara saat akan menguarkan Perppu tersebut.
"Kalau paling cepat ya Perppu. Apakah dilarang presiden [keluarkan Perppu]? Enggak lah. Presiden itu kepala negara, punya kewajiban dan teliti, hati-hati dalam memandang negara ini," ujar Bagja saat dihubungi, Senin (25/2/2019).
Namun, Bagja juga mewanti-wanti kepada Presiden Joko Widodo dalam mengeluarkan Perppu terkait masalah kepemiluan. Hal ini karena Jokowi juga berposisi sebagai calon presiden yang akan mengikuti kontestasi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Selain melalui Perppu, penyelesaian masalah kurangnya surat suara akibat banyaknya jumlah DPTb memang bisa melalui uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Masyarakat bisa melakukan uji materi terhadap Pasal 344 ayat 2 UU Pemilu. Pasal itu mengatur jumlah surat suara yang dicetak KPU hanya sesuai jumlah DPT ditambah 2 persen.
Meski begitu, kata Bagja, Bawaslu menyangsikan proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berjalan dengan cepat, sebelum hari pencoblosan yakni 17 April 2019.
"Kalau judicial review itu adalah upaya yang terakhir. Kalau bisa ya dilakukan dengan Perppu," jelas Bagja.
Berdasarkan pendataan KPU hingga 17 Februari 2019 lalu, jumlah DPTb sebanyak 275.923 pemilih. Jumlah ini tersebar di 87.483 TPS yang ada di 30.118 desa/kelurahan, 5.027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota.
Banyaknya jumlah DPTb ini ternyata banyak yang menumpuk di salah satu daerah, sementara surat suara cadangan di setiap TPS hanya dialokasikan sebanyak dua persen.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno