tirto.id - Arswendo Atmowiloto meninggal dunia di kediamannya, Kompleks Kompas, Petukangan, Jakarta Pusat, pada Jumat (19/7/2019) sore sekitar pukul 17.50 WIB. Seniman, budayawan, penulis, sekaligus mantan jurnalis ini wafat dalam usia 70 tahun setelah berjuang melawan kanker prostat.
Kesehatan Arswendo sebelumnya dikabarkan menurun saat dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta. Namun, beberapa saat berselang, kondisi seniman kenamaan asal Surakarta ini disebut-sebut telah membaik hingga akhirnya kabar duka itu terdengar.
Mengenai penyakit kanker prostat yang diderita Arswendo sebelumnya disampaikan oleh Rudolf Puspa, seniman teater yang juga salah satu karib almarhum. Lewat akun Twitter-nya, Rudolf menyebut Arswendo sudah menjalani dua kali operasi terkait penyakitnya tersebut.
"Arswendo dua bulan ini terkena kanker prostat. Sudah dua kali dioperasi. Kondisinya tadi pagi drop, dibawa dengan ambulans ke RS Pertamina. Mohon doa ya," cuit Rudolf melalui Twitter, Senin (24/6/2019) lalu.
Dilahirkan di Surakarta, Jawa Tengah, tanggal 26 November 1948, Arswendo Atmowiloto dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto kala itu. Bahkan, ia pernah dipenjara pada 1990 akibat hasil jajak pendapat di tabloid Monitor yang dipimpinnya dianggap bermasalah.
Sebagai seniman dan penulis, Arswendo Atmowiloto telah menghasilkan banyak sekali karya, serta meraih berbagai penghargaan pada dekade 1970 dan 1980-an.
Sedangkan di kancah jurnalistik, ia pernah mengelola sejumlah media massa termasuk tabloid Bintang Indonesia, Kompas, majalah Hai, Bianglala, Ino, Pro-TV, serta menggawangi tabloid Monitor yang akhirnya dibredel pemerintahan Soeharto.
Arswendo Atmowiloto juga mendirikan perusahaan media dan penerbitan serta rumah produksi yang menghasilkan sejumlah sinetron, termasuk Keluarga Cemara, juga film,dan beberapa program lainnya.
Kini, Arswendo Atmowiloto telah tiada. Seniman besar ini meninggalkan istri Agnes Sri Hartini serta tiga orang anak, yakni Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara.
Editor: Agung DH