Menuju konten utama

Anggota DPRD Sumut Diperiksa KPK Terkait Suap Wali Kota Medan

Anggota DPRD Sumut Fraksi Golkar Akbar Himawan Buchori telah dicekal oleh KPK selama enam bulan ke depan.

Anggota DPRD Sumut Diperiksa KPK Terkait Suap Wali Kota Medan
komisi pemberantasan korupsi (kpk) jln. hr rasuna said, jakarta. tirto/tf subarkah

tirto.id - Penyidik KPK memeriksa Anggota DPRD Sumatera Utara Fraksi Golkar Akbar Himawan Buchori terkait kasus dugaan suap Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin. Akbar diperiksa KPK dalam kapasitas sebagai saksi atas tersangka Isa Ansyari (IAN).

Isa merupakan Kepala Dinas PUPR Kota Medan yang dijerat KPK sebagai tersangka bersama-sama dengan Dzulmi serta Kepala Bagian Protokoler kota Medan Syamsul Fitri Siregar. Dzulmi dan Syamsul diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.

"Terhadap saksi Akbar Himawan, KPK mendalami pengetahuannya tentang proyek-proyek di Kota Medan dan komunikasi yang dilakukan saksi dengan wali kota Medan sebelumnya," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (14/11/2019).

Akbar sebelumnya pernah dipanggil KPK, Kamis (31/10/2019). Namun, mangkir lantaran berdalih sedang berobat ke Malaysia.

Pada hari yang bersamaan, KPK sempat menggeledah rumah Akbar di Medan. Lalu Akbar dilarang berpergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan.

Akbar juga diperiksa bersama dengan saksi lainnya yakni I Ketut Yada dan Muhammad Khairul selaku pihak swasta, dan Syarifuddin Dongoran selaku Kepala Bagian Perlengkapan dan Layanan Pengadaan Sekretariat Daerah Kota Medan.

"Namun Syarifuddin tidak hadir tanpa informasi dan Khairil tidak hadir karena, belum menerima surat panggilan," ujarnya.

Dzulmi Eldin terjaring operasi tangkap tangan KPK pada 15 Oktober 2019. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Anshari dan Kasubbag Protokoler Syamsul Fitri Siregar

Eldin diduga menerima suap total Rp330 juta, yang digunakan untuk menutupi kelebihan biaya perjalanan dinas ke Jepang.

Eldin kelebihan dana Rp800 juta saat perjalanan dinas lantaran diduga disebabkan istri dan anak serta pihak lain yang tak berkepentingan turut serta.

Penetapan tersangka Dzulmi dkk dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Kemudian dilanjutkan dengan gelar perkara, sehingga disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Walikota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Dzulmi dan SFI disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara sebagai pihak yang diduga pemberi, IAN disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP WALI KOTA MEDAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali