tirto.id - Bagaimana mekanisme penyusunan APBN dan APBD? Apa saja tahapannya? Sebelum mempelajari hal ini, yang perlu kita pahami adalah ada dua jenis anggaran belanja tahunan yang diatur dalam undang-undang keuangan negara di Indonesia, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kedua anggaran belanja tersebut disusun untuk dijadikan pedoman penerimaan serta pengeluaran negara dan daerah dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan.
Sesuai dengan namanya, APBN merupakan pedoman anggaran pada tingkat negara. Sementara APBD merupakan pedoman anggaran di tingkat daerah.
Rancangan APBN diajukan pemerintah pusat untuk dibahas dan disetujui DPR sebelum disahkan. Adapun rancangan APBD diajukan oleh pemerintah daerah untuk dibahas dan disetujui di DPRD.
APBN dapat didefinisikan sebagai suatu daftar yang sistematis tentang rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan telah disetujui oleh DPR untuk masa waktu satu tahun. Definisi ini sesuai UUD 1945.
Periode APBN ini pada masa orde baru dimulai dari tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Sedangkan di era pemerintahan saat ini, periode APBN berawal dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Sesuai pasal 23 ayat 1 UUD 1945, apabila DPR RI menolak APBN yang diajukan pemerintah maka untuk menjalankan fungsinya, pemerintah bisa melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya.
APBN memiliki beberapa fungsi. Sejumlah fungsi APBN adalah fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi distribusi, fungsi stabilisasi.
Lantas apa pengertian APBD? Merujuk UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat 8, pengertian APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
APBD juga bisa didefinisikan sebagai suatu daftar sistematis tentang rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang isinya memuat anggaran pendapatan dan pengeluran daerah dan telah disetujui oleh DPRD untuk masa waktu satu tahun.
Adpaun tujuan penyusunan APBD adalah menyediakan pedoman yang mengatur pendapatan dan pengeluaran dalam kegiatan pemerintah daerah, supaya terjadi peningkatan produksi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Mekanisme Penyusunan APBN dan Tahapannya
Penyusunan RAPBN (Rancangan APBN) perlu memperhatikan banyak faktor yang setiap saat dapat berubah atau paling tidak perubahan yang terjadi masih dalam kurun waktu satu tahun.
Penyusunan APBN harus pula terkait dengan sasaran kebijakan keuangan pemerintah yang harus menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, kestabilan moneter, perluasan kesempatan kerja, pelayanan umum dan lain-lainnya yang menyangkut peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, kebijakan anggaran diartikan sebagai kebijakan pemerintah untuk mengatur APBN agar sesuai dengan arah dan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dalam Program Pembangunan Nasional.
Perlu dicatat, sejak tahun 2005, penyusunan APBN mengikuti format yang baru. Ia adalah format anggaran terpadu berdasar UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Format baru tersebut merupakan sistem penganggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran dengan tujuan mengurangi tumpang tindih alokasi pengeluaran.
Selain itu, penyusunan APBN juga harus merujuk kepada ketentuan Pasal 23 Ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945. Penyusunan APBN harus atas persetujuan DPR karena penetapannya dengan Undang-Undang.
Mekanisme penyusunan APBN pun mengikuti siklus dan tahapan yang sudah diatur di peraturan perundang-undangan.
Mengutip penjelasan di laman Kemenkeu Learning Center, siklus APBN memakan waktu sekitar 2,5 tahun. Siklus tersebut meliputi satu tahun tahap perencanaan, satu tahun tahap pelaksanaan, dan enam bulan tahap pelaporan atau pertanggungjawaban.
Mengutip penjelasan di laman Kemenkeu dan e-bookEkonomi yang diterbitkan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, penyusunan APBN melalui sejumlah tahap sebagai berikut.
1. Tahap perencanaan dan penetapan RAPBN
Di tahap ini pemerintah mempersiapkan rancangan APBN, meliputi perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas, dan penyusunan budget exercise.
Perencanaan dan Penyusunan RAPBN dilakukan pada setiap periode Januari-Juli di tahun sebelum pelaksanaan anggaran. Perencanaan dilakukan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rencana kerja pemerintah (RKP/RKAKL) yang mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro.
Rancangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa asumsi dasar seperti pertumbuhan ekonomi, nilai suku bunga yang akan datang, harga minyak dan gas di Indonesia, hingga perkiraan inflasi dan nilai tukar rupiah.
Jika segala aspek telah ditentukan, maka proses belanjut ke tahap finalisasi RAPBN. Pemerintah kemudian akan menyerahkan dokumen RAPBN dan Nota Keuangan kepada DPR.
2. Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
RAPBN yang telah ditetapkan kemudian diajukan untuk melalui proses pembahasan oleh menteri keuangan (Menkeu), Panitia Anggaran DPR, dan mempertimbangkan masukan dari DPD. Hasil dari pembahasan RAPBN akan menjadi UU APBN yang memuat satuan anggaran.
Satuan anggaran merupakan dokumen yang berisi pedoman alokasi dana setiap departemen atau lembaga, sektor, subsektor, program, dan berbagai macam proyek.
Pembahasan dan penetapan APBN idealnya berlangsung selama bulan Agustus-Oktober pada tahun sebelum pelaksanaan anggaran. Jangka waktu penetapan APBN tidak boleh lebih dari dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
3. Tahap pengawasan pelaksanaan APBN
Pelaksanaan APBN selama Januari-Desember di tahun anggaran berjalan. Dalam anggaran belanja negara harus berdasar pada prinsip: hemat dan efisien; efektif terarah dan terkendali sesuai rencana; serta mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
Pelaksanaan APBN akan diawasi pengawas fungsional dari eksternal maupun internal pemerintah.
4. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
Sebelum tahun anggaran APBN berakhir, Kementerian Keuangan diharuskan membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Laoran pertanggungjawaban pelaksanaan harus disampaikan pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya 6 bulan usai tahun anggaran berakhir.
Presiden harus menyampaikan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR yang isinya berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Laporan Keuangan itu meliputi: Laporan Realisasi APBN; Neraca; Laporan Arus Kas; Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan milik negara dan badan lainnya.
Mekanisme Penyusunan APBD dan Tahapannya
Mekanisme penyusunan APBD setidaknya melalui tiga tahap yang melibatkan perencanaan, pembahasan, hingga pelaksanaan. Berikut tahapan-tahapan penyusunan APBD seperti yang dilansir dari Sumber Belajar Kemendikbud:
1. Tahap Perancangan dan Pengajuan
APBD dirancang dan diajukan oleh pemerintah daerah kepada DPRD dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung. Tahap ini akan berlangsung pada minggu pertama bulan Oktober di tahun sebelum penetapan anggaran.
2. Tahap Pembahasan dan Persetujuan
Rancangan APBD (RAPBD) akan dibahas oleh pemerintah daerah dengan usulan dari DPRD. Selain itu, DPRD juga akan memutuskan untuk setuju atau tidak mengenai RAPBD tersebut. Keputusan harus diambil selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang dibahas dilaksanakan.
Jika rancangan disetujui DPRD, RAPBD akan ditetapkan sebagai APBD melalui peraturan daerah (Perda). Namun, apabila RAPBD tidak disetujui, pemerintah dapat melaksanakan pengeluaran tidak lebih besar daripada anggaran APBD di tahun sebelumnya.
3. Tahap Pelaksanaan
Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, ketentuan lebih detail soal pelaksanaannya lebih lanjut akan dituangkan melalui keputusan gubernur/walikota/bupati.
4. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD harus disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD. Penyampaian laporan ini telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang pemerintah daerah.
Kepala daerah wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berupa laporan keuangan, kepada DPRD paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Dalam pengelolaan keuangan dan perekonomian negara di Indonesia, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) serta APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) memiliki peran besar.
Menurut Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, definisi atau pengertian APBN dijabarkan sebagai “rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.”
Sementara pengertian APBD bisa dilihat pada Pasal 1 Ayat 8 UU Nomor 17 Tahun 2003. Dalam UU itu, pengertian APBD adalah “rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.”
Sama seperti APBN, penyusunan APBD juga perlu persetujuan Dewan Perwakilan Raktyat, yang di konteks ini adalah DPRD. Sebelum disetujui DPRD, namanya adalah RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dan setelah resmi akan diberlakukan juga selama satu tahun.
Menurut penjelasan Kusumawardani dalam Ekonomi Kelas 11 (2009:22), tujuan dari penyusunan APBN dan APBD adalah untuk menjadikannya sebagai pedoman dalam mengelola penerimaan dan pengeluaran negara.
Sesuai dengan namanya, APBN berkaitan dengan pedoman pengelolaan penerimaan dan belanja negara di level nasional (seluruh wilayah negara). Sedangkan APBD meliputi wilayah satu daerah. Maka itu, APBN maupun APBD diharapkan bisa menyokong pembangunan, pertumbuhan ekonomi, hingga menaikkan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi APBN dan APBD
Mengenai fungsi APBN dan APBD, disebutkan dalam Pasal 3 Ayat 4 UU No 17 Tahun 2003. Fungsi tersebut meliputi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Berikut penjelasan soal masing-masing fungsi itu seperti dikutip dari buku Mengasah Kemampuan Ekonomi 2 (2007:20) karya Bambang Widjajanta dan kawan-kawan.
1. Fungsi Otorisasi
Dalam fungsi ini, APBN dan APBD disebut menjadi fondasi ketika ingin melaksanakan pendapatan dan belanja pada masa berlakunya (satu tahun).
2. Fungsi Perencanaan
Dengan fungsi ini, baik APBN maupun APBD berperan dalam menjadi pedoman manajemen ketika pemerintah akan melaksanakan suatu kegiatan atau proyek.
3. Fungsi Pengawasan
Arti dari poin ketiga ini menjabarkan bahwa APBN serta APBD dijadikan acuan penilaian terhadap suatu kegiatan pemerintahan dan mempertanyakan, apakah proyek sesuai ketentuan atau tidak.
4. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi ini terkait dengan bagaimana APBN dan APBD disalurkan. Biasanya penyaluran dana APBN dan APBD ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan pembangunan infrastruktur, meminimalisir penggunaan SDA yang berlebihan, hingga mendorong efisiensi dan efektivitas perekonomian nasional.
5. Fungsi Distribusi
Cukup singkat, fungsi ini ditujukan agar kebijakan mengenai anggaran negara dan daerah musti mengedepankan asas keadilan serta kepatutan dalam pendistribusiannya.
6. Fungsi Stabilisasi
Fungsi yang terakhir ini bekaitan dengan peran APBN dan APBD sebagai alat yang digunakan untuk menstabilkan perekonomian negara.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani