tirto.id - Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, berhasil meraih gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) hanya dalam waktu 20 bulan. Gelar doktor yang diterima Bahlil dalam waktu singkat membuat publik mempertanyakan isi disertasinya.
Merangkap jabatan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil baru saja menyelesaikan sidang terbuka untuk promosi doktor. Agenda itu disiapkan Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI, pada Rabu (16/10/2024).
Pengadaan sidang tersebut memberikan gelar doktor kepada Bahlil. Tak tanggung-tanggung, UI memutuskan bahwa Bahlil meraih gelar doktornya dengan pujian alias cumlaude.
Bahlil menjalankan studi untuk program doktor di UI mulai 13 Februari 2023. Ia mendapatkan gelar doktor di hari yang sama dengan sidang disertasinya pada Rabu. Ini artinya, Bahlil hanya menempuh 1 tahun 8 bulan alias 20 bulan untuk bisa lulus S3.
Jangka waktu Bahlil memulai studi dengan kelulusannya tergolong singkat. Menurut Guru Besar Universitas Padjadjaran dan Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI), Arief Anshory Yusuf, pendidikan S3 seperti yang diambil Bahlil normalnya berlangsung dua tahun atau lebih.
“Sementara saya yakin S3(Doktor)-nya juga enroll penuh waktu. Enggak mungkin (bisa kurang dari dua tahun),” ujar Arief kepada reporter Tirto, Kamis (17/10/2024).
Isi Disertasi Bahlil untuk Gelar Doktor UI
Disertasi Bahlil untuk mendapatkan gelar doktor dari UI terkait dengan isu yang ia teliti selama menjabat sebagai Menteri ESDM. Judul disertasi Bahlil adalah Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Dinukil dari Siaran Pers Kementerian ESDM Nomor. 583.Pers/04/SJI/2024 bertanggal 16 Oktober 2024, studi doktoral Bahlil Lahadalia ini membahas empat dampak hilirisasi yang perlu disesuaikan kebijakannya.
Keempat dampak hilirisasi yang tercantum dalam disertasi Bahlil adalah:
- ketidakadilan dana transfer daerah;
- angka andil pengusaha daerah yang kurangt;
- terbatasnya perusahaan untuk hilirisasi bernilai tambah tinggi;
- belum terdapat rancangan diversifikasi pasca-tambang.
Beberapa permasalahan yang ditemukan oleh Bahlil pun dijawab dengan empat rekomendasi kebijakan. Rekomendasi pertama adalah melakukan formulasi ulang terhadap alokasi dana bagi hasil (DBH) yang bersangkutan dengan hilirisasi.
Dilansir dari Antara, saran DBH yang dialokasikan senilai 30-45 persen penerimaan negara dari hilirisasi. Sementara itu, isi disertasi Bahlil, tepatnya saran kedua, menekankan perlunya penguatan kebijakan mitra bersama pengusaha daerah.
Disertasi ini juga membahas rekomendasi terkait penyediaan dana jangka panjang kepada sejumlah perusahaan hilirisasi nasional. Ia juga mempertanyakan kenapa nilai tambah hilirisasi hanya diperoleh pihak asing.
“Jawabannya adalah salah satu di antara masalah kita adalah perbankan nasional yang belum membiayai investasi di sektor hilirisasi,” ujarnya.
Adapun poin isi disertasi terakhirnya membahas rekomendasi wajibnya investor agar menjalankan diversifikasi jangka panjang.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yonada Nancy & Iswara N Raditya