Menuju konten utama

Arjen Robben, 'Manusia Kaca' Itu Akhirnya Berhenti Berlari

Saat berusia dua tahun, Arjen Robben kecil pernah merengek kepada orang tuanya untuk diizinkan bermain bola. Kini di usia 35 tahun, manusia kaca itu akhirnya meninggalkan sepakbola profesional.

Arjen Robben, 'Manusia Kaca' Itu Akhirnya Berhenti Berlari
Pemain Belanda, Arjen Robben, memuji para pendukung di akhir pertandingan kualifikasi sepak bola Grup A Piala Dunia antara Belanda dan Swedia di stadion Arena di Amsterdam, Belanda, Selasa, 10 Oktober 2017. Peter Dejong/AP

tirto.id - "Saatnya memulai tahapan baru dan saya tidak sabar untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan istri dan anak saya, menikmati segala hal indah yang siap menanti kami," tutur winger Bayern Munchen, Arjen Robben, seperti diwartakan de Telegraaf, Jumat (5/7/2019) pagi waktu Indonesia .

Robben, yang telah menginjak usia 35 tahun lebih tiga bulan dan 13 hari, akhirnya memutuskan gantung sepatu dari kariernya sebagai pesepakbola profesional.

Kabar kemungkinan pensiunnya Roben memang telah berembus sejak pertengahan musim. Namun, untuk membulatkan tekad, si pemain butuh waktu berbulan-bulan.

"Saya telah merenung sejak pertandingan terakhir bersama Bayern Munchen, untuk membuat keputusan terhadap masa depan saya," tutur Robben.

Kesulitan lelaki berpaspor Belanda itu bisa dimaklumi, sebab Robben adalah manusia yang ditakdirkan hidup untuk sepakbola.

Menurut ayah Robben yang juga agen sepakbola, Hans Robben, ketertarikan anaknya dengan dunia si kulit bundar sudah dimulai dari bayi.

"Dia sudah mengigau dan merengek ingin masuk ke akademi sepakbola, padahal saat itu usianya baru dua tahun," kenang Hans, dalam sebuah wawancara radio lokal Belanda.

Hans jelas tidak sampai hati membiarkan anaknya bermain bola di usia dua tahun. Baru pada usia lima tahun Robben diberi restu untuk masuk ke akademi sepakbola lokal, VV Bedum.

Namun pada akhirnya 'permintaan ngawur di usia dua tahun' itulah yang bikin Hans beserta istrinya, Marjo, menyadari anaknya ditakdirkan untuk menjadi atlet sepakbola.

Saking ambisiusnya dengan sepakbola, sejak kecil Robben tak pernah menunjukkan ketertarikan terhadap pendidikan. Saat anak-anak seusianya di Belanda menghabiskan waktu untuk berangkat sekolah, mengerjakan PR, dan belajar menjelang ujian, yang dilakukan Robben cuma satu: bermain sepakbola.

Saat usianya menyentuh 12 tahun, Robben akhirnya meninggalkan akademi VV Bedum untuk bergabung ke sekolah sepakbola yang lebih menjanjikan, Groningan. Di FC Groningen pula Robben menjalani debut senior perdana, tepatnya pada 2000. Memperkuat klub sampai 2002, dia tampil 50 kali dan menyumbang delapan gol. Tim raksasa Belanda, PSV Eindhoven lantas meminang Robben dan memberi kesempatan 56 kali main untuk mencetak 17 gol.

Meski tergolong haus gol untuk ukuran gelandang sayap di era itu, bukan produktivitas-lah yang bikin Chelsea, klub Robben berikutnya, berminat untuk merekrut si pemain. Kecepatan berlari, kemampuan dribel, dan insting menyerang yang begitu alami adalah daya pikat utama Robben.

Kemudian, berturut-turut Real Madrid dan Bayern Munchen meminangnya. Walau merupakan klub terakhir, Munchen adalah rumah yang sebenarnya bagi Robben.

"Transfer terbaik dan terpenting dalam karier saya adalah ketika saya pindah ke sini [Bayern]. Louis van Gaal yang memanggil saya ke sini, dia membuat saya jadi pemain penting untuk tim," ungkap Robben.

Sembilan tahun dia membuktikan komitmennya untuk The Bavarians, mengantarkan klub untuk meraih berbagai gelar bergengsi. Termasuk yang paling mewah, yakni menjadi juara Liga Champions 2012-2013.

Si Manusia Kaca

"Kecintaan saya terhadap sepakbola dan keyakinan kalau saya masih bisa menghadapi dunia terbendung dengan kenyataan bahwa segalanya tak selalu sesuai dengan yang saya harapkan," ucap Robben saat mengumumkan kabar pensiunnya.

"Saya sudah bukan anak 16 tahun lagi. Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana yang harus dilakukan untuk melawan cedera," imbuhnya.

Walau bermain untuk klub-klub besar, rintangan terbesar Robben bukanlah pesepakbola-pesepakbola andal lain yang bisa mengancam eksistensinya di starting line-up. Seperti kata si pemain, lawan terbesarnya adalah cedera.

Robben memang pemain yang kerap dihantam cedera. Berdasarkan data Transfermarkt, sejak memperkuat tim senior Groningen sampai Bayern Munchen Robben seharusnya bisa tampil dalam 813 laga. Namun pada kenyataannya dia cuma main 602 kali, sebab dalam 211 laga dia dihantam cedera.

Jika dikalkulasi, sepanjang karier sepakbolanya, 25,9% waktu kompetitif Robben habis untuk melawan kondisi fisiknya sendiri. Statisitik ini bikin julukan 'manusia kaca' kerap disematkan media-media Eropa kepadanya.

Sebutlah berbagai jenis cedera yang mungkin pernah dialami oleh pesepakbola. Cedera tendonitis, siatik, hamstring, otot robek, cedera paha, betis, saraf tulang, bahu, perut, lengan, semua pernah dialami Robben.

Bahkan karena alasan rentan cedera pula, klub lama Robben, Chelsea tidak berpikir panjang untuk membuangnya setelah raksasa Spanyol, Real Madrid mengajukan tawaran.

"Bersama Mourinho [pelatih Chelsea saat itu], Anda harus kuat. Itu adalah momen yang sulit karena saya selalu cedera dan tentu, dia tidak suka pemain yang cedera. Setidaknya saya kadang merasa lebih baik karena dia pun terkadang percaya pada saya," jelas Robben.

Komitmen untuk Tanah Kelahiran

Sebagai pesepakbola, karier Robben di klub dan Timnas terbilang timpang, setidaknya jika diukur dari aspek trofi.

Di level klub nyaris semua gelar yang mungkin diraih bisa dia dapatkan. Mulai dari Eredivisie, EPL, Piala FA, Piala Liga, Liga Spanyol, Copa Delrey, Bundesliga, DFB Pokal, Liga Champions, sampai Piala Dunia Antarklub.

Sebaliknya, di level Timnas, Robben belum berhasil membawa negaranya menjadi juara. Pencapaian terbaiknya hanyalah di tahun 2010, saat berhasil mengantarkan DerOranje menembus final Piala Dunia.

Kendati demikian, bagi Robben, justru di Timnas-lah dia merasakan kebahagiaan terbaik sebagai pesepakbola.

“Barangkali kalimat ini klise, tapi tidak ada yang lebih indah dibanding bermain untuk negara Anda. Saya berkesempatan tampil di enam turnamen besar dan di tahun terakhir menjadi kapten tim. Semua itu, merupakan waktu tak terlupakan yang akan selalu saya kenang,” tutur Robben.

Kebanggaan itu terbukti. Kostum Belanda-lah yang Robben kenakan saat memecahkan rekor dunia sebagai pemain sepakbola dengan sprint tercepat. Rekor itu dia ciptakan saat Belanda mengalahkan Spanyol 5-1 dalam laga pembuka Piala Dunia 2014. Menurut laporan ESPN, dalam laga itu Robben sempat berlari sampai 37 kilometer per jam. Angka ini memecahkan rekor sebelumnya yang ditorehkan Theo Walcott (35,7 kilometer per jam).

96 kali Robben tampil dengan seragam DerOranje, 37 gol dia catatkan. Dan puluhan tahun sejak merengek kepada orangtuanya untuk diijinkan bermain bola, manusia kaca itu akhirnya meninggalkan lapangan hijau.

Baca juga artikel terkait TIMNAS BELANDA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz