tirto.id - Ketua Komisi V DPR, Lasarus mengkritisi permintaan China yang menginginkan APBN menjadi jaminan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dia menilai pemerintah kurang cermat dan tidak mengantisipasi munculnya tuntutan pemerintah dari negeri tirai bambu tersebut.
"Saya rasa ini terjadi karena pemerintah kita, menurut saya tidak cermat di awal sehingga membuat China berani menekan kita untuk meminta jaminan dari APBN," ujar Lasarus dalam pernyataanya, Selasa (18/4/2023).
Lasarus mengatakan pemerintah harus tegas dalam menghadapi permintaan China itu. Di sisi lain, pemerintah perlu memiliki komitmen pada kesepakatan yang ada sebelum proyek KCJB berjalan.
"Pemerintah Indonesia sudah biasa melakukan pinjaman luar negeri untuk berbagai kegiatan pembangunan di Indonesia, dan harusnya skema pengembaliannya seperti apa dibicarakan dari awal. Tidak seperti sekarang, ketika keretanya sudah selesai, baru dibicarakan skema utang," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan agar pemerintah tidak membebani APBN sebagai jaminan utang proyek KCJB, sebab dipastikan akan memberikan risiko yang besar bagi keberlanjutan APBN.
"Saya tidak setuju dengan skema itu. Karena harusnya di skema pengembalian ada masa konsesi yang diberikan, nah di masa itulah kita berikan skema pengembalian," pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Diketahui, Pemerintah Indonesia tengah dalam kebimbangan akibat bengkaknya biaya proyek atau cost overrun Kereta Api Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebesar 1,2 miliar dolar AS. China pun mematok bunga utang sebesar 3,4 persen, jauh lebih tinggi dari harapan pemerintah Indonesia sebesar 2 persen.
China juga meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai jaminan dari pinjaman utang proyek itu, yang diberikan China Development Bank sebesar 560 juta dolar AS atau Rp8,3 triliun untuk membiayai cost overrun yang besarannya setara Rp17,8 triliun.
Meskipun demikian, sejauh ini Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan terkait tuntutan pemerintah China tak bisa langsung dipenuhi. Luhut lalu menawarkan alternatif dengan penjaminan utang melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII.
"Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka (China) mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," beber Luhut.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin