Menuju konten utama

Bandara KL Aman dari Bahan Kimia Pasca Insiden Kim Jong-nam

Pihak Kepolisian sempat melakukan Operasi Bersama untuk memastikan wujud bahan kimia toksin atau bahan berbahaya lain, setelah terjadinya kasus dugaan pembunuhan pria bernama Kim Chol yang diduga kuat adalah Kim Jong-nam yang merupakan kakak tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un pada 13 Februari 2013 lalu.

Bandara KL Aman dari Bahan Kimia Pasca Insiden Kim Jong-nam
Kim Jong Nam. Foto/Alchetron

tirto.id - Kepala Polisi Selangor, Dato Sri Abdul Samah Mat, menyampaikan pernyataannya pada Minggu (26/2/2017) bahwa tak ada pencemaran bahan kimia toksin atau bahan berbahaya di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA 2) sehingga aman dikunjungi banyak orang.

Sebelumnya pihak Kepolisian sempat melakukan Operasi Bersama untuk memastikan wujud bahan kimia toksin atau bahan berbahaya lain, setelah terjadinya kasus dugaan pembunuhan pria bernama Kim Chol yang diduga kuat adalah Kim Jong-nam yang merupakan kakak tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un pada 13 Februari 2013 lalu.

Menurut laporan Antara, Operasi Bersama tersebut dilaksanakan oleh Pasukan Chemical Biological Radilogical Nuclear Explosive (CBRNe) Polis Diraja Malaysia (PDRM), Pasukan HAZMAT, CBRNe Bomba dan Penyelamat Malaysia serta Pasukan Atomic Energy Licensing Board (AELB) Malaysia.

Mereka juga mengundang media untuk melihat langsung operasi itu, hampir 70 media, baik asing maupun lokal ikut bersama enam wakil media terpilih menyertai dan diberi kesempatan meliput operasi tersebut secara lebih dekat.

Operasi dilaksanakan mulai pukul 01.45 dan berakhir pada jam 02.45 waktu setempat, atau sejam lebih awal dari Waktu Indonesia Barat (WIB).

Dato Sri Abdul Samah Mat setelah selesai operasi menegaskan bahwa tidak ada bahan kimia toksik atau bahan berbahaya di KLIA 2, dan tidak ada pencemaran bahan berbahaya sehingga KLIA 2 aman dikunjungi.

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar mengatakan salah satu dari dua tersangka pembunuh Kim Jong-nam terkena dampak dari bahan kimia dengan menggunakan racun saraf yang sangat berbahaya, nama racun tersebut adalah VX.

"Dia muntah-muntah," kata Abu Bakar, Jumat (24/2) saat menjawab pertanyaan terkait dengan gejala perempuan terkena racun VX, yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai senjata pembunuh massal.

Meski demikian, Kepala polisi itu tidak memberi penjelasan rincian lebih lanjut, termasuk nama tersangka yang terimbas racun tersebut.

Kim Jong-nam meninggal setelah diserang dua perempuan di bandar udara internasional Kuala Lumpur pada 13 Februari. Kedua perempuan itu adalah Siti Aisyah (25) berkebangsaan Indonesia dan Doan Thi Huong (28) warga Vietnam, yang diketahui menyemprotkan bahan kimia ke wajah kakak tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un ini.

Mereka diketahui menggunakan bahan beracun VX untuk disemprotkan Kim Jong-nam di bandara sibuk Kuala Lumpur. Akibat peristiwa itu, korban bernama Kim Jong-nam itu meninggal sebelum naik pesawat.

Polisi menahan kedua perempuan yang menjadi tersangka dan pekan lalu juga menahan seorang pria Korea Utara serta memburu warga Korea Utara lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, termasuk seorang diplomat di Kedutaan Besar negeri itu Kuala Lumpur.

Kain untuk menyeka mata dan wajah warga Korea Utara itu diperiksa oleh Badan Kimia Malaysia yang membuktikan adanya kandungan racun saraf VX atau S-2 Diisprophylaminoethyl methyphosphonothiolate.

"Bahan lain masih dalam pemeriksaan," kata Khalid Abu Bakar dalam pernyataan berdasarkan laporan dari satuan pengulas senjata kimia, Pemerintah Malaysia.

Polisi juga menyelidiki apakah bahan kimia yang dipercaya sebagai racun saraf paling mematikan di dunia itu dibawa masuk atau diproduksi di negara tersebut.

Sebelumnya, Khalid mengatakan bahwa kedua perempuan yang diupah untuk melakukan serangan itu sempat mencuci tangan sebelum melarikan diri dari bandar udara itu.

Baca juga artikel terkait PEMBUNUHAN KIM JONG NAM atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto