tirto.id - Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran akan pentingnya kesehatan dan perlindungan finansial atas risiko penyakit. Namun, benarkah asuransi kesehatan terhitung kebutuhan tersier yang mahal?
Sejatinya, proteksi dari risiko sakit, musibah atau bencana menjadi kebutuhan manusia modern sehingga perlu masuk dalam anggaran pengeluaran pokok. Tanpa perencanaan, tragedi finansial berpeluang terjadi ketika cobaan penyakit berat menerpa.
Mengutip cekkeuanganku, asuransi kesehatan termasuk di daftar wealth protection atau perlindungan atas kekayaan pribadi. Ia masuk di tahapan kedua membangun keuangan setelah seseorang bekerja dan dapat penghasilan (wealth creation).
Pasalnya, kekayaan bisa hilang atau terkikis jika terjadi risiko kesehatan seperti opname, yang berujung pada pengeluaran besar. Biaya pengobatan sendiri diprediksi naik setiap tahunnya, bahkan dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan inflasi.
Simak saja survei Willis Towers Watson (WTW) terhadap 257 perusahaan asuransi di 55 negara pada September 2022. Hasilnya, tiga dari empat perusahaan asuransi atau sekitar 78% responden mengantisipasi kenaikan biaya kesehatan global 3 tahun ke depan.
Dalam laporan berjudul “The 2023 Global Medical Trends Survey,” konsultan asuransi global itu menjelaskan bahwa inflasi dan naiknya konsumsi atas layanan kesehatan memicu lonjakan biaya manfaat kesehatan global ke level tertinggi dalam hampir 15 tahun terakhir.
Kawasan Amerika Latin diprediksi mengalami kenaikan hingga 18,9%, diikuti oleh kawasan Timur Tengah dan Afrika (11,5%), serta Asia Pasifik (10,2%). Indonesia yang masuk di wilayah Asia Pasifik tentu saja masuk di dalamnya.
Dalam menyusun perhitungan tersebut, WTW menghitung laju tren global dan regional berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dimana negara yang mengalami hiperinflasi seperti Venezuela dikecualikan dalam perhitungan.
Dalam laporan yang sama juga disebutkan bahwa ada tiga penggerak utama yang membuat biaya kesehatan melejit. Pertama, perawatan berlebihan (74%) karena para profesional medis merekomendasikan terlalu banyak layanan atau meresepkan terlalu banyak obat.
Kedua, lebih dari 50% responden menyatakan bahwa kebiasaan kesehatan yang buruk juga menjadi faktor utama. Dan ketiga, sekitar 50% responden mengakui enggan menggunakan layanan pencegahan dan menghindari perawatan medis, terutama saat pandemi.
BPJS Kesehatan Tak Lagi Cukup
Pemerintah memahami bahwa proteksi kesehatan menjadi hak dasar warga negara, terutama di tengah mahalnya biaya pengobatan dan perawatan. Oleh karena itu, diluncurkan program BPJS Kesehatan melalu program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
BPJS Kesehatan merupakan opsi proteksi yang paling mudah diakses dengan biaya terjangkau, bahkan gratis. Selain itu, proteksi kesehatan yang ditawarkan mencakup hampir semua jenis penyakit dengan periode tanggungan seumur hidup.
Per Oktober 2022, BPJS Kesehatan mencatat jumlah kepesertaan JKN mencapai 246,6 juta jiwa atau 89% dari total penduduk Indonesia. Nyaris 80% dari peserta mendapat bantuan iuran, dan sisanya adalah peserta mandiri dengan iuran Rp42.000-Rp150.000.
Namun sayangnya, masih terdapat beberapa kekurangan dalam fasilitas ini, seperti:
- Administrasi yang lama karena sistem pelayanan berjenjang. Peserta JKN baru bisa mendapat layanan di rumah sakit setelah mendapat rujukan dari Puskesmas atau Klinik
- Antrean yang panjang karena banyaknya jumlah peserta JKN
- Belum banyaknya jumlah rekanan rumah sakit, terutama yang menyediakan jasa spesialis tertentu
- Penggantian biaya yang tidak penuh jika melampaui anggaran.
Sistem ini menjadi dilematis karena terkadang biaya asli pengobatan melampaui perhitungan yang disepakati. Alhasil, kelebihan klaim biaya ini ditagihkan kepada peserta JKN yang notabene berpikir bahwa BPJS Kesehatan menanggung 100% biaya.
Merujuk situs OJK, praktisi keuangan dan asuransi Freddy Pielor mengatakan pentingnya tambahan proteksi lain untuk menutupi kebutuhan pengobatan yang tidak dibisa di-cover BPJS Kesehatan.
“Jadi harus tahu limit-nya dan kondisi kesehatan saat ini. Tetap terdapat kebutuhan untuk membeli tambahan asuransi lain yang bisa memenuhi kelebihan klaim,” ucap Freddy.
Kapan Asuransi Swasta Diperlukan?
Masih banyak kalangan enggan memiliki asuransi swasta karena biaya iuran atau premi yang dinilai mahal. Padahal, jika ditelaah dengan baik manfaat yang didapat sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Bagi para pekerja formal dengan tingkat penghasilan yang stabil dan cukup, memiliki asuransi tambahan harus dipertimbangkan. Pasalnya, BPJS Kesehatan hanya memberikan pelayanan standar yang terkadang kurang nyaman.
Terlebih lagi, jika dihadapkan pada situasi emergency (darurat) yang membutuhkan pelayanan cepat tanpa digentayangi urusan administrasi dan antrian.
Selain itu, kepemilikan asuransi swasta sebaiknya dilakukan sedini mungkin ketika peserta asuransi masih dalam usia muda, karena proses administrasi akan lebih mudah dan pembayaran premi atau iuran bisa lebih minim.
Jika kita mendaftar saat usia tua, maka risiko kita dinilai lebih besar sehingga perusahaan asuransi menilai peluang terjadinya klaim pun tinggi. Oleh karena itu, mereka biasanya mengenakan biaya premi asuransi yang lebih mahal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin mendaftar sebagai peserta asuransi swasta guna menghindari premi mahal, sebagaimana dipaparkan Chief Product Officer Allianz Life Indonesia Himawan Purnama dalam webinar Life & Health Insurance 101 belum lama ini.
Pertama, isilah data tertanggung dan formulir permintaan, termasuk riwayat penyakit dengan benar dan jujur. Pihak tertanggung adalah pihak yang ingin dilindungi kesehatan atau jiwanya yang pada umumnya (dalam asuransi jiwa) adalah pencari nafkah utama.
Kedua, baca seksama polis asuransi yang akan dibeli, sehingga diketahui betul manfaat yang akan didapat berikut pengecualian pertanggungan. Asuransi swasta sangat transparan menjelaskan cakupan manfaat, pengecualian tanggungan, dan prosedur klaim.
Semua itu tertera dalam polis, yang sayangnya berjubel dalam keterangan berlembar-lembar, sehingga masyarakat seringkali enggan membaca polis asuransi secara tuntas. Hal ini berujung ketidakpahaman mereka atas prosedur dan prasyarat klaim.
Ketiga, belilah polis asuransi sesuai kebutuhan. Jangan karena kekhawatiran berlebihan, lalu menginginkan berbagai bentuk proteksi, sehingga peserta akhirnya membayar premi tinggi untuk perlindungan risiko yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Keempat, jika ingin atau sudah memiliki asuransi swasta ingat untuk rutin membayar polis agar polis tetap aktif. Banyak kasus peserta asuransi swasta menunggak pembayaran, sehingga proteksi tidak aktif dan tak bisa dipakai tatkala diperlukan.
Terakhir, selalu evaluasi berkala kebutuhan proteksi setidaknya sekali setahun. Dengan demikian, manfaat yang didapat sesuai dengan kondisi terbaru. Seiring berjalannya usia, peserta bisa saja menderita penyakit tambahan yang sebelumnya tidak ditanggung.
Proteksi kesehatan dan jiwa merupakan kebutuhan yang sebisa mungkin dipenuhi. Namun sebelum ke sana, ada baiknya kondisi keuangan direncanakan terlebih dahulu guna mengetahui sejauh mana produk asuransi non-BPJS dibutuhkan.
Editor: Arif Gunawan Sulistiyono