tirto.id - Direktur Utama PT First Anugerah Karya Wisata, Andika Surachman sempat mengatakan bahwa aset First Travel yang disita polisi sebaiknya digunakan untuk membiayai calon jemaah umrah.
Menanggapi hal itu, salah satu pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) First Travel, Sexio Yuni Noor Sidqi menyatakan upaya itu tidak mungkin dilakukan.
Pria yang kerap disapa Kiky ini menyampaikan bahwa aset First Travel yang disita oleh Bareskrim Mabes Polri sudah sepatutnya tetap ditahan. Aset tersebut akan dijadikan barang bukti untuk proses pidana yang sedang dijalani oleh Andika Surachman, Anniesa Desvitasari Hasibuan, dan juga Siti Nuraidah Hasibuan.
“Enggak bisa. Dalam proses sekarang ya enggak bisa. Harus nunggu putusan kelar dan kalau dicairkan dalam proses PKPU enggak bisa. Ya bisanya pailit dulu baru dicairkan asetnya,” kata Kiky saat dihubungi Tirto, Kamis (7/12/2017).
Dalam proposal perdamaiannya, First Travel berjanji akan menanggung kepergian lebih dari 61 ribu calon jemaah. Meski begitu, First Travel belum menuliskan agen mana yang siap menanggung atau akan digunakan untuk perjalanan umrah calon jemaah. Padahal, First Travel telah meminta masa 6-12 bulan pemulihan situasi perusahaan dan 2 tahun jangka waktu pemberangkatan seluruh jemaah.
“Enggak mungkin proposal gini kita voting, minimal dengan perjanjian vendor. Kalau vendor ada tanda tangan kan berarti ada komitmen kan,” tandasnya lagi.
Baca: Alasan Polri Tak Bisa Begitu Saja Kembalikan Aset First Travel
Kiky menyesalkan penawaran dari First Travel yang dinilai berusaha “menghipnotis” para calon jemaah. Menurutnya, proposal itu masih sangat mentah karena tidak ada agen yang bersedia memberangkatkan jemaah, apalagi menanggung biayanya. Apabila aset masih menjadi sarana utama First Travel memberangkatkan jemaah, maka seharusnya seluruh aset tersebut disertakan dalam proposal dan dalam bentuk jaminan, bukan dana segar untuk pemberangkatan.
“Itu bisa. Dulu juga gitu. Jadi aset yang disita polisi dan semua aset-aset disampaikan. Tapi sangat disayangkan Andika enggak ngomong selugas itu asetnya apa aja. Kalau cuma aset di Bareskrim kan enggak cukup itu,” lanjut Kiky.
Menurut Kiky, utang yang harus dibayarkan oleh First Travel mencapai Rp 1,03 triliun. Utang pajak First Travel hanya Rp300 juta, utang gaji karyawan Rp600 juta, utang vendor Rp60 miliar, sedang utang kepada calon jemaah sekiranya Rp900 miliar.
Sementara aset First Travel yang disita polisi berupa 5 rumah, 5 mobil, dan 8 kantor, serta 50 rekening diperkirakan hanya beberapa puluh miliar saja. Jumlah itu sangat jauh dari jumlah utang yang harus dibayarkan First Travel.
“Makanya kita minta kalau tanggal 11 (Senin, 11/12), MoU (Memorandum of Understanding) dengan vendor itu dilampirkan. Kemarin kan baru janji akan memberangkatkan. Kita ngomong kalau bisa 11 atau maksimal 18 (Desember) sebelum divoting, perjanjian dengan vendor itu ada jadi kreditur itu yakin,” katanya lagi.
Tanggapan Kuasa Hukum First Travel
Di sisi lain, kuasa hukum First Travel, Rusdianto mengatakan bahwa kepolisian tidak sepatutnya menahan aset First Travel dan melakukan pemidanaan tanpa mempertimbangkan proses PKPU yang tengah berjalan.
“Polisi hanya memakai kacamata kuda. Rasa keadilan jangan dilihat dari proses pidana saja. Banyak rasa keadilan bisa diciptakan dari sisi lain termasuk restorative justice,” kata Rusdianto kepada Tirto.
Rusdianto menyatakan, sesuai dengan pendekatan pidana, aset itu tidak mungkin bisa dicairkan. Namun, tidak ada salahnya jika polisi menggunakan banyak instrumen lain dalam penyelesaian masalah hukum. Pasalnya, masih ada puluhan ribu calon jemaah yang harus dipenuhi tuntutannya.
"Apakah hanya instrumen pidana saja dalam mencari keadilan?" keluhnya.
Di sisi lain, mantan kuasa hukum First Travel, Deski, juga membenarkan bahwa First Travel tetap harus menunggu proses pengadilan pidana pada Andika, Anniesa, dan Siti Nuraidah. Saat menjadi kuasa hukum First Travel dahulu, ia juga mengaku tidak pernah berusaha membiayai jemaah dengan uang dari aset sitaan.
"Ya seharusnya enggak bisa, kan itu harus menunggu persidangan dulu," katanya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto