Menuju konten utama

Ba'asyir Dibebaskan Meski Tolak Teken Surat Setia Pada Pancasila

Yusril Ihza Mahendra menyebut Ba'asyir tetap dibebaskan meski tak mau teken ikrar setia kepada NKRI dan Pancasila.

Ba'asyir Dibebaskan Meski Tolak Teken Surat Setia Pada Pancasila
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.

tirto.id - Yusril Ihza Mahendra mengklaim berhasil meyakinkan Presiden Jokowi untuk membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dengan alasan usia dan kesehatan.

Panasihat hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 01 ini mengatakan kepada Jokowi jika Ba'asyir telah berhak mengajukan bebas bersyarat karena telah menjalani dua pertiga masa hukuman, yakni sembilan tahun dari vonis penjara 15 tahun yang dijatuhkan hakim kepada Ba'asyir.

Berdasarkan PP No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan [PDF], kata Yusril, Ba’asyir sudah berhak mendapatkan bebas bersyarat.

“Kalau seorang narapidana sudah memenuhi pembebasan bersyarat, pemerintah wajib menunaikan haknya, tidak bisa dihalang-halangi,” kata Yusril, di The Law Offices of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).

Namun, kata Yusril, Ba'asyir tidak mengajukan bebas bersyarat karena ada syarat yang tidak mau ditandatangani. Sebab, Ba'asyir harus menandatangani ikrar setia kepada NKRI dan Pancasila, serta mengakui perbuatan dengan berjanji untuk tidak mengulanginya.

Poin kesadaran dan penyesalan tercantum dalam Pasal 84 huruf d ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018.

Pasal 84 huruf d ayat (1) berbunyi: “Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia.”

Sementara ayat (2) berbunyi “Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing.”

Menurut Yusril, Ba’asyir tidak mau tanda tangan ikrar tersebut. “Saya hanya setia kepada Allah, saya hanya patuh kepada Allah, saya tidak akan patuh selain dari itu,” kata Yusril menirukan ucapan Ba’asyir.

Yusril mencoba menjelaskan kepada Ba'asyir soal Pancasila yang menjadi falsafah Indonesia dan itu sejalan dengan Islam jika ditafsirkan sesuai prinsip Islam.

“Jika Pancasila sejalan dengan Islam, kenapa tidak patuh kepada Islam saja?” kata Yusril menirukan Ba'asyir.

Lantara lantaran Ba'asyir terpidana terorisme, kata Yusril, maka setingkat Direktur Jenderal Pemasyarakatan tidak bisa memutuskan untuk pembebasan itu.

Karena itu, ia berbicara dengan Jokowi sebagai pengambil keputusan tertinggi, sebab syarat pembebasan bersyarat diatur dalam Permenkumham.

“Sekarang presiden ambil alih dan memiliki kebijakan. Artinya ia menyampingkan Permenkumham tersebut, kalau presiden sudah menyampaikan [memutuskan], maka selesai persoalan itu,” kata Yusril.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) sekaligus kuasa hukum Ba'asyir, Mahendradatta mengatakan rencana pembebasan kliennya murni berdasarkan hukum.

“Tidak ada unsur politis dalam rencana pembebasan ini. Hal ini biasa saja dan merupakan hak dia dalam hukum yang berlaku,” kata Mahendra, di kantornya, Sabtu (19/1/2019).

Mahendra mengatakan upaya tim kuasa hukum untuk menuntut pembebasan Ba'asyir sudah dilakukan sejak dua tahun lalu dengan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi berdasarkan alasan kemanusiaan, yaitu usia lanjut dan kondisi kesehatan.

Mahendra menyatakan Ba'asyir telah menjalani dua per tiga masa hukuman yang jatuh pada 13 Desember 2018. “Ada dasar dan alasan hukum yang kami gunakan dari awal [pengajuan pembebasan bersyarat]” kata dia.

Namun demikian, Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto menyatakan sampai saat ini belum ada usulan pembebasan bersyarat yang diusulkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur ke Kemenhumham.

Sehingga Ba'asyir belum dinyatakan bebas dan masih menjalani pidana. Ade menambahkan, Ba'asyir bisa bebas dengan tiga cara, yaitu: melalui bebas murni setelah habis menjalani pidananya; bebas bersyarat setelah menjalani dua per tiga masa pidana; dan grasi presiden dengan alasan kemanusiaan.

Selain itu, kata dia, Ditjen PAS juga belum menerima surat keputusan grasi.

“Hingga kini, kami belum menerima surat keputusan terkait grasi Ba'asyir,” ujar Ade ketika dihubungi Tirto, Sabtu (19/1/2019).

Respons Jokowi

Sementara itu, Presiden Jokowi menyebut pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dilakukan demi alasan dan atas dasar pertimbangan kemanusiaan.

“Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau, kan, sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan,” kata Jokowi uai meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, di Desa Nglampangsari, Cilawu, Garut, Jumat (18/1/2019), seperti dikutip Antara.

Presiden Jokowi mengatakan pembebasan tersebut sudah melalui pertimbangan yang panjang.

"Ini pertimbangan yang panjang. Pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril. Tapi prosesnya nanti dengan Kapolri,” kata Jokowi.

Jokowi menambahkan berbagai pertimbangan sudah dibahas sejak sekitar setahun lalu.

“Sudah pertimbangan lama. Sudah sejak awal tahun yang lalu. Pertimbangan lama Kapolri, kita, menkopolhukam, dan dengan pakar-pakar. Terakhir dengan Pak Prof. Yusril Ihza Mahendra,” kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait ABU BAKAR BAASYIR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz