tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur hari ini memanggil La Nyalla Mattalitti untuk meminta penjelasan mengenai pernyataannya bahwa dia diminta satu partai politik menyiapkan miliaran rupiah untuk mengikuti proses pencalonan peserta pemilihan kepala daerah.
"Hari ini kami memanggil Pak La Nyalla untuk klarifikasi," kata Komisioner Bawaslu Jawa Timur, Aang Kunaifi ketika dikonfirmasi di Surabaya, Senin (15/1/2018), seperti diberitakan dari Antara.
Pemanggilan La Nyalla, yang menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, tertuang dalam surat bernomor: 011/K.JI/PM.01.01/1/2018 tertanggal 12 Januari 2018 yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Jawa Timur Moh. Amin.
Bawaslu RI menyatakan akan mengambil sikap dan tindakan setelah proses klarifikasi Bawaslu Jawa Timur, termasuk untuk memutuskan apakah perlu memanggil dan memintai keterangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
La Nyalla, sebagai kader Gerindra, sebelumnya mengaku dimintai uang Rp40 miliar oleh Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, untuk membiayai "uang saksi" terkait pencalonan sebagai cagub Jatim 2018.
Menurut La Nyalla, pemberian uang itu juga menjadi syarat mendapat rekomendasi Gerindra untuk mengikuti pemilihan kepala daerah di Jawa Timur.
Mantan Ketua Umum PSSI itu mengatakan bahwa kalau dia tidak menyerahkan uang yang diminta sebelum 20 Desember 2017 maka dia tidak akan mendapat rekomendasi Gerindra untuk mengikuti Pilkada Jatim 2018.
Bawaslu juga akan mendalami dugaan mahar politik dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kepada mantan Ketua PSSI La Nyalla Mahmud Mattaliti dalam Pilgub Jawa Timur 2018.
Komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, Bawaslu Jawa Timur akan mengklarifikasi tentang kebenaran mahar politik hingga Rp40 miliar itu. "Kami juga sepertinya akan memanggil Pak Prabowo untuk menjelaskan secara terang masalah ini," kata Rahmat di Cikini, Jakarta, Sabtu (13/1/2018).
Menurut dia, apabila mahar politik itu terbukti benar, maka Partai Gerindra bisa dikenakan pelanggaran Undang-Undang 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 47 ayat 3. Dan jika pelanggaran itu bisa dibuktikan dan inkracht, maka pasangan calon bisa di diskualifikasi. Kemudian, pihak yang dikenakan pidana dilarang ikut berpartisipasi dalam Pilkada di tahun berikutnya.
Prabowo dan Modal Politik
Dari penelusuran Tirto, dalam acara halal bihalal dan silaturahmi nasional di Pondok Pesantren Al–Ishlah, Bondowoso, pada 23 Juli 2017, Prabowo mengatakan bahwa soal modal adalah aspek pertama yang selalu ia tanyakan pada siapa pun yang ingin maju lewat Gerindra.
"Kalau ada yang mau nyalon gubernur, datang ke saya, apa pertanyaan pertama yang saya kasih ke dia? Ente punya uang enggak. Saya tidak tanya anda lulusan mana, prestasinya apa, pernah nulis buku apa? yang saya tanya ente punya uang berapa?," katanya.
Di sana Prabowo memang mengaku sedih karena banyak "orang pintar dan berakhlak" yang ingin maju tapi tidak punya modal. "Banyak kolega saya di TNI. Jenderal yang tidak korupsi ya tidak punya uang," katanya, disambut gelak tawa dari hadirin.
Prabowo kemudian mengatakan bahwa untuk maju jadi gubernur, modal yang dibutuhkan mencapai ratusan miliar.
"Kalau untuk jadi gubernur minimal Rp300 miliar. Itu paket hemat. Untung kita di Jakarta kemarin ya adalah Sandi [Sandiaga Uno] punya duit dikit lah. Tapi ada berapa orang kayak Sandi?" katanya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri