tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk membatalkan pemberian Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) pulau-pulau reklamasi di pantai Utara Jakarta.
Permintaan tersebut tercantum dalam surat resmi Gubernur bernomor 2373/-1.794.2 yang diterima Tirto hari ini, Senin (9/1/2018).
"Meminta Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia untuk tidak menerbitkan dan/atau membatalkan segala Hak Guna Bangunan untuk pihak ketiga atau pulau hasil reklamasi antara lain Pulau C, D dan Pulau G," demikian bunyi salah satu poin dalam surat tersebut.
Dalam surat tersebut, Anies juga mengatakan bahwa Pemprov akan menarik kembali seluruh surat-surat yang berkaitan atau berdampak pada penerbitan HGB pulau-pulau reklamasi tersebut. Pasalnya, Pemprov sedang melakukan kajian mendalam dan komperhensif terhadap kebijakan reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
"Sejauh ini, dalam review awal telah ditemukan dampak buruk dari kebijakan ini dan indikasi dugaan dan cacat prosedur dalam pelaksanaan reklamasi ini," kata Anies dalam surat tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhana mengaku belum menerima surat yang ditembuskan ke SKPD-nya tersebut. Namun, menurut Yayan, kebenaran surat itu sudah terbukti dengan adanya tandatangan gubernur.
"Lihat saja, itu ada tandatangannya Gubernur berarti betul. Kalau biro hukum tembusan suratnya sudah sampai apa belum saya belum tahu," ujarnya saat dihubungi Tirto, Selasa (9/1).
Sertifikat Hak Guna Bangunan Sudah Diterbitkan
Kantor BPN wilayah Jakarta Utara telah menerbitkan sertifikat HGB untuk pulau D pada 24 Agustus 2017. Dengan sertifikat tersebut, otomatis lahan reklamasi bisa digunakan oleh pengembang selama kurun waktu tertentu.
Kendati demikian, saat Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta M. Najib Taufieq menyebut sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) memiliki batas waktu pemberian Hak Pengelolaan (HPL). Dalam hal ini, kata dia, Pemprov DKI hanya memberikan izin pengelolaan lahan kepada PT Kapuk Naga Indah selama 30 tahun.
Karena itulah, jelas Najib di kantornya, Jalan Taman Jatibaru No 1, Jakarta Pusat, Selasa 29 Agustus 2017, "jangka waktu HGB adalah selama 30 tahun."
Najib melanjutkan, pemberikan hak itu baru bisa dievaluasi kembali setelah 30 tahun digunakan oleh pengembang. Setelah itu, barulah Pemprov DKI bisa menentukan, apakah pengembang masih dapat melanjutkan pengelolaanya di atas lahan pulau buatan tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BPN Jakarta Utara Kasten Situmorang juga menyatakan, pemerintah bisa saja tidak memperpanjang HGB pulau reklamasi apabila hasil pengelolaan dianggap buruk.
"Kalau misalnya enggak diperpanjang atau ditelantarkan ya kembali HPL Pemprov. Pemerintah yang punya. Ini sebetulnya strategi dari pada pemerintah untuk pembangunan," kata dia
Kasten menyatakan, setiap perpanjangan HGB pemerintah mendapatkan kontribusi sebesar lima (5) persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah yang diberikan. Nantinya, semua perolehan tersebut akan masuk sebagai pendapatan pemerintah daerah.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto