tirto.id - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin Abduk Kadir Karding merasa keputusan Bahar bin Smith yang tidak meminta maaf adalah cerminan sifatnya yang penuh kesombongan. Padahal ucapannya, menurut Karding, tak pantas sama sekali.
"Itu mestinya meminta maaf, tapi kalau tidak itulah bentuk kesombongan dan kecongkakan dari seorang Habib Bahar ya. Sehingga ya biar saja itu urusan dia pribadi," kata Karding kepada Tirto, Senin (3/12/2018).
Namun Karding merasa memang itu hak Bahar untuk tidak meminta maaf. Namun publik harusnya juga sadar apa yang dia ucapkan pada Presiden Jokowi adalah tindakan tercela.
"Tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang yang menyebut dirinya sebagai keturunan rasul, pendakwah atau tokoh agama," katanya lagi.
Padahal, Karding berharap sebagai tokoh agama seharusnya Bahar mengedepankan kejujuran dan kalimat positif yang mengandung kebaikan. Bukan hanya sekadar provokasi yang melibatkan kepentingan politik.
Bahar Smith dilaporkan melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas UU No 11/2008 Tentang ITE dan Pasal 4 huruf b angka 2 juncto Pasal 16 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 207 KUHP dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun penjara.
Dia dilaporkan atas pidatonya yang menyebut Presiden Jokowi banci. Diketahui, video tersebut diambil ketika acara Maulid Nabi pada 17 November 2018 lalu di Batu Ceper, Tangerang.
Penyidik Bareskrim Polisi berencana memeriksa Bahar bin Smith sebagai saksi terlapor, hari ini, atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo. Kepolisian telah memberikan surat panggilan sejak tiga hari lalu.
Surat tersebut ditujukan ke alamat rumah Bahar.
“Sudah dikirim ke rumahnya, Jumat (30/11/2018). Alamatnya Bahar banyak,” kata Dedi saat dikonfirmasi, Senin (3/12/2018).
Jika pemeriksaan hari ini, lanjut Dedi, Bahar tidak memenuhi panggilan, maka kepolisian akan kembali mengirimkan surat panggilan kedua.
“Bila tidak datang, akan dipanggil ke alamat pondok pesantren atau alamat tempat tinggalnya yang lain," ucap dia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yulaika Ramadhani