tirto.id - Istilah people power belakangan ramai dibiarakan oleh warganet di sosial media (sosmed). Hal ini terjadi setelah sebuah video pertemuan "Rakyat Bertanya Kapan People Power..?" viral di Twitter.
Berdasarkan video yang diunggah oleh pengguna akun Twitter @Humairah_922 tampak seorang pembicara di pertemuan tersebut sedang menyerukan kata 'people power' berkali-kali.
Kalimat itu diserukan dalam rangka rencana menurunkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan kekuatan publik.
"Kita langsung tekan Pak Jokowinya supaya mundur. Dua pilihan dimundurkan atau mundur, dua-duanya people power" ujar salah seorang pembicara di pertemuan tersebut.
Belakangan diketahui bahwa video diambil di Solo, Jawa Tengah, pada Minggu (11/6/2023). Video itu lantas viral dan memperoleh banyak respons dari warganet lainnya.
Banyak di antara warganet membicarakan soal people power yang dimaksud di dalam video tersebut. Per Rabu (14/6/2023) pukul 11.00 WIB, istilah 'people power' telah mendapatkan lebih dari 60 ribu cuitan di Twitter.
Arti People Power yang Ramai di Sosmed
People power merupakan istilah bahasa Inggris yang artinya kekuatan rakyat. Menurut Collins,people power adalah kekuatan atau tekanan yang ditunjukkan oleh sebagian besar publik tanpa kekerasan.
Istilah ini pertama kali dikenal lewat peristiwa revolusi rakyat Filipina pada 1986 yang berlangsung tanpa kekerasan.
Seiring berjalannya waktu, istilah people power yang berlangsung di Filipina ini dikenal dunia sebagai upaya perubahan dan penegakan demokrasi yang digerakkan oleh publik dengan jalan damai.
Sejarah Gerakan People Power di Filipina
Dikutip dari laman Harvard Divinity School, people power di Filipina dimulai karena rakyat tidak puas dengan hasil pemilihan umum (pemilu) 1986.
Adapun hasil pemilu tersebut memenangkan sosok Ferdinand Marcos. Ia kembali menjadi presiden Filipina saat itu meskipun sudah menjabat selama lebih dari 20 tahun.
Menurut Ohio State University (OSU) Marcos tidak disukai rakyat Filipina karena dikenal sebagai ditaktor. Selain itu, Marcos juga melakukan penangkapan dan pembunuhan para pemimpin militer yang membelot maupun lawan politiknya.
Akibatnya, masyarakat dan para aktivis melakukan protes bernama gerakan people power. Aksi protes ini dipimpin oleh istri dari mendiang tokoh oposisi Benigno Aquino, bernama Corazon Aquino.
Massa kemudian memenuhi jalanan dan memblokir jalan protokol Epifanio de los Santos Avenue (ESDA) di Metro Manila. Aksi gerakan people power ini tidak hanya berlangsung melalui demonstrasi.
Para aktivis dan kelompok diaspora juga ikut bergerak dengan menyebarkan berita pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Filipina. Hal ini membuat Filipina menjadi sorotan internasional saat itu.
Kondisi tersebut menyebabkan pemerintahan Marcos memerintahkan militer untuk mengamankan dan membungkam massa. Sayangnya, sebuah faksi perwira militer menolak menyerang para pengunjuk rasa dan memilih untuk membelot.
Faksi militer itu membelot akibat tidak tahan dengan korupsi yang menggerogoti tubuh militer selama Marcos memimpin. Akibatnya, mereka menghimpun kelompok bernama Reform the Armed Forces Movement atau Reformasi Angkatan Bersenjata.
Para sekutu Marcos yang sebelumnya mendukung pemilu, tak bisa berbuat banyak. Tingginya tekanan yang diterima Marcos membuat ia terpaksa mundur dan melarikan diri ke Hawaii, Amerika Serikat hingga kematiannya pada 1989.
Sementara itu, setelah Marcos mundur, Corazon Aquino maju sebagai presiden. Ia sempat dielu-elukan sebagai contoh tokoh revolusi dan pemulihan demokrasi.
Namun, Aquino harus menghadapi serangkaian upaya kudeta termasuk dari Reformasi Angkatan Bersenjata yang sebelumnya mendukungnya.
Editor: Iswara N Raditya