tirto.id -
"Seharusnya para pimpinan lembaga memberikan ketenangan kepada masyarakat di tengah isu panasnya situasi politik yang ada," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018).
Bamsoet pun membandingkan kelakuan pimpinan dua lembaga itu dengan DPR. Menurutnya, DPR selama ini selalu berusaha tidak menampilkan gejolak di publik yang bisa mengganggu jalannya pemerintahan dan persiapan Pemilu 2019.
Padahal, menurut Bamsoet, DPR terdiri dari 10 fraksi dan 561 anggota yang memiliki pandangan dan kepentingan politik berbeda. Hal yang menurutnya seharusnya lebih sulit untuk bersikap satu suara, tapi terbukti bisa tidak gaduh ke publik.
"Nah ndilalah, kami menyayangkan di pemerintahan sendiri terjadi beda pendapat terbuka. Lebih arif diselesaikan di kamar tertutup buka-bukaan data, keluar bersikap satu suara," kata Bamsoet.
"Kalau di DPR saja kondusif ya harusnya di pemerintah lebih kondusif lagi," kata Bamsoet.
Polemik antara Kemendag dan Bulog terjadi setelah Mendag Enggartiasto pada 18 September lalu menyatakan kekurangan gudang Bulog dan membengkaknya biaya sewa untuk itu bukan urusan pemerintah.
"Itu kan sudah diputuskan di rakor Menko jadi urusan Bulog. Jadi nggak tahu saya, bukan urusan kita," jelas dia di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Pernyataan itu kemudian ditanggapi Buwas yang menyatakan Kemendag tidak bisa lepas tangan. "Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi itu samakan pendapat, jadi kalau keluhkan fakta gudang saya bahkan menyewa gudang itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, matamu! Itu kita kan sama-sama negara," papar dia di Perum Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri