Menuju konten utama

"Bagaimana Bisa Saya Dikatakan Tidak Bersuara?"

Meski sudah jarang manggung, kekritisan Iwan Fals tak pernah berkurang. Ia masih menjadi pengamat setia perjalanan negeri ini.

Musisi legendaris Iwan Fals. Antara foto/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Rambutnya rata memutih dan mulai menipis di bagian depan. Berewok dengan warna senada dibiarkannya memanjang. Berkaos oblong, jeans biru, dan sandal jepit, Virgiawan Listanto (54) tetap bersahaja.

“Habis dari dokter gigi barusan,” katanya membuka percakapan dengan Mahbub Junaidi, wartawan Tirto, yang menemui di rumahnya, Desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Rabu (13/4/2016) malam. Dua cangkir kopi dihidangkan buat menemani obrolan, di depan Kafe Rambu yang beratap anyaman bambu.

Iwan Fals tetap kritis. Meski mengaku tak tahu politik, tapi dengan lugas dia beberkan harapannya buat pemerintahan Presiden Jokowi. Ketika diminta satu kata untuk menilai pemerintahan Jokowi, Iwan memilih,”Mak Nyoos...”

Nada bicara Iwan sedikit meninggi mengomentari tudingan bahwa dirinya sudah tak kritis lagi. “Coba lihat di lapak-lapak penjual bajakan, masih banyak lagu-lagu saya dijual. Terus, bagaimana saya dikatakan tidak 'bersuara'?” tegasnya.

Apa saja sarannya buat Presiden Jokowi? Siapa menteri favoritnya? Apa kesannya dari tujuh presiden di Indonesia? Bagaimana 'Legenda Hidup' musik Indonesia itu mendidik dan membangun komunikasi dengan putra bungsunya Raya Rambu Rabbani yang baru 13 tahun? Mengapa kehidupan pribadinya jauh dari gosip?

Perbincangan dengan Iwan Fals selama sekitar 1,5 jam mengalir lancar dan loncat-loncat tentang berbagai topik mutakhir. Berikut wawancara lengkapnya yang dikelompokkan dalam beberapa topik:

BERMUSIK & PREDIKAT LEGENDA HIDUP

Apa benar industri musik sedang lesu?

Saya termasuk yang beruntung dalam kondisi lesu ini. Memang, banyak toko musik tutup, seperti Aquarius. Tapi saya masih diajak rekaman sama Musica. Kemarin membuat album 'Satu' berkolaborasi sama Nidji, D' Masiv, Noah, sama Geisha.

Terus kemarin juga sempat main di Banjarmasin dan Palembang. Saya jadi guest star-nya. Juga di Malang dan Bantaeng Makassar. Saya ada di tengah-tengah mereka dan jadi bintang tamu. Artinya, kerinduan orang masih ada.

Tapi di sisi lain, ada keluh kesah seperti toko musik tutup atau pencipta lagu yang kebingungan. Kalau tidak bisa main, tentu tidak bisa hidup kan? Masa cuma ngarang lagu doang? Di sisi lain, ada pembajakan, lagu di internet juga tinggal ambil.

Anda tampil di antara musisi junior. Apa strategi perusahaan rekaman?

Ya bisa saja dilihat macam-macam. Kalau dari saya sih, kerinduan terhadap ekspresinya Musica. Kan Musica sangat pintar pilih lagu. Terutama yang pop, tema-tema cinta. Dan rata-rata, mereka yang di Musica punya warna. D' Masiv beda dengan Nidji, atau Noah, atau Geisha. Saya juga beda. Dulu Chrisye beda. Terus Betharia Sonata beda. Hetty Koes Endang juga beda.

Jadi kalau dilihat dari situ, buat saya sih, ada kerinduan dan juga pengayaan batin. Bisa kenal orang-orang muda. Kan saya tidak tahu rhytm dan iramanya orang-orang muda. Dengan ketemu, saya juga bisa banyak belajar. Di musik kan tidak ada senior-junior. Yang ada A-minor, D-minor, hehehe...

Jadi saya bisa belajar. Tapi kalau dilihat seperti tumpang sari tanaman, ya bisa saja untuk angkat dia. Tapi saya jadi terangkat juga kan? Masing-masing saling memberi pengaruh. Tergantung orang melihatnya dari sisi mana.

Ada yang mengatakan era teknologi informasi biang keladi lesunya industri musik?

Bisa iya, bisa tidak. Bisa iya, karena gampang download lagu. Informasi tentang musik gampang diperoleh. Tapi bisa juga tidak, sebab era digital memudahkan musisi atau seniman musik berpromosi. Masukin saja ke Youtube. Itu pas kita main di acara 'Pers Gak Ada Matinya', diunggah ke Youtube ternyata bisa terus dilihat orang.

Jadi lihat dari sisi mana dulu? Saya tidak pakar soal itu. Tapi pasti ada sisi baik dan buruknya. Saya berusaha di tengah. Saya tidak mau mengutuk, uring-uringan, nyalah-nyalahin, dan segala macam. Tinggal bagaimana seniman menyikapi dan pemerintah memberikan regulasi yang sehat, sehingga era digital justru bisa mendorong musisi mendapat keuntungan. Jadi semua orang perlu bekerja untuk itu.

Bagaimana strategi yang diterapkan tim Iwan Fals di tengah kelesuan pasar?

Tidak ada strategi. Tim manajemen saya, seperti mengurus kontrak, Yos (Rosana, istri) direkturnya. Cikal (Annisa Cikal Rambu Bassae, anak kedua) yang kadang-kadang ke panggung, kadang-kadang ke produser rekaman, kadang-kadang bikin kreatif milih-milih lagu. Lalu Firman bagian dokumentasi video. Manto kru saya main gitar. Masing-masing punya tugas. Saya kan punya band. Si Onyeng urus internet. Lalu, Bibi masak di dapur. Saya hanya bagian kecil dari kerja besar.

Ada yang menyebut Anda sebagai 'Legenda Hidup'?

Ya buat apresiasi. Terima kasih telah memberi semangat. Tapi saya kan tidak berhenti di situ. Saya tidak sibuk dengan predikat sehingga berhenti bikin lagu. Predikat saya anggap bagian dari ucapan terima kasih. Saya kan masih panjang. Umur tahun ini baru 55, belum 90 tahun, hehehe...

Apa predikat Legenda Hidup membawa keuntungan?

Oh iya dong. Kan tulisan di koran disebut 'Konser Legenda'. Makanya terima kasih, ini bagian dari etika pergaulan hidup. Tapi sekali lagi, soal predikat bukan urusan saya. Urusan saya adalah bagaimana saya berkarya, bagaimana latihan, bagaimana menjaga stamina, bagaimana tanggung jawab terhadap kewajiban sebagai pencipta lagu atau pemusik.

Banyak lagu Anda yang tetap relevan hingga saat ini. Bagaimana resep membuatnya?

Ada yang inspirasinya lewat mimpi. Ada juga catatan harian. Ada juga kaya wawancara gini, hahaha...

Ada yang menilai, Iwan Fals sudah tidak setajam dulu?

Kamu pergi saja ke pasar. Masih ada tidak lagu-lagu saya? Saya tidak diam. Saya masih nyanyi. Pergi saja ke pasar. Di jempol (gadget) kamu masih ada tidak lagu saya. Itu di Youtube, kamu cari saja. Tinggal kamu mau atau tidak dengerkan lagu saya. Jangan salahkan saya dong!

Kecuali, kalau di pasar sudah tidak ada lagu saya. Coba lihat di lapak-lapak penjual bajakan, masih banyak lagu-lagu saya dijual. Terus, bagaimana saya dikatakan tidak 'bersuara'?

Tapi, biarkan saja orang mau bicara apa. Tapi, itulah jawaban saya. Lagu-lagu saya masih diputar kok. Saya masih diterima, masih diminta main. Artinya apa, masih ada yang dengar. Kenapa ada yang mau dengar? Kan bukan urusan saya. Mungkin ada sesuatu yang buat dia relevan. Dan saya tidak bisa mencampuri urusan orang.

Anda bermusik sekian puluh tahun. Apa yang belum Anda capai?

Ya..., saya jaga harmoni saja. Kan terus berproses. Jaga supaya manajemen smooth. Syukur-syukur lagu saya berpengaruh buat desa, buat kecamatan, buat negara, buat dunia, buat kosmos. Saya jalani saja apa yang saya yakini.

Apa yang Anda lakukan untuk menjaga stamina?

Ya makan tidur, hehehe... Saya mengurangi makan daging, banyak makan buah dan sayur. Sebab badan juga tidak sekuat dulu. Dokter kadang-kadang sarankan berenang. Kalau ada rejeki mau buat kolam renang, sebab penting buat kesehatan.

Kalau seumpamanya saya sakit, kasihan tim saya. Bagaimana nanti yang masak? Bagaimana sopir? Bagaimana rumah? Bagaimana kru? Bagaimana tetangga-tetangga? Jadi ada tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. Banyak hal jadi tanggungjawab saya. Tapi sejauh ini, saya senang-senang saja. Apalagi teman-teman Orang Indonesia (OI) banyak kasih dukungan.

KELUARGA & GODAAN TERBERAT

Bicara soal anak, Anda punya anak bungsu Raya Rambu Rabbani yang baru 13 tahun. Ada kekhawatiran melihat perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat saat ini?

Awal-awalnya saya khawatir. Tapi kemudian saya pasrah. Insya Allah, rejeki orang masing-masing. Hal terpenting, saya bertanggung jawab dengan memberikan kepadanya apa yang saya tahu dan apa yang saya punya secara maksimal. Saya tidak kurangi, saya tidak lebihkan. Saya kasih dia semua. Dia punya nasib sendiri. Dia tumbuh sendiri menjadi apa yang dia mau.

Kita sama-sama mengarungi hidup yang makin seru. Alhamdulillah, anak saya tidak sungkan kalau bertanya berbagai hal. Mulai proses dia di masa pubernya, sampai berita politik. Saya terbuka saja.

Kalau saya khawatir, itu justru kontraproduktif nantinya. Dan bisa jadi, saya salah didik karena ketakutan dan ragu-ragu untuk memberi. Yang penting saya jujur. Kalau saya tidak tahu, ya ngomong tidak tahu. Misal dia tanya pelajaran matematika. Saya kan tidak mengerti. Saya bilang kepada Raya,”Wah sorry Ya, aku tidak bisa ngajarin kamu nih. Aku tidak ngerti, tidak bisa”.

Tapi kemudian saya coba cari di Google, apa sih gunanya matematika ini? Rupanya bukan cuma soal hitung. Tapi tentang bagaimana dia mengambil keputusan, bagaimana dia bersikap dalam kehidupan. Lalu saya bacakan ke dia. Paling begitu menemaninya. Kalau ngajarin langsung, saya tidak bisa. Tapi saya berusaha untuk berkomunikasi. Begitu cara saya. Alhamdulillah sampai sekarang lancar.

Siapa sih wanita paling hebat buat Anda?

Ya ibu lah, istri, dan anak saya. Ibu melahirkan saya dan sampai sekarang masih jadi ibu saya. Anak saya Cikal dan Yos bantu saya kerja. Kalau di luar keluarga, ada Ratu Kalinyamat panglima perang di Jepara. Ada Malahayati, laksamana perempuan pertama di dunia orang Aceh. Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, terus Kristina Martha Tiahahu.

Banyak nggak godaan yang datang ke Anda?

Ya wajar saja.

Godaan dari perempuan?

Ya relatif lah. Kalau dibilang banyak, ya banyak. Kalau dibilang tidak, ya tidak. Maksudnya bukan godaannya yang banyak, tergoda iya. Kan gitu, hahaha...

Godaan paling berat datang dari mana?

Ya itu tadi, diri sendiri.

Anda pernah digoda perempuan setelah sukses seperti sekarang ini?

Saya tidak terlalu tertarik. Ya tertarik sih, orang cantik kok. Cuma kan hidup saya tidak selesai di situ. Ada banyak hal lain. Ada istri, ada anak. Kan sudah komitmen saya nikahi kamu, ya sudah ayo. Di perjalanan, kan wajar kalau ada slek-slek. Untungnya, istri saya sabar. Dia bisa menerima, bisa segala macam, jadi saya terbantu. Anak saya juga bisa diajak diskusi. Dan alhamdulillah, pers juga tidak terlalu banyak tanya dan dijadikan gosip. Jadi saya banyak terbantu.

Apa karena pernah belajar ilmu jurnalistik sehingga tidak jadi bahan gosip media?

Mungkin juga karena saya sekolah di situ. Bisa jadi karena banyak teman wartawan. Padahal mah blangsak juga, hehehe...

Tapi saya diuntungkan dengan lingkungan yang mendukung. Secara pribadi, saya tidak prioritas begitu-begituan. Cukup bikin lagu dan senang nyanyi sudah bahagia. Bawa rejeki, pulang ke rumah bisa kasih istri. Simpan ya buat sekolah, buat keperluan, buat bikin rumah. Itu saja. Sempet juga kacau, tapi kan diingatkan lagi sama istri, sama anak. Kuat lagi.

KEPEDULIAN

Dari sekian banyak persoalan di Indonesia, mana yang harus jadi prioritas untuk dibenahi?

Diri sendiri. Kalau pinjam istilahnya Pak Jokowi, Revolusi Mental. Saya muslim. Rasulullah juga bilang, lawan terberat diri sendiri.

Mana yang menyentuh perasaan Anda?

Kalau itu banyak. Ada orang yang tinggal di perahu dan tidak punya rumah. Ada anak kecil yang lepas dan hilang dari orang tuanya. Ada oknum Satpol PP atau tentara yang mungkin kesal karena amankan demo, dia tendang orang.

Hal-hal seperti itulah yang membuat saya lebih tersentuh daripada soal teknis. Soal teknis biar pengadilan yang memutuskan.

Tapi masa sih tidak terharu melihat anak kecil kehilangan ibunya? Masa tidak trenyuh melihat aparat pukul rakyat? Masa tidak tersentuh ada orang melawan petugas karena tidak mau kehilangan rumah? Walaupun rumahnya tidak ada surat, tapi kan dia lahir di situ. Ketersentuhan seperti itu yang tidak boleh hilang.

Coba saja rasakan orang yang tinggal di rumah perahu. Mereka kedinginan. Lalu bagaimana mereka harus buang air besar? Gimana mau kencing? Gimana mau berhubungan sama isterinya? Ya, kebutuhan-kebutuhan dasar manusialah. Seharusnya hal-hal seperti ini dibereskan dulu. Jangan sampai merugikan kemanusiaan.

Anda pernah mencipta lagu tentang pekerja seks komersial. Apa yang terlintas di benak saat Kalijodo ditutup?

Gimana ya, miris. Saya kecil di daerah deket-deket situ. Tapi yang penting harus dijaga rasa kemanusiannya. Buat saya itu saja.

Salah satu lagu legendaris Anda berjudul 'Omar Bakrie'. Bagaimana melihat nasib guru saat ini?

Program Indonesia Mengajar merupakan tantangan bagi pemerintah. Bagaimana menciptakan guru-guru yang hebat. Kita harus punya guru yang bagus, supaya muridnya bagus. Guru-guru yang tidak anti Twitter, tidak anti Facebook, juga tidak anti film porno, hahaha....

Lha kenyataannya seperti itu mau bagaimana? Informasi digital begitu deras, Kita mungkin antara siap dan tidak siap. Tapi kenyataannya, arus informasi seperti tidak ada remnya. Ya sudah, artinya kita balapan. Kan kalau terbentur, kita sendiri yang sakit. Kalau tabrakan, kita sendiri yang hancur. Mau hancur tidak? Tentunya menjadi orang tua juga harus tanggung jawab. Dalam kondisi seperti hari ini, jangan kau lepaskan anakmu.

Tapi hal terpenting, bagaimana kita tenang menghadapi semuanya, tidak panik, tetap dingin, tetap ambil hikmah, ambil bagusnya. Kan kita diajarkan mana yang boleh mana yang tidak. Kita tahu koq, mana perkejaan yang benar dan mana yang salah. Nah kalau sudah tahu, jangan munafik. Hal yang salah jangan dikerjakan.

PEMERINTAHAN JOKOWI & MENTERI FAVORIT

Saat kampanye Pilpres, Jokowi pernah makan siang di rumah Anda. Apa satu kata dari Anda buat kepemimpinan Presiden Jokowi sampai sejauh ini?

Mak Nyoos...

Maksudnya masih sesuai harapan Anda?

Makanya saya terus berharap, mudah-mudahan kontrolnya bagus. Kontrol infrastrukturnya, kontrol utangnya, juga kontrol pemegang uang jangan sampai bocor.

Ya entah bagaimana caranya, Pak Jokowi harus bisa mengontrol. Kalau bisa kontrol, mutu infrastrukturnya pasti bagus karena uangnya seperakpun enggak dikorupsi. Tapi kalau dia tidak bisa kontrol, ya jangan salahkan orang kalau pemilihan depan tidak dipilih lagi. Janji-janjinya banyak. Sekarang, sejauh mana dia bisa memenuhi janji-janjinya.

Artinya kata kunci ada pada Jokowi sendiri?

Ya, tapi dia kan juga tidak bisa sendirian. DPR bagaimana kontrolnya? Kalau DPR-nya impoten susah juga. Tapi kalau yudikatifnya ngaco seperti Akil Mukhtar, kan susah juga. Pasti ada perbedaan antara DPR sama eksekutif. Harus ada yang nengahin, ada yang mutusin, ya yudikatif. Yang mutusin juga harus jago.

Nah, kalau ketiganya sudah bagus, kontrol sosial dari pers sebagai kekuatan keempat juga harus diperhatikan. Kalau tidak bener, dedel duel juga. Tidak bisa tidak, empat pilar harus bener. Pers, Hukum, DPR, sama eksekutif.

Peran Anda di mana?

Ya saya mah di luar itu semua. Saya penyanyi dan tertarik dengan hal ini. Saya cuma bisa mendorong. Hei pers yang bener! Hei DPR yang bener! Hei eksekutif yang bener! Hei hukum yang bener! Paling itu doang.

Kita semua punya potensi. Semua orang juga ingin maju. Kamu ingin maju, dia ingin maju, semua ingin maju. Kasih kesempatan buat maju. Sederhananya, ayo mulai berani berpikir tentang Indonesia yang positif. Mulai bahagia jadi warga negara Indonesia. Sebab kalau hati kita senang, mengerjakan hal lain juga bakal gampang.

Jangan sampai, belum-belum sudah kemrungsung (berpikir negatif). Sudah curiga. Kalau pun melakukan kontrol sosial, kerjakan dengan gembira. Bukan dengan kebencian atau fitnah. Tapi benar-benar dari hati nurani.

Bagaimana Indonesia di bawah Presiden Jokowi saat ini?

Kalau saya baca di media, kita banyak utang. Berutang untuk membangun infrastruktur hingga triliunan. Ya mudah-mudahan infrastrukturnya jadi. Mudah-mudahan mutu bangunannya bagus. Mudah-mudahan utangnya tidak bocor ke mana-mana. Nah kalau pemerintah kontrolnya kuat, insya Allah bakal bagus hasilnya.

Saya juga berharap agar perbedaan pendapat jangan sampai melemahkan. Orang yang tadinya kreatif menjadi tidak kreatif. Kalau digoda terus, diganggu terus, mereka bisa berubah jadi malas. Ibarat air di dalam gayung, kalau kita goyang-goyang pasti akan tumpah.

Persoalan nasional apa yang paling menarik?

Sekarang mungkin zamannya KPK. Wah, ke mana-mana KPK. Saya prihatin. Tapi nanti kalau bilang prihatin malah diledek,“Walah..., bisanya cuma prihatin”. Ya mau bagaimana? Kenyataannya seperti itu. Korupsi di mana-mana, tapi ditangkapi juga kan. Otomatis yang koruptor melawan. Mereka tidak mungkin diam. Ya bentuk perlawanannya macam-macam. Apalagi mereka banyak uang. Tapi itu semua harus kita lewati.

Saya sering ngobrol dengan pemain drum, biola, keyboard dan gitar. Saya kan jarang keluar dan turun ke jalan. Gimana mau lihat jalanan, kalau turun ke jalan langsung diajak foto sama orang, hahaha...

Saya tanya bagaimana kondisi sekarang soal pungli? Oh..., sudah jarang. Sekarang orang sudah susah mau pungli, seperti buat SIM atau KTP. Katanya banyak yang sudah tidak berani. Mungkin orang sudah pada takut. Menjadi pejabat juga takut pemeriksaan dan segala macam. Ya bagus dong, berarti ada progress. Cuma (pungli) yang di jalanan gimana? 'Priit..., jigo' masih enggak? Itu mah katanya masih, hahaha...

Kita sudah punya tujuh presiden. Menurut Anda, siapa presiden paling istimewa?

Semua punya keistimewaan. Bung Karno keluar-masuk penjara, akhirnya Indonesia merdeka. Pak Harto datang dengan konsep pembangunan ekonomi. Zaman Bung Karno, saya masih kecil, masih lima tahunan. Belum ngerti apa-apa. Baru di masa Pak Harto saya tahu dan mengalami banyak hal. Kalau tidak ada Pak Harto, tidak mungkin ada 'Bento' dong. Tidak ada 'Bongkar'. Itu jasa Pak Harto ke saya, hahaha...

Zaman Pak Habibie, saya juga sempat bikin lagu soal itu. Saya terinspirasi buat lagu 'Oemar Bakrie' dari Pak Habibie. Terus habis itu, datang Gus Dur yang senang humor. Saya merasa terhibur.

Terus Bu Megawati. Bayangkan, kita punya banyak perempuan hebat seperti Malahayati, Kartini, dan Cut Nyak Dien. Bu Mega datang di saat kedudukan perempuan masih diremehin di banyak tempat. Bu Mega menjadi presiden, itu sebuah prestasi. Amerika Serikat saja belum pernah punya presiden perempuan. Kita sudah punya.

Lalu setelah itu datang SBY dengan gayanya. Suka atau tidak, dia menjabat dua periode. Tiba-tiba, keclek keclek keclek, datang Jokowi, hahaha... Dia masuk got, jadi walikota, jadi gubernur. Semua presiden kita itu istimewa. Jadi saya tidak bisa bilang siapa yang paling keren. Memangnya 'Presiden Idol', hahaha...

Ada catatan soal presiden ini?

Ada 200 juta orang lebih di Indonesia. Wajar kalau masing-masing presiden mendapat kritik. Ada kritik buat Bung Karno, ada kritik buat Pak Harto. Saya cuma berharap, setelah dari SBY ke sini, tidak ada lagi upaya menjatuhkan presiden. Kan Bung Karno dijatuhin. Pak Harto dijatuhin. Gus Dur dijatuhin. Baru pada jaman SBY dua periode. Mudah-mudahan besok-besok terus begitu. Supaya orang bisa kerja.

Sepertinya waktu dua periode masih kurang untuk membenahi Indonesia?

Makanya, kalau dua periode kurang, kamu angkat saya jadi presiden, hahaha... Tapi seumur hidup lho, hahaha... Presiden Kaos kali ya? Ya sudah, Presiden Kaos saja, hahaha... Enggaklah. Nanti kalau jadi presiden seumur hidup tidak boleh ada kritik, hahaha... Seperti Nabi Musa jalan sama Nabi Khidir, kan tidak boleh bertanya. Nanya awas, pokoknya ikut jalan saja, hahaha...

Jangan-jangan Anda mau jadi presiden?

Gak tertarik. Bukan maqam-nya.

Soal presiden, idealnya orang seperti apa yang pantas memimpin negeri ini ?

Tidak menggurui orang lain, tidak menggurui alam, dan tidak menggurui diri sendiri. Tidak merusak diri sendiri, tidak merusak alam, dan jangan merusak kesepakatan bersama. Soal hukum misalnya, kan udah disepakati. Ya sudah pakai saja.

Siapa menteri di Kabinet Jokowi yang paling menarik di mata Anda?

Ibu Susi (Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan) bagus tuh. Diprotes sama nelayan yang tidak setuju, dia berani bersikap melindungi ikan-ikan karena dicuri. Bayangkan, ikan dan terumbu karang habis semua. Dia berani memutuskan berbeda. Soal salah bener, saya tidak tahu. Biar pengadilan yang putuskan. Tapi, ikan itu kan perlu istirahat. Dia perlu bertelur, dia perlu beranak. Kalau diambilin terus kan seram. Alam harus dijaga.

Jadi Susi menteri favorit?

Ya unik saja. Dia mengambil rumput laut, menyebur ke laut. Sarjana bukan, lebih dekat ke preman sepertinya, hahaha... Kaya jagoan. Wah, gila nih orang. Bisa jadi presiden lho dia, hahaha...

Tapi kan belum sarjana?

Ya beli saja S1-nya, hahaha... Ibu Khofifah (Menteri Sosial) kalau dilihat juga jernih pikirannya. Pernah diskusi di sini kok. Banyak juga perempuan yang pintar.

Kira-kira, mengapa banyak tokoh datang ke rumah Anda?

Wah tidak tahu. Kamu tanya saja sama orang-orang itu, hahaha...

Setiap menjelang Pemilu, sepertinya ada saja tokoh politik yang datang ke rumah Anda. Apa kebersamaan dengan Anda bisa menambah perolehan suara?

Ya bisa saja begitu. Kan politik butuh massa, kalau mau dia seperti itu. Tapi apa saya bisa menolak semua orang? Pak Amien (Amien Rais), Pak Jokowi, Pak Moeldoko, Adhyaksa Dault juga pernah datang. Hidayat Nur Wahid, terus Nur Mahmudi.

Kalau prinsip saya, belajar dari pesantren sajalah. Ada orang baik datang diterima, supaya dia tidak jadi jahat. Ada penjahat datang ya diterima, supaya jadi orang baik. Ada orang tanggung datang ya diterima, supaya jadi baik, hahaha... Pada prinsipnya, setiap orang itu baik. Yang tidak beres kan kelakuannya, hahaha...

Anda pernah diajak berpolitik?

Oh, selalu ngajak. Tapi mereka tahu, dari jaman tiga partai, saya tidak ikutan. Bahkan ada juga mereka yang jaga saya. Mereka bilang,”Iwan di situ saja, tidak usah ikut-ikutan. Iwan kan penyanyi, di dunia itu saja”.

Saat ini banyak penyanyi yang berpolitik?

Ya berarti dia punya bakat. Punya kemampuan. Kita tidak pernah tahu kemampuan orang lain. Dia yakin sama dirinya, bahwa dia bisa memberikan sesuatu buat orang banyak. Dan dia punya waktu untuk itu. Kalau pun tidak, dia bisa belajar. Asal yang penting niatnya benar. Kalau saya tidak ada waktu dan tidak bakat.

Ada pesan buat politisi atau pejabat?

Yang penting buat saya, tidak merugikan orang lain, tidak merugikan alam, dan tidak merugikan diri sendiri. Apapun yang kamu kerjakan, yang Indonesia kerjakan, jangan sampai merusak alam. Jangan sampai merusak kesepakatan hukum atau orang lain. Jangan sampai merusak diri sendiri juga.

Saya tidak tahu terjemahannya seperti apa. Tapi itu patokan saya. Ya mungkin memang gampang sekedar ngomong. Tapi ini hati saya, harapan saya. Saya rasa juga harapan semua orang. Pokoknya kalau ada yang melanggar kemanusiaan, buat saya ya harus dilawan. Selama ada yang melanggar akal sehat atau kemanusiaan, ya lawan. Tapi jangan kasar. Sudah tidak zamannya.

Ini menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Idealnya seperti apa pemimpinnya?

Wah, kurang lebih sama. Tapi saya tidak bisa komentar terlalu jauh. Saya warga Depok, jadi tidak ikut memilih untuk Jakarta, hahaha...

Ada seorang tokoh bilang, Indonesia perlu enam Iwan Fals agar beres semuanya?

Ya tidak mungkinlah. Orang Iwan Fals cuma satu. Masa mau enam? Hahaha... Tokohnya salah itu.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA KHUSUS atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Mild report
Reporter: Mahbub Junaidi
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti