tirto.id - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta agar Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat membebaskan 26 orang aktivis buruh yang ditangkap saat menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, pada 30 Oktober 2015 lalu.
Menurut Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, seharusnya aparat penegak hukum melindungi peserta aksi, bukan melakukan kriminalisasi. Karena itu, Aspek Indonesia menuntut agar 26 orang aktivis yang ditangkap saat melakukan aksi tersebut dibebaskan.
Para aktivis yang ditangkap itu terdiri dari 23 orang buruh, dua orang aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan satu orang mahasiswa. Mirah menilai, mereka sebenarnya adalah korban karena pada saat ditangkap mengalami kekerasan fisik dari petugas yang menggunakan seragam bertuliskan 'Turn Back Crime'.
“Rakyat yang telah menjadi korban kesewenang-wenangan aparat jangan dijadikan tersangka dengan dalih yang direkayasa,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Selain itu, Mirah juga mengingatkan agar pemerintah tidak antikritik dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi yang dilakukan kepada pihak-pihak yang selama ini menyampaikan kritikan.
“Aspek Indonesia bersama dengan seluruh elemen buruh dan rakyat akan menolak setiap upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang memperjuangkan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Karena itu, Mirah mengecam sikap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang tetap melanjutkan pemeriksaan dan persidangan terhadap 26 orang aktivis yang menolak pengesahan PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan tersebut.
“Massa unjuk rasa saat itu sebenarnya sudah bersedia membubarkan diri secara sukarela dan bertahap karena jumlah mereka ribuan. Namun, petugas malah melakukan pengejaran, pemukulan dan perusakan mobil hingga akhirnya 26 orang itu ditangkap,” ujarnya.
Menurut Mirah, Aspek Indonesia tetap konsisten menolak PP Pengupahan dan mendesak pemerintah untuk mencabut PP tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.