tirto.id - Polisi sedang menyelidiki dugaan jual-beli data kependudukan di media sosial. Data yang dijual berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK), hal itu rentan disalahgunakan.
"Masih dianalisis oleh Tim Siber tentang info tersebut," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, ketika dihubungi Tirto, Senin (29/7/2019).
Pernyataan itu diperkuat oleh Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengaku, pihaknya tengah menyelidiki perkara itu.
"Masih dalam penyelidikan, mohon waktu," ujar dia, hari ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, ada sejumlah pihak yang 'memulung' data pribadi yang tercecer di internet. Kadang juga masyarakat membagikan sendiri data kependudukannya di dunia maya. Data kependudukan tak hanya disimpan oleh pihaknya.
Zudan menyatakan, ada empat pihak lain yang juga diduga menyimpan data pribadi seperti bank, fintech, hotel atau rumah sakit ketika masyarakat berurusan dengan lembaga-lembaga itu. Perusahaan layanan internet seperti Google dan Facebook juga menyimpan data pribadi masyarakat.
"Polisi harus bergerak, yang ada di Facebook itu dapat dari mana? Sebab ada empat tempat data berada," kata Zudan.
Ia berpendapat, jika mengetik 'KTP Elektronik' di kolom pencarian gambar Google, maka akan muncul 8.750.000 gambar KTP elektronik dalam 0,46 detik. Hal serupa ada jika mengetik 'Kartu Keluarga', akan muncul 38.700.000 hasil dalam 0,56 detik.
Berdasarkan Undang-undang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, pihak yang menyebarkan data kependudukan terancam hukuman penjara dua tahun. Sementara dalam Peraturan Pemerintah yang jadi turunan undang-undang itu mengatur denda Rp10 miliar bagi yang menyebar data kependudukan.
Zudan memastikan, data KTP Elektronik yang diperjualbelikan di Facebook bukan berasal dari pihaknya, ia menjamin data kependudukan yang ada di jajarannya aman.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno