tirto.id - Politik identitas adalah alat politik yang dipraktikkan demi tujuan tertentu oleh sebuah kelompok. Biasanya identitas tersebut mengacu pada kegiatannya yang memanfaatkan ciri khas suku, budaya, agama, etnis, dan kesamaan-kesamaan lainnya.
Dalam perpolitikan di Indonesia, termasuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digelar 14 Februari 2024 nanti, isu ini dianggap penting untuk dibahas. Kendati terlihat baik lantaran mencari suara berdasarkan kesamaan, politik ini menjadi terkesan negatif ketika digunakan secara ekstrem.
Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara yang menganut demokrasi. Dukungan yang seharusnya diperoleh dari penilaian masing-masing individu, malah dilandaskan pada kesamaan identitas saja.
Lantas, apa itu politik identitas dan bagaimana contohnya di Indonesia?
Pengertian Politik Identitas
Tulisan Ahmad Syafii dalam Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita (2012), mencantumkan penjelasan Abdillah mengenai politik identitas. Menurutnya, politik identitas berfokus pada perbedaan asumsi tubuh, politik etnis, primordialisme, perbedaan agama, bahasa, dan lain-lain.
Perbedaan tersebut ternyata dapat digunakan dalam politik oleh suatu kelompok. Dengan menggunakan acuan atau landasan kesamaan simbol, mereka dapat dengan mudah memperoleh dukungan masyarakat.
Tujuan tersebut memang bersifat positif ketika kelompok tersebut hidup di tengah
dunianya. Namun, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam identitas. Oleh sebab itu, satu sama lain masing-masing identitas ini bisa saja berkonflik karena politik identitas.
Sejarah Politik Agama di Indonesia
Di dalam politik identitas, ada kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan agama untuk tujuan tertentu.
Berdasarkan catatan Sumanto Al Qurtuby dalam artikelnya (MAARIF, Vol. 13, No. 2, 2018, hlm. 51), politik agama di Indonesia sempat marak pada kisaran 1950-an.
Saat itu, politik berbasis agama, etnis, hingga ideologi digunakan oleh masing-masing partai politik. Kemudian, ada juga sejarah politik agama yang terjadi di era Soeharto.
Kala itu, sempat ada pengumuman tentang dua program yang mempolitisir agama di dalamnya. Di antaranya ada yang menggunakan kutipan ayat, dalil, wacana keagamaan, hingga berbagai simbol keagamaan lain.
Partai PPP misalnya, kala itu mereka menggunakan lambang Ka'bah demi mendapatkan dukungan. Lebih dari itu, orang-orang yang tidak mendukung diklaim oleh mereka sebagai umat Islam yang kualitas keimanannya diragukan.
Pada masa kepemimpinan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, terjadi juga beberapa ujaran yang berusaha menjatuhkannya. Salah satu desis tersebut dilantukan bahwa perempuan tidak boleh memimpin negara.
Contoh Politik Identitas di Indonesia
Selain contoh politik agama di atas, ada juga beberapa kasus politik identitas lain yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Sebut salah satunya, ada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang diklaim merendahkan suatu surat di Al-Quran.
Secara garis besar, Ahok menjelaskan agar orang Indonesia dapat menerima golongan non-Muslim sebagai pemimpin. Akan tetapi, penyertaan ayat yang diucap dalam kampanyenya tersebut membuat umat Islam tak terima.
Dalam politik identitas yang memanfaatkan berbagai cara, situasi Ahok pun sangat dekat dengan klaim “bersalah”. Kendati sebagian ada yang mengecam Basuki untuk bertanggung jawab terhadap ucapannya saja, tentu ada juga beberapa pihak yang menggunakannya demi keperluan politik.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dipna Videlia Putsanra