Menuju konten utama

Bahana Sebut Trump Masih Hantui Pasar Finansial Indonesia

Faktor-faktor dari luar negeri, terutama kebijakan Presiden AS, Donald Trump, dinilai masih berpotensi membawa dampak negatif ke pasar keuangan di Indonesia.

Bahana Sebut Trump Masih Hantui Pasar Finansial Indonesia
Pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (13/2/2017). Pada penutupan perdagangan saham, IHSG naik 18,69 poin atau 0,35 persen ke level 5.409,37. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo merilis analisis yang memperkirakan faktor-faktor luar negeri, terutama ulah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, masih berpotensi membawa dampak negatif ke perekonomian Indonesia, terutama untuk pasar finansial.

Dia berpendapat ketidakpastian arah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dinilai dapat memengaruhi kinerja pasar finansial global di sepanjang 2017. Indonesia sangat mungkin ikut terpapar dampaknya.

Meskipun sepanjang 2016 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,02 persen, dan diprediksi bisa lebih tinggi di tahun ini, Soni menilai faktor dari luar negeri, seperti kebijakan Trump, tetap berpotensi menekan kinerja pasar keuangan domestik.

Soni mencontohkan faktor-faktor seperti pernyataan Trump yang sempat membuat Indeks Dow Jones menguat mencapai rekor baru, ataupun realisasi kampanye populis pemilu di sejumlah negara Eropa pada tahun ini, dapat memberikan dampak tak menyenangkan bagi Indonesia.

Pasalnya, lewat kebijakan populis, investor berpotensi jadi lebih tertarik untuk berinvestasi di pasar saham negara maju.

“Memang mungkin dampaknya tidak langsung, namun bisa jadi ada sentimen sesaat seperti saat Brexit kemarin,” ujar Soni dalam siaran persnya yang diterima Tirto pada Kamis (16/3/2017).

Menurut Soni, pengaruh dari dinamika politik dan perekonomian di negara-negara maju, bagi pasar keuangan Indonesia berpeluang lebih signifikan dibandingkan imbas kondisi dalam negeri, semacam pilkada dan lainnya.

Adapun dugaan suku bunga Indonesia, yang dikhawatirkan akan naik di tahun ini, juga merupakan dampak dari faktor luar negeri.

Melalui pertemuan yang dilakukan Federal Open Market Committee, bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 0,75 hingga 1 persen. Kenaikan itu pun lantas berakibat pada menguatnya posisi dolar Amerika Serikat terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Efek dari penguatan dolar AS itu, menurut Soni, dapat mempengaruhi pasar obligasi serta membuat harga aset dalam rupiah menurun. Selanjutnya akan turut berpengaruh ke kinerja reksa dana pendapatan tetap.

Menurut catatan Bahana TCW Investment Management, reksa dana pendapatan tetap mampu memberikan imbal sebesar 9,34 persen dari tahun ke tahun. Sementara untuk reksa dana saham tercatat sebesar 11,43 persen dari tahun ke tahun, dan reksa dana campuran 11,44 persen dari tahun ke tahun.

Soni memperkirakan reksa dana pendapatan tetap pada tahun ini masih dapat membukukan kenaikan antara 8 hingga 10 persen.

Meski begitu, Soni mengaku optimistis bahwa reksa dana sahamlah yang akan membukukan kinerja paling tinggi dibandingkan dua jenis reksa dana lainnya. Pasalnya, meskipun imbal hasil reksa dana saham minus di sepanjang Februari 2017, kinerja reksa dana saham diperkirakan akan terus menguat hingga akhir tahun. Sedangkan untuk kinerja reksa dana campuran berpotensi melemah.

"Bahana TCW Investment Management sendiri memperkirakan pada tahun ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bertumbuh sekitar 17,6%. Pendapatan emiten diperkirakan lebih baik dari tahun lalu," ungkap Soni.

Baca juga artikel terkait PASAR KEUANGAN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom