tirto.id - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan masyarakat tidak perlu resah dengan keterlibtan bank asing dalam menghimpun dana Amnesti Pajak (Tax Amnesty), sebab keberadaan bank-bank asing tersebut bertujuan untuk memudahkan layanan Wajib Pajak (WP) yang mengikutsertakan dirinya dalam program tersebut.
"Justru kita ingin memanfaatkan bank asing untuk kepentingan nasional dan untuk pelayanan kepada Wajib Pajak yang sudah terlanjur menyimpan dananya di bank asing sehingga mereka lebih dimudahkan untuk ikut Tax Amnesty," kata Misbakhun saat ditemui di Gedung DPR MPR Jakarta, Senin, (25/7/2016)
Misbakhun menjelaskan, bank asing tidak memiliki kepentingan menguasai dana repatriasi Wajib Pajak (WP) yang selama ini dihimpun di luar negeri.
Ia mengatakan selama ini banyak nasabah atau WP yang sebelumnya menghimpun dana di bank asing sehingga keberadaan bank asing dalam program ini sangat dibutuhkan untuk memudahkan pengembalian dana ke bank serupa yang memiliki cabang di Indonesia nasabah dapat tetap mempertahankan investasi mereka.
Dengan demikian, dana repatriasi tetap dalam pengelolaan sistem keuangan Negara dan WP merasa terlayani setelah mereka mengikuti Amnesti Pajak.
"Bank asing ini hanya sebagai sarana pembayaran saja. Yang memanfaatkan dana itu tetap negara melalui sistem perbankan Indonesia," ujar politisi asal Partai Golkar tersebut.
Adapun Kementerian Keuangan menyatakan sebanyak 18 bank setuju menjadi bank persepsi yang menampung dana repatriasi modal dari hasil program amnesti pajak.
Bank persepsi tersebut, antara lain Bank Central Asia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Danamon, Bank Permata, Maybank Indonesia, Bank Pan Indonesia, CIMB Niaga dan Bank UOB Indonesia.
Selain itu, Citibank, DBS Indonesia, Standard Chartered, Deutsche Bank, Bank Mega, BPD Jawa Barat dan Banten, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Hanya HSBC yang belum memastikan kesediaan untuk menjadi bank persepsi.
Dana yang masuk tersebut bisa disalurkan ke berbagai instrumen investasi yang telah disiapkan pemerintah maupun sektor swasta, seperti Surat Berharga Negara (SBN), obligasi BUMN, reksadana, deposito, giro, termasuk sektor riil seperti properti, paling lama selama tiga tahun.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh