Menuju konten utama

Apa yang Perlu Dilakukan Jokowi Usai Pemadaman Listrik Berjam-jam?

Pemerintah dinilai perlu segera menginvestigasi untuk menemukan permasalahan yang terjadi, serta mengantisipasi hal serupa terulang di masa yang akan datang.

Apa yang Perlu Dilakukan Jokowi Usai Pemadaman Listrik Berjam-jam?
Presiden saat kunjungi Kantor PLN Pusat di Jakarta pada Senin (5/8/2019). ANTARA/Bayu Prasetyo

tirto.id - Presiden Joko Widodo menyemprot direksi Perusahaan Listrik Negara (PLN) usai terjadi pemadaman berjam-jam di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah. Ia meminta PLN segera membenahi gangguan aliran listrik dan memiliki kalkulasi yang benar agar pemadaman tak terulang lagi serta tidak merugikan masyarakat.

“Saya minta tidak terulang lagi, itu saja. Cukup sekian,” kata Presiden Jokowi setelah menerima penjelasan dari Plt Dirut PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (5/8/2019) seperti dilansir Antara.

Mantan Gubernur DKI ini mendatangi kantor pusat PLN untuk mengetahui langsung penyebab padamnya listrik yang terjadi Ahad (4/8/2019) kemarin. Jokowi berkata, peristiwa pemadaman di Jawa ini pernah terjadi sebelumnya, dan peristiwa itu semestinya menjadi pelajaran berharga agar tidak terjadi lagi. Sayangnya, kejadian serupa terjadi lagi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa menjelaskan, indikasi adanya kerusakan jaringan yang mengakibatkan sebagian Pulau Jawa sampai Jabodetabek lumpuh, pernah juga terjadi di Manhattan, New York, Amerika Serikat.

Fabby mencontohkan Kota Manhattan mengalami blackout pada 14 Juli 2019. Menurut dia, saat itu Manhattan mengalami kerusakan gardu induk yang membuat sistem kelistrikan terganggu, seperti yang dialami Indonesia, kemarin.

Hal tersebut, kata Febby, sangat mungkin terjadi, tapi semestinya risiko terjadinya gangguan itu bisa dimininalisir. “Kalau kita memahami apa penyebab-penyebabnya atau risiko-risiko yang menyebabkan terjadinya pemadaman atau blackout," kata Fabby.

Seharusnya, kata Fabby, risiko-risiko tersebut bisa dihindari dengan mempelajari sejumlah kasus yang pernah terjadi di beberapa negara. Apalagi, kejadian serupa juga pernah dialami Indonesia beberapa kali sebelumnya.

Berdasarkan arsip Harian Kompas (19 Agustus 2005), misalnya, gangguan sistem interkoneksi Jawa-Bali pernah terjadi pada, 13 April 2019, 19 Februari 1999, 8 Mei 2000, 12 September 2002, dan 18 Agustus 2005.

Menurut Fabby, pemerintah atau regulator ketenagalistrikan dalam hal ini Kementerian ESDM harus menginvestigasi dan menurunkan pakar independen untuk memecahkan permasalahan ini.

“Itu mengevaluasi tadi dari data yang ada dicari tahu akar masalahnya ada di mana, karena pemadaman itu kejadian itu bisa disebabkan faktor teknis, faktor non-teknis. Nah, hal seperti ini, kan, harus dipahami, fenomena alam karena gangguan bencana bisa saja, proteksi terhadap bencana alamnya misalnya kurang bagus,” kata Fabby.

“Biasanya di negara lain kalau ada kejadian seperti ini dilakukan investigasi. Nah, saya juga berharap, Kementerian ESDM itu membuat tim investigasi, tujuannya bukan untuk menghukum orang, tapi untuk menemukan apa kelemahan risiko,” kata Fabby.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar menyesalkan blackout listrik ini. Situasi tersebut, kata dia, menunjukkan pemerintah tak punya sistem peringatan dini dan recovery yang memadai dari PLN dalam sistem transmisi.

"Blackout terjadi sangat masif, namun otoritas Presiden dan Menteri ESDM tidak cukup sensitif merespons. Kerugian sangat besar padahal. Sungguh sangat prihatin dan merugikan, karena situasi ini tidak pernah terjadi sebelumnya,” ujar Rofi, di Jakarta, Senin (5/8/2019).

Blackout yang terjadi, kata Rofi, tidak bisa dipandang semata hanya permasalahan teknis dan mati lampu. Sebab, secara faktual telah menghentikan sejumlah objek vital dan strategis publik di sektor transportasi, telekomunikasi, dan sejenisnya.

Dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Ketenagalistrikan disebutkan jika konsumen berhak mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

“Listrik blackout, PLN cuma minta maaf ke konsumen dan tidak memberikan pernyataan pertanggungjawaban sedikitpun. Padahal di UU Perlindungan Konsumen Pasal 4 ayat (1), konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pemadaman listrik jelas sudah membuat konsumen rugi baik secara material maupun non material,” kata dia.

Jokowi Didesak Copot Direksi

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai sudah sepantasnya Jokowi marah. Ia bahkan mendorong Presiden Jokowi merombak direksi PLN karena dinilai telah gagal mengantisipasi pemadaman yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

“Saya setuju presiden marah besar pada direksi PLN, dan saya dukung presiden ambil langkah rombak total Direksi PLN,” Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arif Pouyono dalam rilis yang diterima Tirto, Senin (5/8/2019).

Dorongan Poyuono soal perombakan direksi ini cukup beralasan. Sebab, kata dia, terdapat keanehan dalam kasus pemadaman berjam-jam yang terjadi pada Minggu, 4 Agustus 2019.

“Masak, iya, sih, bisa berbarengan terjadi kerusakan transmisi di dua tempat sekaligus, yaitu transmisi listrik di Pemalang dan Unggaran,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Selain itu, ia juga merasa aneh karena PLN tidak punya sama sekali emergency plan jika ada kerusakan di pembangkit listrik dan sistim transmisi yang berakibat pemadaman di sejumlah wilayah selama seharian.

“Ini pasti ada yang enggak beres hingga pemadaman listrik kemarin hingga hari ini. Jangan-jangan ini akalan-akalan para Direksi PLN selama ini yang beli alat transmisi listriknya KW 3 akibat banyak dikorupsi,” kata Poyuono.

Kejadian tersebut, kata Poyuono, sangat memalukan, padahal Presiden Jokowi sedang gencar menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia. “Kalau kerusakan transmisi saja berjam-jam menyebabkan pemadaman, bagaimana nanti pembangkit listriknya jebol alias rusak,” kata dia.

Penjelasan PLN

Lambatnya penanganan pemadaman listrik wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah merupakan dampak dari karakteristik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

“Kalau tenaga uap itu, butuh waktu lama untuk mulai lagi kalau sudah dingin karena mati, paling tidak butuh 8 jam untuk bisa hasilkan uapnya,” kata Plt Dirut PLN Sripeni Inten di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin (5/8/2019).

Pemadaman listrik terjadi sebab PLTU Suralaya sempat tidak aktif akibat lepasnya pasokan listrik dan hal tersebut menyebabkan proses cold start atau memanaskan lagi mesin dengan waktu lama.

Sedangkan PLTU Suralaya harus mengirimkan pasokan sebesar 2.800 MW untuk kawasan Jawa Barat dan Banten. Ia menjelaskan sore kemarin, Ahad (4/8/2019) baru unit tiga yang mendapat pasokan listrik dan dapat difungsikan.

PLN menargetkan hari ini, Senin (5/8/2019), akan dapat tersalurkan semua transmisi listrik pada malam hari. "Kami upayakan malam ini semua dapat tersalurkan semua, kami sedang memangkas waktu untuk lebih cepat," kata Sripeni.

Sementara terkait pemadaman yang terjadi di sejumlah wilayah, PLN akan memberikan kompensasi sesuai deklarasi Tingkat Mutu Pelayanan (TMP), dengan Indikator Lama Gangguan.

Kompensasi akan diberikan sebesar 35% dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen golongan tarif adjustment, dan sebesar 20% dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen pada golongan tarif yang tidak dikenakan penyesuaian tarif tenaga listrik (Non Adjustment). Penerapan ini diberlakukan untuk rekening bulan berikutnya.

Khusus untuk prabayar, pengurangan tagihan disetarakan dengan pengurangan tagihan untuk tarif listrik reguler. Pemberian kompensasi akan diberikan pada saat pelanggan memberi token berikutnya (prabayar).

Saat ini, PLN sedang menghitung besaran kompensasi yang akan diberikan kepada konsumen.

“Kami mohon maaf untuk pemadaman yang terjadi, selain proses penormalan sistem, kami juga sedang menghitung kompensasi bagi para konsumen. Besaran kompensasi yang diterima dapat dilihat pada tagihan rekening atau bukti pembelian token untuk konsumen prabayar,” kata Sripeni.

Baca juga artikel terkait MATI LISTRIK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Mufti Sholih & Jay Akbar