tirto.id - "Rapat Komisi VI @DPR RI, saya meminta ada penyelamatan PT @PosIndo dari pailit. Ayo dukung dan doanya ya guyssss."
Cuitan Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR pada 18 Juli 2019 ini mendadak ramai di media sosial. Dalam video yang diunggah di cuitannya itu, Rieke mengungkapkan kondisi PT Pos Indonesia (Posindo) tengah memprihatinkan.
Menurut politikus dari Partai PDI Perjuangan itu, Posindo sampai harus meminjam uang ke bank untuk membayar gaji pegawai. Dalam video itu, Rieke juga menuntut tanggung jawab dari Kementerian BUMN terhadap kondisi Posindo saat ini.
"Secara pribadi, saya akan mempertahankan Posindo untuk tidak pailit. Karena ini adalah sejarah kemerdekaan bangsa ini. Tanpa Posindo, kita enggak pernah akan merdeka," kata Rieke dalam video itu.
Video yang diunggah Rieke pun dibanjiri komentar warganet. Hingga berita ini ditulis, sebanyak 111 pengguna Twitter membalas cuitan tersebut. Isinya beragam. Ada yang mendukung, namun ada juga yang pesimistis.
Akun @deniz_bayu, misalnya, memberikan komentar pedas. Ia mencuit, "Kenapa pos Indonesia harus diselamatkan ... Kalau pos Indonesia pailit itu karena pos Indonesia enggak inovatif, mahal dan lama."
Akun @adisatya berkomentar senada. "Masalahnya di mental. Business model-nya juga harus diubah, cost structure dan sebagainya." Akun @FattahFaqih, sementara itu, memberikan komentar positif, "Semangat bu..."
Jika ditarik ke belakang, sebenarnya desas desus Posindo yang sedang kolaps, bangkrut dan hal-hal negatif lainnya bukan hal yang baru. Pada Februari 2019, para karyawan Posindo bahkan melakukan demo karena gaji pegawai terlambat dibayar. Mereka seharusnya memperoleh gaji pada tanggal 1 Februari. Namun, pembayaran gaji baru dilakukan pada 4 Februari. Keterlambatan gaji lantas dijadikan sebagai indikasi bahwa kinerja keuangan Posindo sedang buruk.
Peringkat A-
Apakah Pos Indonesia memang terancam pailit sebagaimana disebutkan Rieke? Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa pailit itu sama dengan bangkrut. Padahal, dua hal tersebut merupakan hal yang berbeda.
Menurut UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Artinya, perusahaan dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan apabila perusahaan (debitor) yang mempunyai dua atau lebih kreditor tak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Sementara itu, kata 'bangkrut' tidak dikenal dalam undang-undang di Indonesia. Alhasil, tidak ada kepastian terkait definisi bangkrut. Meski begitu, dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PPU-VI/2008 (hlm. 27; PDF), disebutkan bahwa secara umum, perusahaan bangkrut lantaran dua faktor. Kedua faktor itu yaitu faktor eksternal di luar kewenangan pelaku usaha dan missmanagement.
Jika pailit dikarenakan tidak mampu membayar utang, maka Posindo sebetulnya tidak sedang pailit dan belum dapat pula dikatakan terancam. Pasalnya, Posindo masih lancar membayar seluruh utang-utangnya sampai dengan saat ini.
Hal ini ditegaskan oleh Benny Otoyo selaku Sekretaris Perusahaan Posindo. Ia menyebutkan utang Posindo masih lancar. Hal itu juga dibuktikan dengan rating untuk surat utang jangka menengah (medium term note/MTN) perseroan yang berada di level A-.
"Bagaimana bisa dibilang bangkrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data. Semua utang lancar. Pos juga mendapat rating A- dari lembaga pemeringkat nasional Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia)," kata Benny dalam siaran pers.
Benny juga membantah bahwa gaji karyawan Posindo disebut-sebut dibayar dari pinjaman bank. Menurutnya, tidak akan ada bank yang mau memberi pinjaman untuk tujuan bayar gaji, meskipun gaji termasuk dalam biaya operasi yang didanai dari pinjaman.
Ia mengakui perseroan saat ini sedang bergumul dengan era disrupsi teknologi. Namun, bukan berarti perseroan diam, akan tetapi Posindo justru sedang melakukan transformasi bisnis dari semua aspek, mulai dari bisnis, sumber daya manusia, hingga produk.
Analis Pefindo Yogie Surya Perdana membenarkan jika Pefindo memberikan peringkat A- untuk surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) Posindo pada September 2018 dengan memperhatikan laporan keuangan Posindo per Juni 2018.
Pefindo memberikan penilaian peringkat A- terhadap MTN Posindo berdasarkan sejumlah faktor, mulai dari tren kinerja keuangan perusahaan, kondisi industri yang bersangkutan, hingga prospek perseroan ke depan.
Untuk kinerja keuangan, Pefindo mengakui kondisi Posindo memang tak begitu baik. Meski begitu, Posindo memiliki keunggulan yang dapat mengatrol risiko utang itu, yakni adanya dukungan dari pemerintah.
"Untuk profil kredit perusahaan memang tidak terlalu baik, dan kami sadar itu. Namun, jika dinilai secara keseluruhan, risiko itu mengecil. Apalagi, Posindo didukung pemerintah, dan ini signifikan menentukan peringkat utang," jelas Yogie kepada Tirto.
Peringkat A- menunjukkan obligor (debitur) relatif memiliki kapasitas yang kuat untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang ketimbang obligor lainnya di Indonesia. Namun, obligor lebih rentan terpengaruh kondisi ekonomi dan sejumlah perubahan dibandingkan obligor dengan rating yang lebih tinggi.
Sayangnya, Pefindo enggan mengungkapkan angka dari kondisi profil kredit Posindo, baik dari sisi rasio likuiditas, maupun rasio utang. Namun yang pasti, Pefindo saat ini terus melakukan pemantauan terhadap kondisi Posindo. Apabila tidak ada aral melintang, Pefindo dijadwalkan akan merilis peringkat utang Posindo terbaru pada September 2019.
Meski secara keseluruhan risiko kredit Posindo dianggap cukup kuat dan tidak terindikasi akan pailit, kekhawatiran anggota Komisi VI DPR terhadap kinerja Posindo juga tidak salah-salah amat. Pasalnya, kinerja Posindo pada 2018 memburuk dengan hanya meraup laba sekitar Rp100 miliar, atau anjlok 70 persen dari tahun sebelumnya.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara