tirto.id - Bahar bin Smith, ustaz kelahiran Manado yang dikenal punya gaya ceramah berapi-api dan cenderung kasar, kini tengah berurusan dengan aparat. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian usai menjalani pemeriksaan selama 11 jam di Bareskrim Polri pada Kamis (6/12/2018).
Bahar menjadi tersangka karena diduga melanggar Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis serta Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Kuasa hukum bakar, Azis Yanuar, mengatakan saat diperiksa selama 11 jam--sejak Kamis siang hingga malam--penyidik mencecar Bahar dengan 24 pertanyaan. Setelah menjadi tersangka, kata Aziz, Bahar tidak ditahan karena penyidik menilainya kooperatif.
Ia ditahan karena kasus lain: dugaan penganiayaan terhadap dua remaja di Bogor, Jawa Barat. Kini ia tengah mendekam di penjara Polda Jawa Barat selama 20 hari.
Bahar kerap mengkritik Joko Widodo ketika ceramah. Itu bisa ditemukan dengan mudah di Youtube. Ia pernah mengatakan bahwa Joko Widodo adalah banci.
“Pengkhianat bangsa, pengkhianat negara, pengkhianat rakyat kamu Jokowi. Kalau ketemu dia, buka celananya. Jangan-jangan dia haid, kayaknya banci,” ujar dia ketika ceramah di Batu Ceper, Tangerang, 17 November 2018.
Akun Youtube dengan nama Ya Habibana mengunggah ceramah Bahar pada 7 Mei 2017. Di sana dia melemparkan tuduhan keras ke Jokowi: memberikan kelonggaran bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali berkembang di Indonesia.
“Jokowi kerempeng, PKI yang bunuh tentara dan bunuh ulama mau diberikan kelonggaran hidup di sini,” ujar dia.
Pada 25 November 2017, akun Youtube ‘Pembela Habaib’ juga mempublikasikan ceramah Bahar. Kali ini dia meledek Kapolri Tito Karnavian dan Menko maritim Luhut Binsar Panjaitan.
“Muka-muka kayak Tito kita ketawain. Kamu jangan lihat muka saya kayak Hello Kitty. Muka boleh imut-imut begini, nyali mau diadu? Ayo! Setan saja saya makan, apalagi Jokowi sama Luhut,” ucap dia.
Aziz Yanuar menilai penahanan kliennya bermotif politis: demi membungkam suara Bahar sebab ustaz muda itu kerap mengkritik penguasa.
Ia berpendapat, umat akan memilih capres-cawapres yang didukung oleh ulama, dan itu adalah Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalam salah satu kesempatan Bahar juga dengan jelas menganjurkan peserta ceramah untuk memilih pasangan tersebut.
Dengan penangkapan Bahar, kata Aziz, masyarakat akan lebih yakin untuk memilih Prabowo-Sandi.
“Seharusnya begitu [mendukung Prabowo-Sandi]. Umat akan makin melihat [penangkapan Bahar] ini sebagai kezaliman,” kata Aziz kepada reporter Tirto, Rabu (18/12/2018) kemarin.
Aziz boleh saja melihat sisi positif dari penangkapan kliennya, namun dosen komunikasi politik dari Universitas Komputer Indonesia Adiyana Slamet justru melihat sebaliknya. Menurutnya ini justru jadi blunder.
“Bisa terjadi blunder bagi dia dan kelompok pendukungnya, karena Islam setahu saya tidak mengajarkan mencaci maki pemimpin dan tidak mengajarkan kebencian,” kata Adiyana kepada reporter Tirto.
Implikasi praktisnya adalah akan ada kelompok yang belum menentukan pilihan akhirnya memutuskan tidak memilih Prabowo. Dia bisa berlabuh ke Jokowi atau Golput.
Apa yang dikatakan Aziz benar selama yang dia maksud adalah kelompok yang sejak awal memang telah menjatuhkan pilihan ke Prabowo-Sandi, kata Adiyana.
“Bagi mereka, Bahar adalah sesuatu yang baik. Pengikutnya tidak mungkin goyah beralih pilihan karena kasus ini,” pungkas Adiyana.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino