Menuju konten utama

Bartholomew Roberts: Bajak Laut Tersukses di Zaman Emas Perompakan

Selama karier singkatnya sebagai bajak laut, Bartholomew Roberts disebut telah merampok 400-an kapal. Riwayatnya tamat di tangan Kapten Challoner Ogle.

Bartholomew Roberts: Bajak Laut Tersukses di Zaman Emas Perompakan
Ilustrasi Bendera Bajak Laut. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada masa saat negara-negara imperial macam Inggris, Spanyol, Belanda, Portugal, dan Prancis berebut kuasa dan tanah jajahan, deretan kelompok bajak laut juga mencoba meraih kesuksesannya masing-masing. Mereka kemudian benar-benar berjaya selama abad ke-17 dan ke-18. Menjadikan masa itu dikenang sebagai The Golden Age of Piracy.

Kala itu, perairan Karibia menjadi titik paling riuh, tempat para begundal itu mencari nama. Mereka membangun entitas yang disebut Republik Perompak, meski dibayangi ancaman dari kekuatan-kekuatan imperial Eropa. Di pulau-pulau dengan pasir putih, cuaca tropis, dan laut warna turkis itu, kesuksesan bisa dibagi lagi ke dalam berbagai jenisnya.

Bagi bajak laut seperti “Calico Jack” Rackham, kesuksesan berarti menaklukkan kapal-kapal kecil dan membawa kabur Anne Bonny. Sedangkan untuk “Pangeran Bajak Laut” Samuel Bellamy, tolok ukurnya lain lagi: membajak kapal budak Whydah yang membuatnya memuncaki klasemen bajak laut terkaya sepanjang sejarah.

Jika parameter kesuksesan itu dihitung dari seberapa banyak kapal yang berhasil dtaklukkan, tidak banyak yang pantas meraih predikat bajak laut tersukses. Nama Sir Henry Morgan alias Kapten Morgan yang termasyhur mungkin bisa dikedepankan. Selebihnya, tak banyak yang bisa menyaingi bajak laut bernama Bartholomew Roberts. Kendati hanya menempati peringkat lima dalam jajaran perompak terkaya, Roberts membajak lebih dari 400 kapal dalam kariernya.

Dia tercatat lahir di Wales pada 17 Mei 1682 dengan nama John Roberts. Dia disebut sudah melaut sejak umur 13 tahun. Roberts muda tumbuh menjadi pemuda berpostur tinggi dan kulit menggelap terbakar matahari—yang membuatnya dijuluki Black Barty.

Namun, kisahnya sebagai bajak lautnya baru dimulai pada 1719, kala umurnya telah menginjak 37 tahun. Saat itu, Roberts menjabat posisi second mate di atas kapal pengangkut budak yang dikapteni Abraham Plumb. Ketika sedang tertambat di Anomabu, Ghana, kapal itu dibajak kelompok bajak laut Howell Davis yang juga berasal dari Wales.

Roberts dan beberapa awak lantas direkrut ke dalam kru bajak laut itu. Seturut buku A General History of the Robberies and Murders of the Most Notorious Pyrates (1724) karya Captain Charles Johnson, Roberts dihadapkan pada pilihan antara kerja rodi di kapal budak atau kesenangan dan kebebasan di kapal bajak laut. Maka dia pun memutuskan, "Hidup yang bahagia dan singkat akan menjadi mottoku."

Mark Cartwright dalam tulisannya di World History Encyclopedia menyebut pada saat inilah, Robert mengganti nama depan Kristennya menjadi Bartholomew—dengan sapaan Barty. Itu dia maksudkan untuk mempersulit pihak berwenang menelusuri identitasnya.

Berkat kemampuan navigasi dan kedekatan asal-usulnya dengan sang kapten, karier Barty segera menanjak. Tatkala Kapten Davis tewas di tangan orang-orang Portugis di Príncipe, para kru lantas memilih Barty sebagai kapten baru. Itu terjadi hanya sejarak enam bulan sejak dia bergabung di kelompok itu.

Kapten dan Pirate Code

Aksi pertama Barty sebagai kapten adalah membalaskan kematian mantan kaptennya di Príncipe. Di kegelapan malam, Barty bersama para krunya membantai para laki-laki di pulau kecil di Teluk Guinea itu sekaligus membawa kabur harta sebanyak yang bisa mereka angkut.

Kapten Barty dan krunya kemudian menyeberangi Atlantik. Selama setahun (Juli 1719-Mei 1720), kelompok Kapten Barty meneror kawasan Brazil sebelum kemudian kembali ke Karibia. Dalam pelayaran itu mereka membajak sebuah kapal bernama Fortune dan menjadikannya sebagai kapal utamanya.

Dalam pelayaran itu pula Barty menerapkan Pirate Codeseperangkat peraturan yang harus dipatuhi seluruh krunya. Ada 11 poin dalam Pirate Code versi Kapten Barty, dua di antaranya: melarang perjudian di atas kapal dan musisi boleh beristirahat pada hari Sabat. Lain itu, sumpah diambil seraya Alkitab dijunjung di tangan.

Selepas petualangan di perairan Amerika bagian tengah dan selatan, Barty dan krunya berlayar ke utara, menuju Newfoundland di Kanada. Selama nyaris setahun (Juni 1720-April 1721) berlayar di utara, mereka kembali ke Karibia dengan mengangkut harta rampasan yang konon digondol dari 400-an kapal.

Pada 21 Juni 1720, awak Fortune menyerang Pelabuhan Trepassey. Di sana, mereka menemukan 22 kapal dagang dan 150 kapal nelayan yang kesemuanya kosong. Kapal-kapal itu ditinggalkan begitu saja oleh kapten dan krunya lantaran ketakutan melihat bendera hitam yang dikibarkan armada bajak laut Barty.

Bulan berikutnya, Barty dan krunya membajak sembilan kapal Perancis. Salah satu kapal rampasan itu lantas dipersenjatai 26 meriam dan Barty menjadikannya kapal komando baru. Dia juga menamainya Good Fortune. Lalu pada 25 Oktober, di laut sekitar St. Lucia, armada Barty membajak 15 kapal Prancis dan Inggris dalam tiga hari.

Kinerja menakutkan itu datang dari kepercayaan para awak pada keberanian Barty. Keengganan merompak satu-dua kapal bisa berarti cap "pengecut", seperti yang pernah menimpa kapten-kapten seperti Charles Vane dan Benjamin Hornigold.

Tercatat hanya ada satu kali pemberontakan dalam kru Barty. Itu terjadi pada 1720 kala Letnan Walter Kennedy membawa kabur dua kapal yang ia tangkap. Selebihnya, kru percaya kesuksesan akan terus datang selama mereka berada di bawah komando Kapten Black Barty.

Good Fortune kemudian diperbaiki dan dinamai Royal Fortune—nama yang kelak digunakan untuk beberapa kapal utamanya yang lain. Salah satu Royal Fortune itu berkekuatan 42 meriam (bahkan ada yang bilang 52 meriam), menjadikannya salah satu kapal perompak paling perkasa di Karibia.

Usai sukses ulang alik menggasak Newfoundland-Karibia, Barty mengarahkan armadanya menuju lautan Afrika bagian barat. Di sanalah, jalan hidupnya berubah dua tahun kemudian.

Infografik Bartholomew Roberts

Infografik Bartholomew Roberts. tirto.id/Sabit

Afrika: Akhir Petualangan Black Barty

"Dia selalu berpakaian merah, yang bisa saja untuk menyamarkan darah dalam pertempuran dan menunjukkan bahwa dia tidak peduli," ujar Terry Breverton, penulis The Pirate Handbook: A Dictionary of Pirate Terms & Places. Meski punya reputasi menakutkan di luar, Barty justru disebut sebagai seorang Kristen taat. Dia konon hanya mau minum teh, alih-alih minuman beralkohol.

Dalam hal memperlakukan tahanannya, Black Barty disebut tak sekejam bajak laut Edward Low dan Kapten Vane. Tapi, dia juga tidak lantas bisa disebut sebaik Samuel Bellamy atau mantan kaptennya sendiri, Howell Davis. Dia kadang membagikan harta kepada para kapten taklukan yang kooperatif, tapi juga tidak segan memusnahkan mereka yang enggan bekerja sama.

Pada Januari 1722, misalnya, ketika menuju Ouidah, Benin—salah satu titik penting dalam masa Perdagangan Budak, Barty menyerahkan kembali kapal bajakannya kepada kaptennya masing-masing usai tebusan dibayarkan. Namun, bagi kapten atau pemilik kapal yang menolak persayaratan itu, Barty memerintah awaknya membakar kapal yang juga mengangkut sekitar 80 budak Afrika.

Petualangan Kapten Black Barty akhirnya pungkas pada 10 Februari 1722 di perairan sekitar Cape Lopez, Teluk Guinea. Dia jadi buruan Kapten Challoner Ogle dari Royal Navy dengan kapalnya HMS Swallow selama berbulan-bulan.

Royal Fortune ketiban apes kala badai tropis menghantam dan mengacaukan navigasinya. Padahal, ia tengah dipepet oleh HMS Swallow. Badai itu rupanya justru membawa keuntungan bagi HMS Swallow. Grapeshot (sejenis amunisi) dari meriam kapal pimpinan Ogle itu melesat menerjang leher Barty.

Itulah momen tamatnya riwayat Bartholomew Roberts. Dia mati persis di puncak kesuksesannya sebagai bajak laut. Sesuai wasiatnya semasa hidup, para awak melempar jasadnya ke laut bersama seluruh senjata dan perhiasannya. Dia menolak mati digantung, dan berkat wasiat macam itu, jasadnya tak pernah ditemukan. Sungguh kematian yang epik.

Sebanyak 268 awak Barty lantas ditangkap seusai Kapten Ogle memenangkan pertarungan atas kru tanpa kapten itu. Kru Barty juga diisi oleh para mantan budak, baik yang dibebaskan dari kapal budak maupun pelarian dari perkebunan kolonial. Kapten Ogle lalu menangkap lagi 77 budak Afrika dari kru Barty dan mengembalikan mereka ke perbudakan. Sementara itu, ada 52 awak Barty yang digantung di depan Kastil Cape Coast—tercatat sebagai eksekusi publik terbesar terhadap bajak laut.

Kematian Bartholomew Roberts dianggap sebagai salah satu penanda berakhirnya zaman keemasan pembajakan. Atas keberhasilannya menumpas armada bajak laut Black Barty, Kerajaan Inggris menganugerahkan titel knighthood kepada Kapten Challoner Ogle. Dia adalah satu-satunya perwira Royal Navy yang mendapatkan titel itu karena aksinya menumpas pembajakan.

Warisan

Menurut Mark Cartwright, Bartholomew Roberts amat suka pada pakaian dan aksesoris warna merah. Ketika beraksi, dia memakai setelan berwarna merah yang mencolok. Topinya pun dihiasi bulu berwarna merah. Lain itu, kalung emas dan salip berlian juga jadi cirinya.

Karenanya, orang-orang Perancis menjulukinya Le Jolie Rogue—atau Jolly Roger dalam penyebutan populer. Menurut Cartwaright, Roberts juga memakai julukan itu untuk menamai bendera bajak lautnya. Namun, teori lain menyebut bahwa jolly roger tidaklah spesifik berkait dengan bendera atau persona Roberts. Alih-alih, ia adalah nama generik untuk menyebut bendera bajak laut.

Untuk urusan simbol kelompok bajak lautnya, Barty juga dikenal punya gaya yang eksentrik. Dia tercatat menggunakan beberapa desain jolly roger yang berbeda. Di satu bendera, dia memakai gambar dirinya sendiri dan kerangka manusia (menyimbolkan kematian) tengah memegang jam pasir.

Simbolnya yang paling intimidatif mungkin berupa ilustrasi dirinya tengah memegang pedang api seraya berdiri di atas dua tengkorak manusia. Di bawah masing-masing tengkorak itu tertera tulisan "ABH" dan "AMH". Tulisan-tulisan itu adalah singkatan dari A Barbadian Head dan A Matiniquan Head.

Tulisan itu adalah simbol perselisihannya dengan gubernur Barbados dan Martinique. Salah satu Gubernur Martinique bahkan disebut angkat usia setelah digantung Barty di kapalnya sendiri.

Walau bisa dibilang tak sepopuler William Kidd atau Edward Teach alias Blackbeard, Bartholomew Roberts dirayakan dengan meriah dalam kisah-kisah nonfiksi maupun kisah-kisah fiktif romantisasi bajak laut.

Dia menjadi salah satu kapten bajak laut sungguhan yang disebutkan dalam Treasure Island karya Robert Louis Stevenson. Karya itu kelak jadi inspirasi dari banyak penggambaran perompak maupun kisah-kisah petualangan. Namanya juga muncul dalam waralaba populer seperti film Pirates of the Caribbean dan gim video Assassin's Creed.

Dalam manga populer One Piece, namanya jadi inspirasi untuk karakter Bartholomew Kuma yang kerap membawa Alkitab. Cerita-cerita dan penggambaran yang terush hidup, bermula dari satu sosok yang memilih hidup dengan penuh kebebasan, meskipun singkat, alih-alih bekerja keras dan tak dibayar dengan layak.

Baca juga artikel terkait PEROMPAK atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi