Menuju konten utama

Atasi Defisit Migas, IMEF: Pemerintah Harus Bangun Kilang

“Kalau berani bangun jalan, kenapa enggak bisa bangun kilang? Ini lebih penting lagi bagi ekonomi negara,” ucap Andang.

Atasi Defisit Migas, IMEF: Pemerintah Harus Bangun Kilang
Pemandangan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun dari atas ketinggian bukit Desa Panyang, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (3/1/2019). ANTARA FOTO/Rahmad/foc.

tirto.id - Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) mengkritik kenaikan nilai impor minyak Indonesia di tahun 2018 sebanyak Rp 5 miliar dolar AS secara year on year (YoY). Dari semula 24,3 miliar dolar AS menjadi 29,8 miliar dolar AS.

Hal itu dianggap menjadi salah satu penyebab defisit migas yang mencapai 10,736 dolar AS di tahun 2018 atau terburuk sejak 2014. Pengaruhnya pun diyakini turut memperburuk defisit neraca perdagangan (CAD).

Anggota IMEF, Andang Bachtiar mengatakan, defisit migas itu disebabkan ketergantungan impor minyak dan gas (migas). Padahal, kata Andang, masalah itu dapat diatasi bila pemerintah mau membangun kilang sehingga meningkatkan kapasitas pengolahan minyak dalam negeri.

“Kalau berani bangun jalan, kenapa enggak bisa bangun kilang? Ini lebih penting lagi bagi ekonomi negara. Kita enggak akan tergantung sama impor (migas) lagi. Defisit CAD akan turun dan rupiah menguat,” ucap Andang dalam konferensi pers bertajuk “Outlook Energi dan Pertambangan Indonesia” di Tjikini Lima pada Kamis (17/1).

Andang menjelaskan, janji pembangunan kilang ini pernah diucapkan oleh Presiden Jokowi pada 2014 lalu sebagai janji kampanyenya. Namun, menurut Andang, selama 4 tahun pemerintahan Jokowi berjalan, pembangunan kilang justru terhambat.

Penyebabnya, kata Andang, karena pemerintah menyerahkan pembangunan kilang pada swasta. Padahal, Andang menilai dari segi investasi, nilai internal rate of return (IRR) tidak akan mendatangkan keuntungan. Akibatnya, ia tidak heran bila sejak 2007 tidak ada penambahan kilang minyak.

Untuk mengatasinya, Andang mendesak pemerintah memperlakukan pembangunan kilang sebagaimana infrastruktur lainnya. Ia membandingkan pembangunan Trans Papua yang tidak memiliki nilai ekonomi, tetapi tetap dibangun oleh pemerintah, hal yang sama juga dapat diterapkan pada kilang.

“Pemerintah harus bangun kilang dengan segala konsekuensinya. Nanti pakai uang negara. Lalu dikasi ke Pertamina jadi mekanismenya semacam penyertaan modal negara,” ucap Andang.

Selain kilang, Andang juga menyoroti sikap pemerintah yang justru akan menambah impor 3 kali lipat di tahun 2025 berdasarkan rencana hulu energi nasional. Padahal, kata Andang, pemerintah sampai saat ini tengah melakukan ekplorasi dan produksi minyak .

“Boleh kita eksplorasi dan produksi, tapi masa impor minyak kita nambah,” ucap Andang.

Baca juga artikel terkait MINYAK DAN GAS atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto