Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Apa Itu Amil, Tugas dan Perbedaannya dengan Panitia Zakat

Amil zakat, apa saja tugas amil zakat, dan apa perbedaan amil dengan panitia zakat.

Apa Itu Amil, Tugas dan Perbedaannya dengan Panitia Zakat
Ilustrasi Zakat. FOTO/IStockphoto

tirto.id - Membayar zakat merupakan kewajiban setiap umat Islam yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak.

Sementara bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya hidupnya sehari-hari, maka perintah membayar zakat tidak diwajibkan pada mereka, tetapi sebaliknya, mereka harus diberikan zakat.

Dalam surah At-Taubah ayat 60, disebutkan 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Salah satu di antaranya adalah amil yang berada di urutan ketiga setelah fakir dan miskin.

Amil sendiri berasal dari kata amila ya’malu yang artinya mengerjakan atau melakukan sesuatu.

Kata amil bermakna orang yang mengerjakan sesuatu. Sementara Imam Syafi’i menyebutkan bahwa amil zakat adalah orang yang diangkat oleh wali atau penguasa untuk mengumpulkan zakat.

Singkatnya, amil zakat adalah orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, pendistribusian zakat dilakukan oleh beberapa sahabat yang cakap dan mumpuni.

Mereka diangkat oleh Rasulullah dan diserahkan tanggung jawab untuk mengatur pendistribusian zakat secara profesional.

Setiap petugas tersebut mengemban kewajiban untuk mengumpulkan dan menyerahkan zakat di wilayah tertentu.

Di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, dijelaskan Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Beragama Islam
  • Akil balig
  • Jujur
  • Punya ilmu dalam hukum zakat
  • Kuat jiwa dan raga
Sementara itu, Indonesia sendiri juga telah menerbitkan undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat, meliputi:

1. UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

BAZNAS sebagai badan yang melakukan pengelolaan zakat berkedudukan di ibu kota negara, dibentuk oleh pemerintah, yang merupakan lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

Lalu, sebagai rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.

BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri Agama atas usul gubernur, setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS sedangkan BAZNAS kabupaten/kota Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS

2. PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat:

1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.

3. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

4. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

5. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam,pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.

6. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, diketahui bahwa terdapat 3 pengelola zakat di Indonesia, yaitu:

  • Badan Amil Zakat Nasional atau (BAZNAS) baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten;
  • Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh BAZNAS;
  • Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ dan akui oleh BAZNAS Kabupaten atau LAZ Kabupaten.
Berbeda dengan amil zakat yang diangkat oleh presiden atau pejabat yang berwenang, panitia zakat dibentuk atas prakarsa masyarakat seperti di pedesaan, perkantoran, atau sekolahan.

Walaupun panitia zakat berwenang untuk menerima zakat dan mendisitribusikannya kepada yang berhak, panitia zakat tidak memiliki status syar’i seperti amil resmi.

Perbedaan selanjutnya antara panitia zakat dan amil syar’i terletak pada gugurnya kewajiban muzakki (orang yang menunaikan zakat).

Ketika muzakki menunaikan kewajibannya dan menyerahkan zakat kepada amil, kewajibannya telah gugur walaupun misalnya zakat tersebut tidak didistribusikan kepada mustahiq (golongan penerima zakat).

Sementara apabila muzakki menyerahkan zakat kepada panitia zakat dan panitia zakat tidak mendistribusikannya, maka kewajiban zakat masih belum gugur.

Oleh karena itu, Katib Syuriyah PCNU Pringsewu KH Munawir yang juga Wakil Ketua BAZNAS Kabupaten Pringsewu menyarankan kepada para panitia zakat di masjid atau mushola dan badan non-syar’i lainnya untuk segera melegalkan izin kepengurusannya ke Lazisnu Kecamatan masing-masing sehingga mendapat status menjadi amil syar’i.

Baca juga artikel terkait AMIL ZAKAT atau tulisan lainnya dari Frizka Amalia Purnama

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Frizka Amalia Purnama
Penulis: Frizka Amalia Purnama
Editor: Dhita Koesno