Menuju konten utama

Apa Itu Hoarding Disorder, Penyebab, Gejala, dan Penyembuhannya

Penderita hoarding disorder dapat dikenali dengan gejala tertentu, salah satunya menimbun barang secara berlebihan.

Apa Itu Hoarding Disorder, Penyebab, Gejala, dan Penyembuhannya
Ilustrasi menimbun barang. foto/istockphoto

tirto.id - Hoarding disorder merupakan salah satu bentuk gangguan perilaku yang tercantum dalam manual diagnostik psikologi, DSM-5. Penderita hoarding disorder dapat dikenali dengan gejala tertentu, salah satunya menimbun barang secara berlebihan.

Penderita hoarding disorder kesulitan menyingkirkan barang-barang yang mereka kumpulkan, karena bagi mereka barang-barang tersebut dirasa penting. Biasanya, barang-barang yang dikumpulkan oleh penderita hoarding disorder adalah barang yang bernilai sedikit, atau bahkan tidak bernilai sama sekali.

Namun, karena cara penyimpanan yang kacau, barang-barang akhirnya menumpuk dalam jumlah yang tidak terkendali. Akibatnya, hal itu dapat menjadi masalah yang signifikan dan mengganggu kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, penderita hoarding disorder tidak dapat menggunakan dapur atau kamar mandi mereka dan tidak dapat mengakses kamar mereka karena telah dipenuhi barang yang mereka kumpulkan.

Kemudian, jika kekacauan menyebabkan penderitaan yang signifikan atau berdampak negatif pada kualitas hidup orang atau keluarga mereka. Misalnya, mereka menjadi kesal jika seseorang mencoba membersihkan kekacauan akibat barang-barang yang mereka timbun.

American Psychiatric Association (APA) melaporkan bahwa menimbun tidak sama dengan mengoleksi. Kolektor biasanya memperoleh barang dengan cara yang terorganisir, disengaja, dan ditargetkan. Setelah barang yang dimaksud diperoleh, item akan disingkirkan dari penggunaan normal, tetapi masih dapat diatur, dikagumi, dan ditampilkan kepada orang lain.

Sedangkan akuisisi objek pada penderita hoarding disorder sebagian besar impulsif, dengan sedikit perencanaan aktif, dan dipicu saat melihat objek yang bisa dimiliki. Benda-benda yang diperoleh oleh penderitanya tidak memiliki tema yang konsisten, sedangkan barang-barang kolektor terfokus pada topik tertentu.

Prevalensi keseluruhan orang dengan hoarding disorder adalah sekitar 2,6 persen. Orang tua di atas 60 tahun dan orang dengan diagnosis psikiatri lainnya, terutama kecemasan dan depresi memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi ini.

Prevalensi dan fitur penimbunan tampaknya serupa di seluruh negara dan budaya. Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa penderita hoarding disorder terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita.

Perilaku hoarding disorder muncul relatif awal dalam kehidupan dan meningkat dalam tingkat keparahan pada setiap dekade kehidupan penderitanya. Tampilan barang yang tertimbun serta kekacauan yang tidak terorganisir adalah ciri dari penderita hoarding disorder.

Penyebab Hoarding Disorder

Penyebab seseorang menderita hoarding disorder tidak sepenuhnya bisa dipahami. Kondisi ini bisa menjadi gejala dari kondisi lain.

Misalnya, seseorang dengan masalah mobilitas mungkin secara fisik tidak dapat membersihkan sejumlah besar kekacauan yang mereka peroleh. Selain itu, ada pula orang-orang dengan ketidakmampuan belajar atau penderita demensia yang mungkin tidak dapat mengkategorikan barang yang perlu dibuang atau disimpan.

National Health Service (NHS) menyebutkan masalah kesehatan mental yang terkait dengan hoarding disorder meliputi:

  • Depresi berat.
  • Gangguan psikotik, seperti skizofrenia.
  • Gangguan obsesif kompulsif (OCD).

Dalam beberapa kasus, hoarding disorder adalah kondisi tersendiri dan sering dikaitkan dengan pengabaian diri dan pola asuh. Orang-orang ini lebih mungkin menderita hoarding disorder, antara lain:

  • Hidup sendiri.
  • Belum menikah.
  • Memiliki masa kanak-kanak yang dirampas, dengan kekurangan benda-benda materi atau hubungan yang buruk dengan anggota keluarga lainnya.
  • Memiliki riwayat keluarga dengan hoarding disorder.
  • Dibesarkan di rumah yang berantakan dan tidak pernah belajar memprioritaskan dan menyortir barang.

Mengapa Seseorang Bisa Terkena Hoarding Disorder?

Penderita hoarding disorder memiliki keyakinan yang kuat terkait dengan memperoleh dan membuang barang, seperti "Saya mungkin membutuhkan ini suatu hari nanti" atau "Jika saya membeli ini, itu akan membuat saya bahagia."

Sementara, beberapa kasus penderita mungkin berjuang untuk mengatasi peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, seperti kematian orang yang dicintai.

Upaya untuk membuang barang sering kali memunculkan emosi yang sangat kuat yang dapat terasa berlebihan. Hal inilah yang menyebabkan penderita hoarding disorder cenderung menunda atau menghindari membuat keputusan tentang apa yang dapat dibuang.

Sering kali, banyak dari barang-barang yang disimpan tidak memiliki nilai uang dan mungkin dianggap sampah oleh kebanyakan orang.

Penderita mungkin menyimpan barang-barang tersebut karena alasan yang tidak jelas bagi orang lain, seperti untuk alasan sentimental, atau merasa bahwa barang-barang tersebut tampak indah atau berguna. Kebanyakan penderita hoarding disorder memiliki keterikatan emosional yang sangat kuat dengan objek.

Gejala Hoarding Disorder

Menyimpan barang dalam jumlah berlebihan, penumpukan barang secara bertahap dialam suatu ruangan dan kesulitan membuang barang biasanya merupakan tanda dan gejala awal hoarding disorder, yang sering muncul selama masa remaja hingga dewasa awal.

Seiring bertambahnya usia, orang tersebut biasanya mulai mengumpulkan barang yang tidak dibutuhkan. Di usia paruh baya, gejalanya sering parah, dan kemungkinan lebih sulit diobati.

Hoarding disorder secara bertahap berkembang dari waktu ke waktu dan cenderung menjadi perilaku pribadi. Sering kali, kekacauan yang signifikan berkembang hingga menarik perhatian orang di sekitarnya. Berikut tanda dan gejala penderita hoarding disorder menurut Mayo Clinic:

  • Mengumpulkan barang yang tidak dibutuhkan secara berlebihan, bahkan saat penderita tidak memiliki lagi ruang untuk menyimpannya.
  • Kesulitan untuk membuang atau berpisah dengan barang-barang tanpa ada alasan nilai yang kuat.
  • Merasa perlu untuk menyimpan barang-barang dan merasa kesal dengan pemikiran untuk membuangnya.
  • Membangun kekacauan penumpukan barang-barang ke titik di mana ruangan menjadi tidak dapat digunakan.
  • Memiliki kecenderungan keragu-raguan, perfeksionisme, penghindaran, penundaan, dan masalah dengan perencanaan dan pengorganisasian.

Mengumpulkan dan menolak membuang barang secara berlebihan mengakibatkan:

  • Tumpukan barang yang tidak teratur, seperti koran, pakaian, dokumen, buku, atau barang-barang sentimental.
  • Barang-barang yang memenuhi dan mengacaukan ruang membuat ruang tersebut tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan, seperti tidak dapat memasak di dapur atau menggunakan kamar mandi untuk mandi.
  • Penumpukan makanan atau sampah ke tingkat yang sangat berlebihan dan tidak sehat.
  • Konflik dengan orang lain yang mencoba mengurangi atau menghilangkan barang-barang yang menjadi penyebab kekacauan.
  • Kesulitan mengatur barang-barang.

Penderita hoarding disorder biasanya menyimpan barang karena:

  • Mereka percaya barang-barang ini unik atau akan dibutuhkan pada suatu saat.
  • Barang-barang tersebut memiliki makna emosional yang penting, berfungsi sebagai pengingat saat-saat. bahagia atau mewakili orang atau hewan peliharaan tercinta.
  • Mereka merasa lebih aman ketika dikelilingi oleh hal-hal yang mereka simpan.
  • Mereka tidak ingin menyia-nyiakan apapun.

Penyembuhan Hoarding Disorder

Cleveland Clinicmenulis bahwa penyedia layanan kesehatan menggunakan dua jenis terapi utama untuk mengobati penderita hoarding disorder, yaitu

1. Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif sejenis dengan terapi bicara (psikoterapi). Terapi ini merupakan salah satu bentuk pengobatan umum untuk hoarding disorder.

Terapi perilaku kognitif dilakukan dengan bantuan profesional kesehatan mental berlisensi, seperti psikolog. Terapis biasanya akan mempelajari mengapa penderita hoarding disorder menimbun barang dan bagaimana mengurangi kecemasan saat membuang barang.

Terapis juga mengajarkan keterampilan organisasi dan pengambilan keputusan. Keterampilan ini dapat membantu penderita mengelola barang-barang milik mereka dengan lebih baik.

2. Obat-obatan

Dokter spesialis biasanya akan merekomendasikan penderita hoarding disorder untuk memperoleh obat antidepresan. Salah satu jenis obat antidepresan yang biasa diresepkan untuk penderita hoarding disorder adalah inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI).

Beberapa penyedia layanan kesehatan meresepkan obat yang disebut antidepresan untuk membantu mengobati hoarding disorder. Obat-obatan ini dapat memperbaiki gejala kondisi pada beberapa orang.

Baca juga artikel terkait HOARDING DISORDER atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Yonada Nancy