Menuju konten utama

Barang Nyangkut Habis Operasi: Antara Insiden dan Kelalaian

Kasus tertinggalnya benda asing di dalam tubuh saat operasi jamak ditemui. Berpotensi melanggar hukum.

Barang Nyangkut Habis Operasi: Antara Insiden dan Kelalaian
Hasil X-ray Glenford Turner menunjukkan pisau bedah bersarang di antara kandung kemih dan rektum. Pisau bedah tersebut diduga tertinggal 4 tahun lalu ketika Turner menjalani operasi prostat pada tahun 2013. FOTO/Faxon Law Group

tirto.id - Sunti Suprapti, perempuan 24 tahun asal Tambakromo, Blora, Jawa Tengah, terpaksa menjalani pembedahan usai operasi persalinan normal. Menurut pemberitaan Kompas, terdapat patahan jarum yang tertinggal di alat kelamin Sunti usai dioperasi di salah satu puskesmas setempat.

Seperti yang dituturkan Nurul Sujidah, kakak kandung Sunti, pada Maret lalu Sunti menjalani persalinan di Puskesmas Cepu. Selepas rampung, bidan lalu menjahit luka robekan di area vital Sunti.

“Entah bagaimana bisa, jarum yang digunakan bidan itu patah. Dikiranya, patahan jarum jatuh ke lantai. Bidan kemudian meminta jarum lagi kepada petugas lainnya untuk melanjutkan proses menjahit,” ucapnya.

Tiga hari usai melahirkan, Sunti datang ke Puskesmas Cepu untuk kontrol serta memastikan bahwa memang tidak ada yang tertinggal dalam tubuhnya. Pihak puskesmas lantas merujuknya ke klinik laboratorium kesehatan, Patra Medica, guna mengetahui hal tersebut.

Hasil pemeriksaan Patra Medica menunjukkan terdapat patahan jarum sepanjang 3 sentimeter yang tertinggal di area vital Sunti. Dari situ, Sunti akhirnya mesti menjalani operasi lagi di Rumah Sakit Umum Cepu.

Kepala Puskesmas Cepu, Puji Basuki, tidak menampik bahwa memang terdapat benda asing yang tertinggal di tubuh Sunti. Namun, menurutnya, jarum yang tertinggal itu tidak patah melainkan “utuh dan terlepas.” Basuki menambahkan bahwa kejadian yang menimpa Sunti wajar adanya.

“Jadi, tidak ada pembiaran di rumah sakit. Langsung ada penanganan. Kami awasi pasien selama 40 hari usai persalinan. Prosedurnya memang begitu. Semua dalam koridor persetujuan,” jelasnya. “Tidak ada masalah dan kasus ini selesai.”

Kelalaian Petugas Medis?

"Saya kira hal itu [tertinggalnya benda asing di tubuh pasca-operasi] jarang terjadi," ujar Budi Wiweko, dokter kandungan sekaligus Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat FKUI kepada Tirto. "Tapi, keadaan semacam itu tetap bisa saja terjadi."

Empat tahun silam, Uzlifatun Jannah, warga Tambaksari, Surabaya, mendapati hal serupa; dua kain kasa tertinggal di dalam area vitalnya usai operasi sesar di RS Anwar Medika, Sidoarjo. Sama seperti Sunti, penanganan tim medis terhadap Uzlifatun dilakukan secara normal—termasuk menjahit jalan lahir yang sempat robek—dan lancar.

Selepas diperbolehkan meninggalkan rumah sakit, Uzlifatun mulai merasakakan nyeri pada organ vitalnya. Mulanya, ia mengira nyeri tersebut merupakan efek usai melahirkan. Tapi, semakin hari, rasa nyeri itu makin menjadi-jadi. Ditambah lagi, bau busuk keluar dari area vitalnya.

Uzlifatun kemudian pergi ke salah satu bidan di Buduran. Pemeriksaan bidan, seperti diwartakan Detik, memperlihatkan jahitan pada jalan lahirnya kembali robek dan di dalamnya terdapat dua kain kasa berbentuk bulat yang tertinggal. Faktor itulah yang disinyalir jadi sebab Uzlifatun kesakitan.

Dari Sidoarjo, kasus sama bergulir sampai Yordania pada 2015 lalu. Benda yang tertinggal lebih ganjil lagi: telepon genggam.

Hanan Mahmoud baru saja selesai menjalani operasi sesar di salah satu rumah sakit swasta di Amman. Namun, entah bagaimana caranya, ponsel dokter kandungan yang menangani operasi tersebut jatuh dan masuk ke perut Hanan tanpa disadari.

Ihwal benda asing di tubuh Hanan pertama diketahui oleh sang ibu. Mengutip Gulf News, sang ibu melihat perutnya bergetar tak lama usai ia keluar dari rumah sakit. Adanya benda asing membuat Hanan kesakitan. Hanan lalu dibawa ke rumah sakit Al Bashir. Setelah diperiksa, dokter rumah sakit tersebut memutuskan untuk mengoperasi Hanan dan mengangkat ponsel di dalam perutnya.

Kasus Hanan sampai ke telinga para anggota parlemen. Mereka menuntut pemerintah menindaklanjuti kasus itu serta mengambil keputusan untuk rumah sakit bersangkutan. Sedangkan Departemen Kesehatan Yordania, yang diwakili juru bicaranya, Hatem Al Azrae, menyebut kasus Hanan “tidak berdasar dan dibuat-buat.”

Tak hanya saat terjadi saat proses kelahiran saja, tertinggalnya benda asing dalam tubuh juga terjadi ketika operasi bedah lainnya. Di Amerika, misalnya, pisau bedah tertinggal selama empat tahun di dalam tubuh veteran Angkatan Darat asal Connecticut, Glenford Turner.

Keberadaan pisau bedah tersebut diketahui bermula saat Turner mengeluhkan perutnya yang dihujam rasa sakit. Berdasarkan hasil rontgen, benda asing di dalam tubuh Turner berada di antara kandung kemih dan rektum. Turner pun menjalani operasi pembedahan yang memakan waktu sekitar lima jam.

Berkenaan dengan insiden itu, Turner menuntut rumah sakit Administrasi Veteran karena dianggap lalai yang menyebabkan benda asing tertinggal dalam tubuhnya. Di rumah sakit ini, mengutip Boston Globe, Turner menjalani operasi prostat pada 2013.

Kasus tertinggalnya benda asing pasca-operasi di Amerika bisa dibilang cukup banyak. Laporan organisasi pengawas medis, The Joint Commision (PDF), menyebutkan bahwa sejak 2005 sampai 2012, muncul 772 kasus benda asing yang tertinggal dalam tubuh pasien. Sebanyak 95 persennya berakhir dengan perawatan dan sisanya berujung kematian. Di antara benda asing tersebut adalah jarum, spons, hingga handuk.

“Benda asing yang tertinggal usai operasi merupakan masalah yang jamak dijumpai, tapi sebetulnya bisa dicegah,” ujar dr. Ana Pujols McKee, kepala petugas medis dari Joint Commision seperti dikutip CBS News.

Dalam “Risk Factors for Retained Instruments and Sponges after Surgery” (2003) yang terbit di The New England Journal of Medicine, Atul Gawande dkk menyatakan risiko tertinggalnya benda asing dalam tubuh setelah operasi akan meningkat secara signifikan dalam kondisi darurat. Alasannya, catat mereka, dalam keadaan darurat sangat berpotensi terjadi perubahan rencana hingga faktor indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi.

Bagi Yassin Yanuar, dokter kandungan yang praktik di RS Pondok Indah, masuknya benda asing bisa dihindari jika SOP ditaati dan ada kerja sama yang baik antara tim dokter dan perawat agar prosedur operasi berjalan lancar.

"Setiap prosedur medis pasti ada SOP-nya untuk keamanan pasien, di antaranya dengan melakukan penghitungan instrumen, kain kassa, atau bahan-bahan lain yang digunakan sebelum dan setelah tindakan medis," jelasnya saat dihubungi Tirto.

Ia menegaskan tiap tindakan medis pasti mengandung resiko. Mencari kesalahan petugas medis apabila muncul hal-hal yang tidak diinginkan bukanlah solusi.

"Solusinya adalah pelayanan yang baik terhadap pasien manakala terjadi situasi di luar ekspektasi," pungkasnya.

Berpotensi Melanggar Hukum

Di Indonesia sendiri, sesuai amanat Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Pasal 1 ayat 14), pihak yang berwenang menentukan benar atau tidaknya tindakan dokter hingga menjatuhkan sanksi atas kesalahan yang dilakukan dokter ialah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDI).

Masalah antara pasien dan dokter muncul akibat kesalahan atau kelalaian yang menimbulkan malpraktik dan merugikan pasien. Seorang dokter bisa dikategorikan keliru jika melakukan tindakan yang tidak sesuai kesepakatan yang wajib dilaksanakan, jika terlambat atau tidak sempurna mengambil tindakan, atau melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan.

Infografik Benda asing sisa operasi

Dalam perkembangannya, masalah yang melibatkan pasien dan dokter kerap menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak berpendapat, dokter tidak bisa dihukum atas kesalahannya karena dalam undang-undang bidang kesehatan tak ada satu pasal pun yang menyebut tenaga kesehatan bisa dipidana karena kelalaiannya. Sementara pihak lain beranggapan, kelalaian pekerja kesehatan—lebih-lebih yang menyebabkan kerugian bagi pasien—dapat dituntut secara hukum.

Terlepas dari perdebatan yang masih berkembang hingga hari ini, bukan berarti pasien—terutama dalam kasus Sunti dan Izlufatun—tidak bisa melayangkan tuntutan kepada dokter. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain mediasi dan melapor ke MDKI. Jika kedua langkah tersebut tidak membuahkan hasil, pasien bisa menuntut secara pidana maupun perdata di pengadilan.

Dalam hukum perdata kesalahan dokter yang menimbulkan malpraktik bisa digugat dengan Pasal 1365 KUH Perdata: melakukan perbuatan melawan hukum atau onrechtsmatige daad. Sedangkan kelalaian dokter yang menimbulkan luka dan kematian dapat dituntut dengan Pasal 360 ayat (1) serta Pasal 359 KUHP (ancaman pidana penjara paling lama lima tahun).

Wahyu Wiriadinata dari Balai Pendidikan dan Latihan Kejaksaan Agung dalam “Dokter, Pasien, dan Malpraktik” (PDF) menyatakan apabila ada benda asing tertinggal dalam tubuh pasien usai menjalani operasi, maka, benda asing itu jadi fakta secara tidak langsung (sesuai doktrin res ipsa loquitor) yang dapat membuktikan kesalahan dokter.

Namun, agar tak terjadi hal-hal yang diinginkan, sudah semestinya semua pihak bertindak hati-hati. Kita semua paham, menjadi dokter itu pekerjaan yang berat. Tetapi, akan lebih berat lagi jika dokter tidak bekerja dengan teliti, waspada, dan menjunjung tinggi etika sehingga merugikan pasien.

Baca juga artikel terkait DOKTER atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Faisal Irfani
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf