Menuju konten utama

Asosiasi Sebut Fintech yang Diadukan ke LBH Jakarta Tidak Terdaftar

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan perusahaan peminjaman uang online yang diadukan ke LBH Jakarta tidak terdaftar di OJK dan bukan anggota organisasi itu.

Asosiasi Sebut Fintech yang Diadukan ke LBH Jakarta Tidak Terdaftar
Ilustrasi fintech. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan perusahaan penyelenggara layanan peminjaman uang berbasis teknologi informasi yang dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bukan anggota organisasi tersebut.

Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widiatmoko mencatat perusahaan-perusahaan itu tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga otomatis tidak tergabung dalam organisasinya. Sampai saat ini, terdapat 73 penyelenggara fintech yang terdaftar di OJK. Menurut dia, perusahaan-perusahaan fintech yang dilaporkan ke LBH Jakarta itu tergolong ilegal.

“AFPI tidak pernah mendengar ada anggotanya, yang terdaftar di OJK, yang melakukan pelanggaran [terkait] penagihan. Tidak ada,” kata Sunu dalam jumpa pers di Kota Kasablanka, Jakarta pada Selasa (6/11/2018).

Sunu menjelaskan perusahaan yang tergabung dalam AFPI selalu diminta untuk menjaga iklim industri fintech agar tetap kondusif. Oleh karena itu, Sunu mengklaim para anggotanya tidak akan melakukan praktik-praktik yang berpotensi merusak ekosistem bisnis fintech.

“Yang disampaikan LBH Jakarta, kami belum dengar [kalau] mereka anggota kami. Namun yang kami tahu, kabar tersebut merugikan kami sebagai industri,” ucap Sunu.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah membuka posko pengaduan bagi para korban pinjaman uang online (pinjol) dari para penyelenggara Fintech. Hal tersebut dilakukan mengingat banyak kasus teror dan intimidasi dialami para peminjam saat penagihan utang.

LBH Jakarta mencatat setidaknya ada tujuh modus intimidasi. Misalnya, LBH Jakarta menemui kasus para korban diminta menari telanjang, diancam dibunuh, dipecat oleh perusahaan karena menagih ke atasan korban, menagih ke rekan kantor yang membuat malu, hingga upaya bunuh diri akibat bunga pinjaman yang sangat besar. Tak hanya itu, ada korban melaporkan seluruh data pribadi diambil dari gawai miliknya oleh penagih utang. Hal ini tentu ini melanggar hak atas privasi seseorang.

Meskipun demikian, Sunu mengingatkan seharusnya peminjam sudah tahu konsekuensi dari kegiatan meminjam uang secara online. Dengan demikian, ketika tiba waktu untuk melunasi utang, peminjam tidak seharusnya menghindar atau memprotes kebijakan yang ditetapkan perusahaan fintech.

“Karena memang ada yang niatnya dari awal untuk mengemplang. Meski lapornya bukan ke kami, tapi kami tahu bahwa orangnya ya itu-itu saja,” ucap Sunu.

Dia pun meminta agar para perusahaan fintech yang sudah terdaftar di OJK dan tergabung di asosiasi tidak disamakan dengan yang tidak terdaftar. Menurut Sunu, OJK pun tidak akan tinggal diam apabila diketahui ada perusahaan fintech ilegal yang berulah.

Sunu mengklaim perusahaan fintech yang terdaftar selama ini menjalankan bisnisnya sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengutamakan perlindungan terhadap konsumen. Dia menyebutkan beleid yang menjadi acuan mereka dalam beroperasi ialah Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Baca juga artikel terkait FINTECH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom