tirto.id - Amerika Serikat (AS) baru-baru ini memutuskan untuk mengakhiri keringanan sanksi, yang memungkinkan beberapa negara ekonomi utama, termasuk Turki, untuk membeli minyak mentah dari Iran.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran di seluruh pasar dunia yang dapat mengganggu kestabilan harga energi.
Turki akan melobi perpanjangan keringanan sanksi dari negeri paman sam itu, lantaran minyak Iran sangat memainkan peran penting dalam membantu memenuhi kebutuhan energinya.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu melalui akun Twitter menyatakan, “Keputusan #US untuk mengakhiri keringanan sanksi atas impor minyak #Iran, tidak akan melayani perdamaian dan stabilitas regional, namun akan membahayakan rakyat Iran. #Turkey menolak sanksi dan pemaksaan unilateral tentang bagaimana melakukan hubungan dengan tetangga," demikian cuitnya.
“Dampak utama akan lebih mahal untuk efek minyak mentah dari harga produsen dan untuk harga konsumen,” kata Omer Emec, Kepala Ekonom di Al Baraka Turki, sebagaimana dilansir TRT World.
“Karena Turki tidak dapat memproduksi sebagian besar kebutuhan minyak mentahnya, yang merupakan bagian besar dari biaya perusahaan Turki, tekanan inflasi akan naik," tambahnya.
Tahun lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan sanksi semacam itu melanggar hukum dan diplomasi internasional, dan Turki akan terus membeli minyak dari Iran.
Melansir Bloomberg, Turki dan Iran berencana akan mengatur mekanisme keuangan untuk menghindari sanksi AS terhadap Republik Islam, kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad, Zarif setelah mengunjungi Ankara pekan lalu.
Saham Tupras Turkiye Petrol Rafinerileri AS milik Turki, turun 2,4 persen pada Rabu (24/4/2019) pukul 4.36 sore waktu setempat.
Karena ketergantungannya pada impor minyak, tahun lalu Turki memasuki resesi. Dampak ini sangat rentan terhadap penurunan mata uang Turki, lira, yang saat ini terus kehilangan nilainya selama beberapa tahun.
“Sebuah akhir atau pengurangan signifikan impor minyak dari Iran akan meningkatkan tagihan impor Turki secara substansial, menghasilkan tekanan inflasi lebih lanjut pada ekonomi Turki.” kata David Jalilvand, Kepala Eksekutif Konsultan Timur Tengah, seperti diwartakan Aljazeera.
Februari lalu, Iran mengirim 144.000 barel minyak mentah per hari ke Turki, dibandingkan pada tahun 2017 dengan rata-rata 244.000 per barel .
Jalilvand mengatakan sanksi ini akan menjadi tantangan Turki untuk mengganti pemasok minyak selain dari Iran.
Pada bulan Mei tahun lalu, Trump secara sepihak memutuskan untuk meninggalkan kerjasama kerjasama nuklir dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 yang disepakati oleh Iran, AS, Rusia, Cina, Jerman, Prancis, Inggris dan negara besar lainnya di Uni Eropa.
Editor: Yandri Daniel Damaledo