Menuju konten utama

Apa Itu Food Estate Program Jokowi, Benarkah Merusak Lingkungan?

Mengenal apa itu food estate, proyek Jokowi dan Prabowo: dikritik PDIP, dibela Gerindra.

Apa Itu Food Estate Program Jokowi, Benarkah Merusak Lingkungan?
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Bupati Keerom Piter Gusbager (kiri) usai memanen jagung di kawasan lumbung pangan (food estate) Kampung Wambes, Distrik Mannem, Keerom, Papua, Kamis (6/7/2023). ANTARA FOTO/Sakti Karuru/Spt.

tirto.id - Proyek food estate seluas 600 hektar yang digagas Presiden Jokowi telah memantik perseteruan antara Gerindra dan PDIP. Proyek itu di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, pada Selasa, 15 Agustus 2023 melontarkan kritik tajam kepada Prabowo. Menurut dia, proyek food estate telah disalahgunakan.

Kata Hasto, hutan-hutan ditebang habis, sementara proyek food estate tidak terbangun dengan baik. Hasto menuding, proyek itu merupakan bagian dari kejahatan lingkungan.

Di sisi lain, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, menyebut kritik PDIP itu disampaikan supaya proyek food estate bisa rampung sesuai harapan Presiden Jokowi.

Namun Puan juga menjelaskan bahwa pihaknya masih perlu turun langsung ke lapangan untuk memantau kinerja Prabowo dalam mengeksekusi proyek itu.

Hasto kembali memberi kritik pada Kamis, 17 Agustus 2023. Dia mengatakan ada vested of interest (kepentingan pribadi) dalam proyek food estate.

Hasto melihat keterlibatan dari PT Agrinas yang diisi sahabat Prabowo, dan juga partai-partai politik lain yang seharusnya tidak ikut campur tangan dalam menggunakan anggaran negara.

Menurut Hasto, sebenarnya kebijakan food estate Jokowi itu adalah bagus hanya implementasinya yang tidak baik.

REHABILITASI JARINGAN IRIGASI FOOD ESTATE DI KALTENG

Foto udara jaringan irigasi untuk mengairi kawasan lumbung pangan nasional 'food estate' Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4/2021). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.

Tanggapan Gerindra soal Kritik PDIP terhadap Food Estate

Kritik PDIP itu dijawab oleh Wakil Ketua Umum Gerindra, Budisatrio Djiwandono, pada Rabu, 16 Agustus. Menurut dia, pernyataan PDIP itu tidak benar, sebab dia yakin food estate adalah solusi permasalahan pangan Indonesia ke depan.

Menurut Budi, masyarakat perlu menunggu dan melihat hasilnya nanti. Dia optimistis bahwa food estate itu nantinya akan memberikan hasil yang baik.

Di lain pihak, Pakar Kebijakan Publik sekaligus mantan anggota DPR-RI dari fraksi Gerindra periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono, menilai bahwa tudingan food estate sebagai kejahatan lingkungan tidak berdasar.

"Hal ini sangat ironis dan terkesan pencitraan. Kenapa program ketahanan pangan yang diusahakan oleh Pak Jokowi dengan penanggung jawab Kementerian Pertanian sebagai leading sektor dan Kemenhan RI membantu utama untuk menyukseskan program ketahanan pangan di lahan singkong sebesar 600 hektare itu sudah dikritisi keras," kata Bambang Haryo dikutip Antara News.

Bambang menegaskan, masyarakat perlu mengetahui untuk membuka lahan baru, butuh proses penyeimbangan kondisi hara tanah dengan pengolahan, agar tanah dapat dimanfaatkan sebagai lahan produksi.

Menurut dia, ada narasi yang menyebut seolah-olah 600 hektar lahan food estate seperti membabat habis seluruh hutan di Indonesia. Padahal, kata dia, lahan 600 hektar itu relatif sedikit apabila dibandingkan dengan 15 juta hektar hutan yang dibabat untuk lahan sawit.

"Rupanya lupa, bahwa hutan yang sudah dibabat untuk kelapa sawit di Indonesia ada sekitar 15 juta hektar, dan hutan yang sempat rusak terbakar di tahun 2015 sebesar 2,61 juta hektare," kata dia.

"Demikian juga hutan produktif yang digunakan untuk kepentingan penambangan batu bara di Indonesia dengan produksi penambangan sebesar 687 juta ton per tahun, jadi sudah berapa ratus ribu atau juta hektar hutan yang dibabat akibat penambangan batu bara tersebut," jelasnya.

REHABILITASI JARINGAN IRIGASI FOOD ESTATE DI KALTENG

Foto udara jaringan irigasi untuk mengairi kawasan lumbung pangan nasional 'food estate' Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4/2021). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.

Apa Itu Food Estate dan Dampaknya Bagi Lingkungan?

Pengembangan food estate adalah salah satu Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2020–2024 dalam rangka memperkuat dan menjaga ketahanan pangan.

Mengutip laman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, implementasi pengembangan food estate dibangun di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2020, dan direncanakan akan terus dikembangkan sampai pada tahun 2024.

Sasaran luas food estate tahun 2022 ditetapkan sekitar 340 hektar, tahun 2020 dikembangkan 322 hektar sehingga menjadi 662 hektar. Pada tahun 2024, dikembangkan lagi seluas 338 hektar sehingga secara keseluruhan mencapai 1.000 hektar.

Adapun komoditas yang ditanam dalam proyek food estate ini beragam mulai dari cabai, bawang merah, bawang putih, padi, jagung, hingga kentang.

Sejak awal dicanangkan, pengembangan food estate memang sudah menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Sorotan utama yang membuat perdebatan adalah lahan hutan yang digunakan dalam food estate akan menambah permasalahan lingkungan di kemudian hari.

Layaknya pisau bermata dua, food estate yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan keuntungan, dan sebaliknya jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi kerugian.

Laman Loka Penelitan dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Pangandaran memaparkan empat poin kerugian dan keuntungan food estate.

Keuntungan Food Estate menurut Pemerintah

1. Pemerintah memiliki kesempatan untuk membuka lahan pertanian baru dengan lebih cepat dan meningkatkan produksi tanaman pangan. Hingga tahun 2010, luas lahan pertanian di Indonesia mencapai 7 juta hektar. Namun demikian, alih fungsi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektar per tahun, bahkan lebih saat ini.

2. Pemerintah dapat menarik minat investor (pemodal) untuk mendorong aktivitas ekonomi terutama di daerah di luar Jawa.

3. Langkah ini berpotensi untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan sekaligus menghasilkan peningkatan pendapatan bagi petani di kawasan food estate.

4. Ini akan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, asalkan pemerintah mampu mengendalikan distribusi hasil pertanian dengan baik.

Kerugian Food Estate

1. Potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat dimanfaatkan dan dikelola sepenuhnya oleh petani Indonesia. Terlebih lagi, dengan merujuk pada Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) beserta peraturan turunannya, investor diberikan peluang untuk semakin menguasai sumber daya agraria.

Kemudian, ada pula Peraturan Presiden No. 77/2007 yang mengatur tentang bidang usaha terbuka dan tertutup, yang memungkinkan pemodal asing memiliki hingga 95 persen kepemilikan dalam budi daya padi. Peraturan ini berpotensi merugikan 13 juta petani padi yang saat ini menjadi produsen pangan utama. Terutama, sebagian besar dari petani ini merupakan petani kecil.

2. Jika peraturan pemerintah terkait food estate lebih menguntungkan bagi pemodal dari pada petani, maka konflik serupa dengan yang terjadi di perkebunan besar bisa saja muncul di food estate.

3. Jika peraturan yang dihasilkan mendukung perusahaan atau individu pemodal dalam mengelola food estate dengan mudah, maka karakter pertanian dan produksi pangan Indonesia akan beralih dari berbasis petani ke berbasis perusahaan, yang pada akhirnya dapat mengancam kedaulatan pangan negara.

4. Jika pemerintah tidak mampu mengawasi distribusi hasil produksi dari food estate, pemodal akan memiliki kendali terhadap harga pasar, baik untuk penjualan di dalam negeri maupun ekspor, yang bisa menguntungkan mereka.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto