tirto.id - Pemerintah RI pada awal 2017 mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Selain itu juga diikuti Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.
Arcandra Tahar selaku Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral menegaskan bahwa penerbitan PP Nomor 1 Tahun 2017 tidak dimaksudkan untuk menghalangi dunia usaha, tapi justru memberikan kepastian hukum dan berusaha bagi perusahaan pertambangan.
"Berangkat dari cita-cita amanat Pasal 33 UUD 1945 di mana kekayaan alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, telah keluar Peraturan Presiden juga dan dua Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral," kata Archandra saat pertemuan dengan sejumlah redaktur di Jakarta, Sabtu (21/7/2017).
Menurutnya, keluarnya perangkat hukum tersebut sebagai upaya pemerintah mendorong terwujudnya pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri. Hukum tersebut juga bisa memberikan manfaat yang optimal bagi negara serta memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi, kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Archandra mengatakan pemerintah menegaskan ketentuan bahwa pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing untuk melakukan divestasi saham sampai 51 persen secara bertahap. Tahapan divestasi yakni, tahun keenam 20 persen, tahun ketujuh 30 persen, tahun kedelapan 37 persen, tahun kesembilan 44 persen, dan tahun kesepuluh 51 persen dari jumlah seluruh saham.
Divestasi 51 persen ini mutlak karena instruksi Presiden melalui PP. "Dengan diterapkannya PP ini, semua pemegang kontrak karya dan IUPK dan sebagainya wajib melakukan divestasi saham sampai 51 persen sejak masa produksi," kata Archandra.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan dalam ketentuan yang baru pemerintah juga mengubah jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUP dan IUPK, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi.
Dia mengatakan permohonan perpanjangan sebelumnya diajukan paling cepat dua tahun sebelum izin operasi tambang berakhir, tidak cukup untuk pengembangan investasi tambang. "Perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUPK paling cepat lima tahun dari berakhirnya izin usaha dan ini akan memberikan kepastian usaha," ujarnya kepada Antara.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan